Dinasti Rothschild di Balik Pembunuhan Abraham Lincoln
https://www.naviri.org/2018/09/rothschild-di-balik-pembunuhan-lincoln.html
Naviri Magazine - Abraham Lincoln, Presiden Amerika, tewas karena ditembak. Kematian Abraham Lincoln, diyakini banyak orang, terkait dengan kebijakannya menentang bank sentral di Amerika.
Karenanya, peristiwa pembunuhan Abraham Lincoln tak bisa dilepaskan dari kemungkinan keterlibatan Dinasti Rothschild di baliknya. Kenyataannya, berbagai fakta yang muncul kemudian memang makin menguatkan kemungkinan tersebut.
Sebelumnya, Dinasti Rothschild sempat disingkirkan dari Amerika oleh Presiden Andrew Jackson. Presiden Jackson melunasi utang Amerika ke bank sentral, dan setelah itu mengusir bank sentral dari Amerika. Sejak itu, Dinasti Rothschild kehilangan kekuasaan di Amerika. Tapi mereka tidak menyerah.
Setelah sempat didepak oleh Presiden Andrew Jackson, Dinasti Rothschild memiliki hasrat untuk menguasai kembali Amerika, ditandai dengan perkembangan bisnis katun antara kaum ningrat Amerika Selatan dan pabrik katun di Inggris. Katun itu diangkut dari Amerika ke Perancis dan Inggris dengan kapal-kapal milik Rothschild.
Keluarga Rothschild juga secara hati-hati memanipulasi penduduk dengan berkonspirasi dengan politisi-politisi setempat yang mereka genggam. Hal ini menyebabkan pemisahan diri Carolina Selatan pada Desember 1860.
Hanya beberapa minggu kemudian, 6 negara bagian lain bergabung dengan konspirasi melawan Serikat, dan membentuk sebuah negara pecahan "Confederate States of Amerika (Amerika Sekutu)" dengan Jefferson Davis sebagai presiden. Inilah awal perseteruan Selatan dan Utara Amerika, buah dari propaganda Keluarga Rothschild.
Propaganda Dinasti Rothschild terus berlanjut, bahkan setelah Presiden Abraham Lincoln dilantik. Mereka memberikan pinjaman kepada Napoleon III di Prancis (sepupu Napoleon dari Perang Waterloo) sebesar 210 juta franc untuk menjajah Meksiko, lalu menempatkan pasukan di sepanjang perbatasan Selatan Amerika Serikat, mengambil keuntungan dari perang saudara Amerika.
Sementara itu, Inggris menyusul dengan menggerakkan 11.000 pasukan ke Kanada, dan menempatkan pasukan mereka di sepanjang perbatasan utara Amerika. Presiden Lincoln tahu dia ada dalam masalah. Bersama Sekretaris Bendahara, Salomon P. Chase, mereka berangkat ke New York untuk mengajukan pinjaman yang dibutuhkan untuk mendanai Departemen Pertahanan Amerika.
Keluarga Rothschild memberikan instruksi kepada bank-bank Amerika yang di bawah kontrol mereka, untuk menawarkan pinjaman dengan bunga 24% sampai 26%. Presiden Lincoln pun menolak tawaran itu, dan kembali ke Washington.
Tsar Rusia, Alexander II (1855-1881), yang juga memiliki masalah dengan Keluarga Rothschild karena menolak tawaran terus-menerus untuk mendirikan bank sentral di Rusia, memberi bantuan tak terduga kepada Presiden Lincoln.
Sang Tsar mengatakan, jika Inggris dan Perancis terlibat aktif dan campur tangan dalam perang saudara Amerika dengan membantu Selatan, maka Rusia akan memihak Presiden Lincoln. Lalu Tsar mengirim sebagian dari armada Pasifiknya untuk berlabuh di San Fransisco, dan sebagian lainnya berlabuh di New York.
Dalam kurun waktu itu juga, Keluarga Rothschild menggunakan salah seorang dari keluarga mereka di Amerika, John D. Rockefeller (salah seorang Rothschild lewat garis darah perempuan), untuk membentuk bisnis minyak bernama "Standard Oil", yang pada akhirnya mengalahkan semua pesaingnya.
Pada tanggal 14 April, atau setelah 41 hari setelah pelantikannya yang kedua, Presiden Lincoln ditembak oleh John Wilkes Booth di Ford's Theater. Dia meninggal akibat lukanya, kurang dari 2 bulan sebelum perang saudara Amerika berakhir.
Lebih dari 70 tahun kemudian, cucu perempuan Booth yang bernama Izola Forrester, memberikan bocoran di dalam bukunya tentang Booth, "This One Mad Act", bahwa Booth dipesan melakukan pembunuhan itu oleh orang-orang kuat di Eropa (Keluarga Rothschild).
Pernyataan itu dikuatkan oleh seorang jaksa di Kanada, bernama Gerald G. Mcgeer, yang mengatakan bahwa pembunuhan Lincoln dilakukan oleh bankir-bankir internasional (sebutan untuk Keluarga Rothschild, karena setengah kekayaan dunia mereka kuasai dari pusat-pusat perbankan yang mereka miliki di seluruh dunia).
Menyusul satu masa latihan singkat di Bank London, Keluarga Rothschild, Jacob Schiff (seorang Rothschild yang lahir di Frankfurt) tiba di Amerika pada usia 18 tahun, dengan instruksi dan uang yang diperlukan untuk membeli sebagian usaha perbankan di sana.
Tujuannya adalah mendapatkan kendali sistem uang Amerika dengan mendirikan bank sentral. Mencari orang-orang yang akan menjadi antek-antek mereka, dan mempromosikan mereka ke posisi tinggi di pemerintahan federal, Kongres, Mahkamah Agung, dan semua badan federal.
Membuat kelompok minoritas cekcok di seluruh penjuru negeri, khususnya isu perseteruan kaum kulit putih dan hitam. Membuat gerakan untuk menghancurkan agama di Amerika Serikat dengan Kristen sebagai sasaran utama
Dalam kaitan persekongkolan itu, menarik untuk mencermati pernyataan Rabi Reichorn di pemakaman Rabi Besar Simeon Ben-Iudah, "Berkat kekuatan dahsyat bank-bank internasional, kita telah memaksa orang Kristen berperang tanpa henti.
Perang punya nilai istimewa bagi orang Yahudi, karena orang Kristen saling membantai sehingga ada ruang lebih luas bagi orang Yahudi. Perang adalah panen Yahudi, dan bank-bank Yahudi menjadi gemuk saat orang Kristen berperang. Lebih dari 100 juta orang Kristen tersapu dari muka bumi berkat perang, dan ini belum berakhir."
Baca juga: Dinasti Rothschild di Balik Industri Pers Internasional