Memahami Tilang e-TLE yang Kini Mulai Diberlakukan
https://www.naviri.org/2018/09/memahami-tilang-e-tle.html
Naviri Magazine - Beberapa waktu lalu, kita sempat mendengar adanya e-tilang atau tilang yang menggunakan sistem elektronik. Kabar mengenai e-tilang seperti lenyap begitu saja, tanpa ada pemberitahuan lebih lanjut. Kini, muncul hal yang baru terkait hal ini, yang disebut e-TLE. Apa itu e-TLE?
Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) berbeda dari e-tilang yang diterapkan sejak Desember 2016. E-TLE dilakukan dengan memanfaatkan kamera CCTV (Closed Circuit Television) dan bukan polisi di lapangan.
Seluruh sistem E-TLE murni diterapkan secara elektronik, sejak penindakan pelanggaran hingga proses administrasi.
Setelah Surabaya, uji coba tilang elektronik menggunakan CCTV atau disebut E-TLE akan diuji coba selama sebulan di wilayah hukum Polda Metro Jaya, pada Oktober 2018 mendatang.
Sementara penilangan elektronik pada e-tilang, hanya berkaitan dengan proses administrasi. Fungsinya untuk mempercepat tugas polisi di lapangan saat menindak pelanggar, dengan memanfaatkan aplikasi di Android tanpa harus menulis data di surat tilang secara manual, pun memperlancar proses pembayaran denda.
"Jadi e-tilang itu pra menuju E-TLE. Pengenalan teknologi saja itu," tutur Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Budiyanto.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Andri Yansyah, menyampaikan, kamera CCTV untuk E-TLE akan dipasang di tiga titik di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
"Satu di Simpang Patung Kuda (patung Arjuna Wiwaha Monas), yang kedua Simpang Kebon Sirih, satunya lagi di Simpang Sarinah. (Dipasang) enam kamera CCTV, kan, bolak-balik," ujar Andri.
Kamera CCTV berteknologi canggih tersebut merupakan milik Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, berbeda dengan yang selama ini telah dipasang oleh Dishub DKI Jakarta, dan Kominfo.
"Untuk pengambilan gambar bisa mencapai 10 meter dengan waktu beroperasi 24 jam," kata Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Yusuf.
Ia menambahkan, CCTV didatangkan dari Tiongkok. Bisa mengambil berbagai macam sudut pandang.
CCTV pun dilengkapi sensor inframerah. Fitur ini memungkinkannya mengambil gambar pengemudi dan identitas kendaraan yang dianggap melanggar lalu lintas, secara otomatis. Sekalipun kendaraan bergerak dengan kecepatan lebih dari 35 kilometer per jam.
E-TLE akan menindak pelanggaran batas kecepatan, pelanggaran marka dan rambu jalan, seperti menerobos lampu merah atau kendaraan berada di zebra cross saat lampu merah, salah jalur atau melawan arus, kelebihan daya angkut dan dimensi, pengeteman atau parkir liar, dan tak menutup kemungkinan pelanggar ganjil genap yang terekam.
"Nanti pengemudi yang ugal-ugalan, tidak menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman, dan menggunakan ponsel saat berkendara, juga akan terdeteksi," beber Yusuf.
Untuk penentuan biaya tilang, disesuaikan dengan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Biaya tertinggi Rp500 ribu untuk pelanggaran batas kecepatan, tidak memasang pelat nomor, melanggar rambu lalu lintas, tidak membawa STNK, serta pengendara mobil yang persyaratan teknis seperti spion, lampu rem, dan sebagainya tidak lengkap.
Mekanisme E-Tle, sambung Yusuf, mengandalkan kamera CCTV sebagai sumber data pelanggaran. Hasil rekaman akan langsung terpantau di Traffic Management Center (TMC) Polda Metro Jaya.
"Di TMC nanti akan ada petugas yang menganalisis tangkapan gambar itu," jelas Yusuf.
Selain digunakan untuk mengidentifikasi pelat nomor dan informasi lainnya tentang pemilik kendaraan, hasil rekaman E-TLE bisa dijadikan barang bukti yang sah di mata hukum untuk menindak pelanggar.
Ada dua regulasi yang menjadi fondasi tilang E-TLE. Pertama, Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang tertera dalam pasal 272 ayat 1 dan 2.
Kedua, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan, dan Penindakan Pelanggaran LLAJ yang tertera dalam pasal 28 butir 1-5.
Budiyanto menambahkan, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga memperkuat dasar hukum E-TLE untuk tilang, bahwa informasi, dokumentasi, dan hasil cetak elektronika dapat digunakan menjadi alat bukti pengadilan.
Bagi pelanggar, penindakan pertama akan dilakukan konfirmasi melalui pemberitahuan ponsel. Menurut Budianto, ini diperlukan untuk menangkal salah sasaran pelanggaran.
Misalnya, pelanggar ternyata bukan pemilik kendaraan, atau bila pemilik sudah menjual mobil tapi belum ganti nama di BPKB. "Kami akan tanya apa iya tadi mobil melanggar, dan benar bapak atau ibu yang mengendarai," ucapnya.
Jika sudah pasti, petugas akan menentukan jenis dan pasal yang dilanggar, kemudian membuat dan mengirimkan surat tilang kepada pelanggar melalui Pos Indonesia.
Setelah itu, pelanggar dapat membayar denda tilang melalui ATM, internet banking, atau datang langsung ke bank. "Kalau lewat dari seminggu tidak dibayar juga, maka kami akan memblokir STNK pelanggar. Nanti pada saat membayar pajak tidak bisa sebelum tagihan denda tilangnya dilunasi," tutur Yusuf.
Jika pelanggaran kembali dilakukan tanpa membayar denda tilang sebelumnya, tagihan bersifat akumulatif.
Sementara ini, tilang E-TLE di Jakarta tidak berlaku untuk kendaraan non pelat nomor B, karena data registrasinya belum terintegrasi nasional.
Penindakan pun belum diterapkan selama uji coba, mengingat pihak kepolisian masih mempertajam sosialisasi kepada masyarakat.
Kendati demikian, Yusuf mengimbau agar pemilik kendaraan baru atau lama yang tinggal di Jakarta mendaftarkan email dan nomor ponsel di Samsat mulai 1 Oktober 2018, demi mempermudah konfirmasi dan identifikasi seandainya terjadi masalah seperti pencurian.
“Jadi bukan diwajibkan, keuntungannya buat mereka dapat informasi kalau kendaraannya ada masalah,” pungkas Yusuf.
Baca juga: Hati-hati! 14 Hari Tak Bayar Denda Tilang, STNK Akan Diblokir