Orang-orang yang Menemukan Pasangan di Media Sosial
https://www.naviri.org/2018/09/menemukan-pasangan-di-medsos.html
Naviri Magazine - Di zaman kakek-nenek kita, orang-orang mendapatkan pasangan umumnya melalui perjodohan, atau karena bertetangga, atau kebetulan bertemu di pasar malam. Kemudian, di zaman ayah-ibu kita, orang-orang menemukan pasangan umumnya melalui sekolah, atau karena sekampus bersama, atau setidaknya bertemu dan saling kenal di tempat kerja.
Kini, di zaman kita, kemungkinan untuk menemukan pasangan bisa diperoleh dari tempat yang lebih luas, salah satunya lewat media sosial.
Media sosial telah menjadi sesuatu yang sangat penting di internet, dan media sosial berfungsi sebagai tempat yang mempertemukan banyak orang untuk saling bertemu, berkenalan, dan bisa jadi berlanjut ke hubungan yang lebih serius. Kenyataannya, ada cukup banyak orang yang telah menemukan jodoh atau pasangannya lewat media sosial. Dikutip dari situs The Knot, berikut ini beberapa di antara mereka.
Pada 2011, seorang perempuan bernama Robin Coe menemukan akun Instagram pasangan yang dinikahinya tahun 2013, Matthew Fleming. Robin tertarik dengan foto-foto perjalanan bersepeda yang diunggah Matt.
Dari ketertarikan itu, sejoli ini memulai percakapan, tidak hanya lewat Instagram, tetapi juga via e-mail dan Skype. Kisah cinta mereka sering diunggah di Instagram, bahkan post terkait pertunangan Robin dan Matt sempat mendapat lebih dari 10.000 likes dari para pengikut.
“Bila bukan karena Instagram, kami tidak akan terhubung; ini [media sosial] membuka kesempatan bagi saya untuk melihat petualangan orang-orang dan mendekatkan mereka dengan saya,” ungkap Robin.
Berbeda dengan Robin dan Matt, pasangan Jamie Light dan Aaron Snyder berjumpa setelah mereka mencuit soal tim bisbol kesukaan mereka, LA Dodgers dengan tagar #Dodgers. Setelah menjalani relasi selama dua tahun sejak 2009, Jamie dan Aaron menikah. Co-founder Twitter, Jack Dorsey, bahkan sempat mencuit memberi ucapan selamat, “May you always follow each other”.
Setali tiga uang dengan Jamie dan Aaron, Michelle Barna dan Joanna Stern juga bertemu di Twitter. Mereka berkomunikasi dan membangun relasi setelah menemukan bahwa keduanya sama-sama menggemari serial TV The L Word. Joanna bahkan sempat melamar Michelle via Twitter dengan alasan, “Saya tahu, saya mau melamar via Twitter karena media sosial ini punya simbol kuat [bagi saya].”
Pengaruh internet dan media sosial bagi sebagian pasangan diafirmasi pula oleh temuan survei Pew Research Center terhadap 2.252 warga AS usia 18 tahun ke atas. Pada tahun 2014, mereka mencatat, 10% pengguna internet yang menemukan pasangannya mengatakan bahwa internet membawa dampak besar bagi relasinya, sementara 17% lainnya mengaku dampaknya tidak begitu besar.
Dari kelompok responden ini, 74% di antaranya menyebut dampak yang ditimbulkan internet terhadap relasi mereka bersifat positif. Lebih lanjut, menurut 41% responden berusia 18-29 tahun yang tengah menjalani relasi serius, percakapan online dan pertukaran pesan teks yang mereka lakukan telah membuat mereka semakin dekat dengan pasangan.
Setahun berselang, institusi yang sama membuat survei tentang relasi romantis remaja AS usia 13-17 yang dipengaruhi media sosial. Mereka menyatakan, sekalipun para remaja tidak memulai relasinya dari dunia digital, platform-platform yang ada di sana dipandang sebagai sarana yang penting untuk mengekspresikan ketertarikan romantis.
Sebanyak 50% responden remaja mengakui bahwa pertemanan yang mereka lakukan di Facebook bertujuan untuk menunjukkan ketertarikan romantis. 47% dari mereka mengekspresikan ketertarikannya lewat like, komentar, atau interaksi lainnya via media sosial.
Godaan kepada orang yang disukai juga diekspresikan oleh responden remaja lewat berbagi sesuatu yang lucu atau menarik (46%) atau pesan menggoda (31%). Ada pula yang membuatkan daftar lagu untuk gebetan, mengirimkan gambar seksi diri mereka, atau video lainnya.
Baca juga: Usai Putus Cinta, Menyimpan atau Menghapus Foto Mantan?