Mengapa Para Pemimpin Negara Aktif di Media Sosial?
https://www.naviri.org/2018/09/pemimpin-negara-aktif-di-media-sosial.html
Naviri Magazine - Saat ini, sudah bukan hal aneh menemukan politisi atau bahkan pemimpin negara (presiden) aktif di media sosial. Mereka menulis cuitan di Twitter, update status di Facebook, mengunggah foto di Instagram, atau bahkan tampil dalam video di YouTube. Sebagian dari mereka bahkan memasuki media sosial lain yang bahkan mungkin kurang populer.
Mengapa para pemimpin negara menyempatkan diri untuk aktif di media sosial? Pertanyaan itu layak diajukan, mengingat pekerjaan dan tumpukan beban para pemimpin negara rata-rata sangat banyak, dan membutuhkan banyak waktu. Kenapa di antara beban pekerjaan dan waktu yang sempit itu mereka masih menyempatkan diri untuk muncul di media sosial?
Para pemimpin dunia melakukan apa yang dilakukan selebriti dengan mengkurasi laman Facebook dan Instagram mereka, sebagai upaya untuk menunjukkan sisi humanis dan mempromosikan posisi politiknya. Dan dalam lomba habis-habisan meraih popularitas sebelum dan sesudah pemilu, jumlah pengikut, like, dan share adalah hadiah utamanya.
Mereka berkompetisi dengan ketat melampaui jumlah like yang dimiliki selebriti, penyanyi, dan karakter kartun. Jadi, saat Shakira, Cristiano Ronaldo, dan The Simpsons masih menjadi yang paling berjaya di kategorinya masing-masing, Presiden AS Barack Obama memenangkan 'lomba popularitas' dengan telak.
Dengan lebih dari 48 juta like di laman Facebook-nya, riset World Leaders on Facebook menemukan bahwa presiden AS ini adalah figur politik yang unggul dalam pertarungan di media sosial.
Pemimpin India, Turki, dan Indonesia juga di antara lima besar, kebanyakan karena, seperti Obama, mereka berasal dari negara yang punya populasi besar, tetapi juga karena mereka memainkan permainan media sosial dengan sangat baik.
"Efektivitas sosial media berbuah suara," kata Brian Donahue, yang menjadi tim kampanye beberapa pemilu AS, termasuk kampanye presiden George W Bush pada 2004, dan pendiri Craft, sebuah lembaga hubungan masyarakat. “Itu berbuah dukungan, minat, kontribusi, dan keterlibatan secara keseluruhan di tempat Anda. Itu hal krusial."
Tidak penting seberapa rasional mereka menggunakan media sosial, politisi sudah makin mahir melakukan pendekatan, menurut Donahue. Pemilih potensial "berharap kandidat yang maju pemilu tulus, jujur, dan terbuka. Mereka harus terlihat kasual dalam konten-konten (di media sosial)," katanya.
Ketika sampai pada hal itu, meskipun dia tampak lebih berjaya di Twitter di banding hal lainnya, satu kandidat tampil sangat menonjol.
"Suka atau tidak, Donald Trump menjadi contoh," kata Donahue. Dengan kampanye online yang agresif untuk pencalonannya sebagai presiden AS, Trump telah mendominasi berita utama, membiarkannya menjadi aktor, sementara yang lainnya bereaksi, katanya.
Ini terjadi bahkan ketika pesaingnya mengeluarkan uang lebih banyak. Data dari agen komunikasi SMG Delta menunjukan mantan kandidat dari Partai Republik, Jeb Bush, menghabiskan US$82 juta untuk iklan televisi, sementara Marco Rubio menghabiskan US55 juta, dari Partai Demokrat, Bernie Sanders dan Hillary Clinton masing-masing menghabiskan US$28 juta. Trump? Hanya US$10 juta.
Jalan menuju kejayaan Facebook
Apa yang membuat laman politisi sukses adalah unggahan kasual dan personal. Cerita sekilas tentang kehidupan sehari-hari politisi itulah yang paling diminati penggemar, kata pemilik studi, Matthias Luefkens, direktur di sebuah tim digital perusahaan hubungan masyarakat, Burson-Marsteller.
Laman Obama tidak hanya menjadi yang paling banyak disukai (di-like), tetapi juga menjadi contoh yang baik bagaimana tim seorang politisi bisa mengelola laman dengan sukses, menurut para analis sosial media.
"Dia menggunakan banyak video, dia menceritakan kisah, dan dia tidak mengunggah tiap hari, hanya ketika dia ingin mengatakan yang penting saja," kata Luefkens.
Sesekali, akan ada foto liburan dengan istrinya, Michelle Obama, dan anak-anak perempuannya, Malia dan Sasha. Unggahan personal ini bisa menjadi kunci untuk memperoleh hubungan yang nyata, selagi mereka sering mendapat lebih banyak interaksi. Tetapi, seringnya, unggahannya berupaya untuk membantu menuturkan cerita politis.
