Kisah Inflasi di Jerman dan Awal Bangkitnya Nazi-Hitler
https://www.naviri.org/2018/09/kisah-inflasi-di-jerman.html
Naviri Magazine - Adolf Hitler bersama Partai Nazi pernah menjadi penguasa di Jerman, bahkan melalui merekalah kemudian meletus Perang Dunia II. Yang mungkin masih jarang diketahui banyak orang, awal kebangkitan Hitler bersama Nazi tidak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi yang waktu itu membelit Jerman.
Usai Perang Dunia I, Jerman menjadi nergara yang hancur, dengan ekonomi morat-marit, nasib rakyat tidak jelas, dan uang sama sekali tak berharga karena nilainya telah jatuh. Itulah detik-detik awal bangkitnya Hitler bersama Nazi, yang kelak menorehkan sejarah baru.
Di berbagai tempat di dunia, monumen didirikan untuk mengenang peristiwa monumental nan heroik. Kecuali di Jerman, sebuah negara yang mendirikan monumen untuk memastikan agar sejarah tak berulang. Demikian kesimpulan sejarawan Neil McGregor dalam buku Germany: Memories of a Nation (2016).
Sepanjang riwayatnya, bangsa Jerman mengalami beberapa peristiwa pahit yang sangat membekas, di antaranya Perang Tiga Puluh Tahun (1618-1648), Perang Dunia I (1914-1918) yang berakhir dengan kekalahan memalukan, dan akhirnya pembantaian terhadap enam juta orang Yahudi di bawah Nazi (1933-1945).
Berkuasanya Nazi pada 1933 tak lepas dari hiperinflasi dan remuknya mata uang Jerman. Setelah kalah dalam pada Perang Dunia I, Jerman dihadapkan pada situasi ekonomi yang morat-marit, pemerintahan goncang, dan revolusi diserukan oleh kaum sayap kiri maupun sayap kanan.
Sebagai pecundang, Jerman wajib menanggung biaya perang dan ongkos rekonstruksi negara-negara pemenang perang. Sialnya lagi, Jerman membiayai perangnya dengan utang yang saat itu jatuh tempo dan mesti dilunasi. Awalnya, Jerman berharap memenangkan perang, sehingga mampu merebut daerah-daerah yang kaya sumber daya alam.
Spiegel melaporkan, pada 1914, 1 dolar AS setara dengan 4,2 papiermark (mata uang Jerman saat itu). Pada November 1923, 1 dolar AS senilai dengan 4,2 triliun papiermark. Inilah dampak dari kebijakan cetak uang secara gila-gilaan sepanjang perang. Spiegel mencatat, tiga hari setelah Jerman mengumumkan perang terhadap Rusia, pemerintah memutuskan untuk tidak menggunakan emas sebagai patokan riil nilai uang.
Penduduk Jerman membakar uang untuk menyalakan perapian dan memasak, karena harga kayu bakar saat itu lebih tinggi dari tumpukan uang yang mereka miliki. Selain itu, uang juga bertebaran di jalanan dan telah dianggap sebagai sampah yang perlu disapu.
Situasi ekonomi sedikit lebih stabil sejak AS menyuntikkan dana miliaran dolar ke Jerman, serta menekan Perancis dan Belgia agar mundur dari kawasan industri Ruhr supaya roda ekonomi Jerman kembali berjalan. Setelah stabil selama beberapa tahun, gantian AS dihantam krisis ekonomi yang kelak populer dengan nama Depresi Besar.
Pada 1929, Paman Sam berhenti membanjiri Jerman dengan pinjaman, dan malah menagih hutang. Efeknya luar biasa berat bagi Jerman: perusahaan-perusahaan nasional gulung tikar, angka pengangguran meningkat drastis, dan pemerintah terpaksa menaikkan pajak.
Pada 1933, partai Nazi yang kalah dalam pemilu beberapa bulan sebelumnya diizinkan membentuk kabinet. Selebihnya adalah tragedi kemanusiaan yang membikin Jerman malu tujuh turunan.
Salah satu bahan propaganda Nazi adalah kegagalan pemerintah mengatasi krisis ekonomi. Tentang hal ini, MacGregor punya catatan menarik. Propaganda Nazi bahwa "pemerintah telah dikuasai Yahudi" dicetak di balik uang kertas senilai 1 juta papiermark.
Ya, papiermark, mata uang yang sempat diperlakukan rakyat Jerman sebagai kayu bakar dan sampah di jalan.
Baca juga: Di Malaysia, Bayi Baru Lahir Sudah Punya Banyak Utang