Kisah Atlantis dan Misteri Kehancurannya (Bagian 5)
https://www.naviri.org/2018/09/atlantis-page-5.html
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Atlantis dan Misteri Kehancurannya - Bagian 4). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Menjelang hari kiamat
Ramalan “kiamat” pernah beredar secara luas, namun hanya orang pintar dan yang mengikuti jalan spritual yang tahu penyebabnya. Akhir dari peradaban kami hanya disebabkan oleh segelintir manusia!
Ramalan mengatakan, “Bumi akan naik, daratan baru akan muncul, semua orang mulai berjuang lagi. Hanya segelintir orang bernasib mujur akan hidup, mereka akan menyebar ke segala penjuru di daratan baru, dan kisah Atlantis akan turun-temurun, kami akan kembali ke masa lalu.”
Lumba-lumba pernah memberitahu kami bahwa hari “kiamat” akan tiba. Kami tahu saat-saat tersebut semakin dekat, sebab telah dua pekan tidak bertemu lumba-lumba. Mereka memberitahu saat kami akan pergi ke sebuah tempat yang tenang, dan menjaga bola kristal. Lumba-lumba memberitahu kami dapat pergi dengan aman ke barat.
Banyak orang meninggalkan Atlantis, mencari daratan baru. Sebagian pergi sampai ke Mesir. Ada juga yang menjelang “kiamat” meninggalkan Atlantis dengan kapal perahu, ke daratan baru yang tidak terdapat di peta. Daratan-daratan itu bukan merupakan bagian dari peradaban kami, karena itu tidak dalam perlindungan kami.
Banyak yang merasa kecewa dan meninggalkan kami, aktif mencari lingkungan yang maju dan aman. Karenanya, Atlantis nyaris tidak ada pendatang. Namun, setelah perjalanan segelintir orang hingga ke daratan yang “aneh”, mereka kembali dengan selamat. Dan keadaan negerinya paling tidak telah memberitahu kami pengetahuan tentang kehidupan di luar Atlantis.
Saya memilih tetap tinggal, memastikan kristal energi tidak mengalami kerusakan apa pun, hingga akhir. Kristal selalu menyuplai energi ke kota. Saat beberapa pekan terakhir, kristal ditutup oleh pelindung transparan yang dibuat dari bahan khusus.
Mungkin suatu saat nanti, ia akan ditemukan, dan digunakan sekali lagi untuk maksud baik. Saat kristal ditemukan, ia akan membuktikan peradaban Atlantis, sekaligus menyingkap misteri lain yang tak terungkap selama beberapa abad.
Saya masih ingat hari yang terpanjang, hari terakhir, detik terakhir, bumi kandas, gempa bumi, letusan gunung berapi, bencana kebakaran. Lempeng bumi saling bertabrakan dengan keras. Bumi sedang mengalami kehancuran, orang-orang di dalam atap lengkung bangunan kristal bersikap menyambut saat kedatangannya. Jiwa saya sangat tenang.
Sebuah gedung berguncang keras. Saya ditarik seseorang ke atas tembok, kami saling berpelukan. Saya berharap bisa segera mati. Di langit asap, tebal bergulung-gulung, saya melihat lahar bumi menyembur, kobaran api merah mewarnai langit. Ruang dalam rumah penuh asap, kami sangat sesak. Lalu saya pingsan.
Selanjutnya, saya ingat roh saya terbang ke arah terang. Saya memandang ke bawah dan melihat daratan sedang tenggelam. Air laut bergelora, menelan segalanya. Orang-orang lari ke segala penjuru. Jika tidak ditelan air dahsyat, pasti jatuh ke dalam kawah api.
Saya mendengar dengan jelas suara jeritan. Bumi seperti sebuah cerek air raksasa yang mendidih, bagai seekor binatang buas yang kelaparan, menggigit dan menelan semua buruannya. Air laut telah menenggelamkan daratan.