Tim Obama mulai menggunakan Twitter dan Facebook pada 2007, ketika dia masih menjadi senator di negara bagian Illinois.
Sejak itu, dia dan sejumlah pemimpin dunia melompat ke dunia digital, membuka akun di layanan streaming video seperti YouTube, Vimeo, dan Instagram, ke situs sosial media dari Facebook dan Twitter ke Snapchat. Banyak yang juga membuka sesi tanya-apa-saja di Reddit, dengan hasil yang beragam (Obama tetap menjadi yang paling sukses).
Para raja keterlibatan (engagement)
Saluran media sosial yang baru juga sedang menjadi tren, tetapi menakar popularitas tidak selalu mudah.
Di Snapchat, misalnya, informasi jumlah pengikut dan penonton tidak tersedia bagi publik, membuat semakin sulit menentukan bagaimana populernya sebuah akun.Tapi itu adalah jejaring sosial yang paling hip di kalangan anak muda, yang akan mendapat hak suara dalam beberapa tahun mendatang. Ini membuat politisi cukup tertarik untuk memecahkannya.
Presiden baru Argentina, Mauricio Macri, hampir satu-satunya yang menjadi master Snapchat. Dengan memberikan tur di balik layar terkait keseharian presiden, menunjukan kunjungan ke pabrik, dan kesibukan lain sehari-hari, dia telah memberikan pengguna muda sedikit gambaran tentang kehidupan politik yang mereka tak tahu.
Tetapi, kebanyakan pemimpin dunia tidak memiliki petunjuk bagaimana menggunakan layanan ini sehingga bermanfaat bagi mereka.
"Mereka masih mencoba-coba," kata Luefkens.
Macri dan tim media sosialnya, kata Luefkens, sukses besar di dunia sosial karena mereka tahu bagaimana membangun keterlibatan (engagement) di platform yang berbeda.
Memang, dalam hal keterlibatan, rasio penggemar yang mengomentari, like dan share, Macri juga mendapat peringkat lebih tinggi daripada pemimpin dunia lainnya di Facebook, menurut penelitian.
Di antara hampir 4 juta fans yang dimilikinya, Macri sering mendapat antara 50.000 dan 70.000 like dalam tiap unggahan. Sebuah unggahan baru pada kematian komposer tango ikonik, Mariano Mores, mendapat lebih dari 500.000 like.
Ikuti saya, atau... terserah!
Facebook menjadi alat yang populer bahkan di antara para autokrat (pemimpin yang berkuasa secara total, bukan dari pemilu atau aturan demokrasi).
Hun Sen, yang secara ketat menguasai negara kecil di Asia Tenggara, Kamboja, selama lebih dari 30 tahun, berada diperingkat kedua dalam daftar level keterlibatan Luefken. Di Facebook, dia menampilkan dirinya berjalan-jalan di pantai dengan jubah yang terbuka, dan bermain dengan cucu-cucunya sambil olahraga mengenakan kaos putih ketat.
Tetapi, selagi Hun Sen mengatur negara yang bermasalah dengan korupsi dan kemiskinan, dia kehilangan dukungan dari kelas menengah urban, menurut laporan media. Facebook, pemerintahnya berharap, menjadi solusi.
"Ini penting. Sebuah peluang untuk mempersempit jarak antara perdana menteri saya dan rakyatnya," kata juru bicara pemerintah Kamboja, Phay Siphan, tentang laman Facebook Hun Sen.
Sama seperti pemimpin di negara demokrasi, autokrat juga memikirkan citra publik mereka, kata Aim Sinpeng, dosen perbandingan politik di Sydney University, yang melihat bagaimana politisi menggunakan media sosial.
"(Hun Sen) membutuhkan lebih banyak legitimasi dari kelas menengah yang muda, yang akrab dengan teknologi, maka Facebook dijadikan sebagai bentuk keterlibatan utama dan mendesain ulang citranya," kata dia.
Lee Hsien Loong juga mencoba untuk membangun legitimasi melalui media sosial, kata Sinpeng.
Dengan tingkat dukungan yang lebih lebih rendah dari ayahnya, yang memerintah negara pulau yang kaya itu selama 30 tahun, profil Facebook Lee Hsien Loong menggambarkan pemimpin yang dipersiapkan dengan sempurna. Kadang-kadang ia mengajak penggemar untuk menebak di mana ia berjalan-jalan dengan sebuah foto dan tagar #guesswhere (#tebakdimana).
"Singapura melakukan ini (Facebook), sebagian besar sebagai cara untuk menumbuhkan legitimasi dari waktu ke waktu, dan untuk mengumpulkan informasi tentang rakyatnya," kata Sinpeng.
Baca juga: 10 Fakta Kim Jong Un yang Jarang Diketahui Dunia