Bagaimana Bulan Terbentuk di Langit?
https://www.naviri.org/2018/09/bagaimana-bulan-terbentuk-di-langit.html
Naviri Magazine - Setiap malam, orang-orang di Bumi selalu mendapati Bulan muncul di kegelapan langit, memberi cahaya pada kegelapan. Kita bisa membayangkan, di masa lalu ketika lampu listrik dan sumber cahaya masih langka, keberadaan Bulan tentu sangat penting bagi manusia. Di masa itu pula, bisa jadi manusia menatap ke langit, memandangi Bulan, dan bertanya-tanya bagaimana Bulan bisa muncul di langit?
Kenyataannya, bahkan sampai sekarang orang-orang masih terus mempelajari bagaimana asal usul Bulan bisa terbentuk. Sebelumnya, telah ada teori yang memberi penjelasan mengenai terbentuknya Bulan, namun teori itu diruntuhkan atau setidaknya disanggah oleh teori dan kemungkinan lain. Seperti yang kembali terjadi sekarang.
Simon Lock, mahasiswa pascasarjana Harvard University, Amerika Serikat, memimpin sebuah tim gabungan ilmuwan dari beberapa universitas. Mereka mempublikasikan sebuah penelitian mengenai asal muasal Bulan, si satelit Bumi, di Journal of Geophysical Research: Planet.
Tim ilmuwan itu berhipotesis bahwa Bulan terbentuk dari "awan berbentuk donat" yang sangat besar dari bebatuan yang menguap, atau dikenal dalam istilah teknis: sinestia.
Teori tradisional menyatakan asal mula Bulan berawal dari benda langit seukuran Planet Mars menabrak batuan yang akhirnya menjadi Bumi. Teori itu berpendapat bahwa tubrukan tersebut mematahkan proto-Bumi menjadi dua bongkahan batu. Bongkahan yang lebih besar menjadi Bumi, dan yang lebih kecil menjadi Bulan.
Namun, Lock dan timnya tidak setuju teori tradisional pembentukan Bulan itu. Mereka mengatakan bahwa "sebenarnya sangat sulit" hal tersebut untuk bisa terjadi, karena dibutuhkan massa yang besar untuk mengorbit Bumi seperti yang Bulan lakukan saat ini.
Tim peneliti kemudian mulai mempertimbangkan kemungkinan lain. Menghasilkan sebuah teori yang diyakini menjelaskan beberapa fitur bulan yang menurut mereka tidak sesuai dengan penjelasan tradisional tentang bagaimana Bulan terbentuk.
Mereka mengklaim bahwa model mereka adalah model pertama yang mampu "mencocokkan pola komposisi Bulan."
Para periset mengatakan uji coba menunjukkan bahwa sidik jari "isotopik" dari Bumi dan bulannya hampir sama, yang mungkin berarti asal-usulnya sama.
Namun, mereka menambahkan bahwa menurut teori tradisional, Bulan terbentuk oleh dua potongan besar batu yang diyakini para ilmuwan saling menghancurkan satu sama lain pada beberapa ribu tahun yang lalu. Masalahnya, meskipun komposisi Bumi dan Bulan hampir sama, namun tidak sama persis.
Para ilmuwan telah mempelajari selama bertahun-tahun bahwa bulan mengandung sejumlah unsur volatil yang jauh lebih kecil, seperti tembaga, kalium, dan sodium, yang semuanya sangat umum di Bumi.
Lock dan timnya mempertanyakan mengapa ada perbedaan dalam jumlah kandungan jika Bumi dan Bulan dulunya menyatu. Inilah yang kemudian menjadi dasar sebuah teori baru tentang bagaimana Bulan terbentuk.
"Belum ada penjelasan bagus untuk ini," kata Lock. "Orang-orang telah mengajukan berbagai hipotesis tentang bagaimana Bulan bisa berakhir dengan sedikit kandungan volatil, tapi tidak ada yang mampu secara kuantitatif mencocokkan komposisi bulan."
Mereka berhipotesis bahwa ketika tubrukan besar terjadi, potongan besar yang akhirnya menjadi Bulan bukanlah cakram seperti yang disarankan semula. Sebaliknya, mereka percaya itu adalah sinestia, yang pada dasarnya adalah awan berbentuk donat besar yang menguap.
Sekitar 10 persen dari bagian Bumi akan mengalami penguapan dan sisanya menjadi batu cair, kata periset. Batu cair tersebut kemudian menjadi benih Bulan, sepotong batu cair yang relatif kecil tak jauh dari pusat sinestia. Saat sinestia mulai mendingin dan jatuh ke arah intinya, beberapa "hujan" batu cair ini akan jatuh ke benih bulan.
"Tingkat curah hujan sekitar sepuluh kali lipat dari badai di Bumi," Lock menjelaskan. "Seiring berjalannya waktu, seluruh struktur menyusut, dan Bulan muncul dari uap. Akhirnya, keseluruhan sinestia mengembun dan yang tersisa adalah bola dari batu cair berputar yang membentuk Bumi seperti yang kita kenal sekarang."
Teori model formasi ini juga akan memecahkan masalah unsur volatil yang hilang, juga sesuai dengan kesamaan isotop, karena Bumi dan Bulan terbentuk dari sinestia yang sama.
Tapi karena bulan membentuk tekanan puluhan atmosfer uap di sekelilingnya, dengan suhu antara 2.200 dan 3.300 derajat Celsius, maka kondisi ini akan menguapkan unsur-unsur yang dimaksud.
Meski begitu, teori baru ini masih butuh proses panjang. Mengingat sinestia belum pernah diamati dan masih harus dibuktikan keberadaannya. Pengujian material Bulan juga bisa membantu mengetahui seberapa besar kemungkinan skenario tersebut.
"Ini adalah model dasar. Kami telah melakukan perhitungan setiap proses yang masuk ke dalam pembentukan Bulan, dan menunjukkan bahwa model tersebut dapat bekerja. Namun ada berbagai aspek teori kami yang memerlukan lebih banyak pemeriksaan," jelas Lock.
Baca juga: Perovskite, Mineral Misterius di Kedalaman Bumi