Sumber kehancuran
Lewat ingatan Inggrid Benette, diketahui tingkat perkembangan teknologi bangsa Atlantis berbeda sekali dengan peradaban kita sekarang, bahkan pengalamannya akan materiil berbeda dengan ilmu pengetahuan modern, sebaliknya mirip ilmu pengetahuan Tiongkok kuno, berkembang dengan cara yang lain.
Peradaban seperti itu jauh melampaui peradaban sekarang. Mendengarnya saja, seperti membaca novel fiktif. Bandingkan dengan masa kini, kemampuan jiwa bangsa Atlantis sangat diperhatikan, bahkan mempunyai kemampuan supernormal, mampu berkomunikasi dengan hewan, yang diperhatikan orang sekarang adalah pintar dan berbakat, dicekoki berbagai pengetahuan, namun mengabaikan kekuatan dalam.
Bangsa Atlantis mementingkan “inteligensi jiwa” dan “tubuh” untuk mengembangkan seluruh potensi terpendam pada manusia. Hal itu membuat peradaban mereka bisa berkembang pesat dalam jangka panjang, dan tidak menimbulkan gejala ketidakseimbangan. Mengenai punahnya peradaban Atlantis, layak direnungkan orang sekarang.
Plato menggambarkan kehancuran Atlantis dalam dialognya sebagai berikut:
“Hukum yang diterapkan Dewa Laut membuat rakyat Atlantis hidup bahagia, keadilan Dewa Laut mendapat penghormatan tinggi dari seluruh dunia, peraturan hukum diukir di sebuah tiang tembaga oleh raja-raja masa sebelumnya, tiang tembaga diletakkan di tengah di dalam pulau kuil Dewa Laut.
Namun masyarakat Atlantis mulai bejat, mereka yang pernah memuja dewa palsu menjadi serakah, maunya hidup enak dan menolak kerja dengan hidup berfoya-foya dan serba mewah.”
Plato, yang acap kali sedih terhadap sifat manusia, mengatakan:
“Pikiran sekilas yang suci murni perlahan kehilangan warnanya, dan diselimuti oleh gelora nafsu iblis, maka orang-orang Atlantis yang layak menikmati keberuntungan besar itu mulai melakukan perbuatan hina, orang yang arif dapat melihat akhlak bangsa Atlantis yang makin hari makin merosot, kebajikan mereka yang alamiah perlahan-lahan hilang, tapi orang-orang awam yang buta malah dirasuki nafsu, tak dapat membedakan benar atau salah, masih tetap gembira, dikiranya semua atas karunia Tuhan.”
Hancurnya peradaban disebabkan oleh segelintir manusia, banyak yang tahu sebabnya, akan tetapi sebagian besar orang mengabaikannya. Maka timbul kelongsoran besar, dalam akhlak dan tidak dapat tertolong.
Sejumlah kecil orang berbuat kesalahan, tidak begitu menakutkan. Yang menakutkan adalah ketika sebagian besar orang “mengabaikan kesalahan”, hingga “membiarkan perubahan” selanjutnya, dan diam-diam “menyetujui kejahatan”.
Kita, sebagai orang modern, dapat menjadikan sejarah sebagai cermin pelajaran, merenungi kembali ilmu yang kita kembangkan, yang mengenal kehidupan hanya berdasarkan pengenalan yang objektif terhadap dunia materi yang nyata, dan mengabaikan hakikat kehidupan dalam jiwa.
Makna kehidupan sejati berangsur menjadi bisnis memenuhi nafsu materi, seperti ilmuwan Atlantis. Segelintir orang tunduk pada keserakahan, tidak mempertahankan kebenaran, demi kekuasaan dan kemuliaan, mengembangkan teknologi yang salah, merusak lingkungan hidup. Apakah kita sedang berbuat kesalahan yang sama?
Baca juga: Kisah Ababil, Burung-burung yang Menghancurkan Pasukan Gajah