Beethoven dan Berakhirnya Zaman Musik Klasik
https://www.naviri.org/2018/09/beethoven.html
Naviri Magazine - Ludwig van Beethoven adalah nama besar di dunia musik. Ia menciptakan simfoni-simfoni yang melegenda dan terus didengarkan dari masa ke masa. Pada 26 Maret 1827, dia meninggal dunia, dan setidaknya ada 20.000 orang yang menghadiri pemakamannya. Kenyataan itu membuktikan besarnya pengaruh Beethoven di zamannya. Kini, setelah 1,5 abad lebih setelah kematiannya, musik-musik Beethoven masih didengarkan.
Dalam pembabakan sejarah musik klasik, era Beethoven lazim disebut zaman Klasik, di mana musik instrumental sedang berada di puncak kejayaan. Lebih tepatnya, Beethoven hidup di babak akhir periode itu.
Para musikolog, salah satunya Grace Gridley Wilm dalam A History of Music (1940), berpendapat bahwa musik-musik Beethoven menjadi penanda transisi antara periode Klasik dengan periode sesudahnya, yang biasa disebut zaman Romantik.
Pada periode Romantik inilah musik-musik vokal dalam format opera mulai berkembang pesat. Dengan kata lain, Beethoven menjadi jembatan dua periode paling penting dalam sejarah musik klasik Barat.
"Simfoni Nomor 9" adalah penanda paling jelas dari masa transisi tersebut. Beethoven melahirkan beberapa terobosan baru yang tidak ada presedennya dalam periode Klasik. Struktur formal sebuah simfoni yang dianggap baku oleh para musisi zaman Klasik, misalnya, diterabas begitu saja oleh Beethoven. Ia juga memperpanjang skala simfoni dan memperluas jangkauannya.
Pada movement 1, meski Beethoven masih menyajikan gaya sonata ala zaman Klasik, ia membiarkan pendengarnya menikmati campur-aduk harmonis antara fortissimo yang menghentak dengan bagian akhir yang rada tenang.
Tidak berhenti sampai di situ, Beethoven malah menukar scherzo yang energetik pada movement ke-2. Lazimnya, di periode Klasik, scherzo ditempatkan pada movement ke-3.
Sementara di movement ke-3, sang maestro menyajikan nada-nada yang kalem dan tenteram, seakan-akan pendengarnya berada dalam suasana pastoral yang penuh doa-doa. Di sinilah terlihat ide visioner Beethoven dalam memperlakukan sebuah simfoni: menempatkan adagio pada movement ke-3, alih-alih di bagian ke-2.
Pada movement pamungkas, semakin tampak betapa Beethoven memang seorang jenius yang melampaui zamannya. Ia menambah unsur vokal (chorus) yang liriknya diambil dari puisi panjang karya Friedrich Schiller, “An die Freude”, atau yang lebih dikenal dengan judul “Ode to Joy”. Beethoven orang pertama yang secara kreatif memasukkan unsur vokal dalam sebuah simfoni.
Di periode yang sangat “instrumentalistik” itu, melibatkan vokal dalam simfoni adalah bidah. Tapi Beethoven berani melakukannya dan malah dianggap sebagai terobosan penting sekaligus berpengaruh bagi generasi musisi sesudahnya.
Ia, lewat “Simfoni Nomor 9”, merambah segala kemungkinan yang bahkan tidak pernah terpikirkan oleh si jenius Mozart atau sang Bapak Simfoni Joseph Haydn—dua ikon paling agung dari zaman Klasik.
Baca juga: Simfoni Nomor 9, Tonggak Penting di Dunia Musik