Bagaimana Aplikasi Jodoh Mempertemukan Pasangan yang Tepat?
https://www.naviri.org/2018/09/aplikasi-jodoh.html
Naviri Magazine - Ada banyak aplikasi pencari jodoh atau pasangan yang saat ini populer dan digunakan banyak orang. Mereka yang menggunakan aplikasi semacam itu bisa karena memang ingin mendapatkan pasangan, ingin menjalin hubungan, atau sekadar ingin mendapat kencan. Yang jelas, melalui aplikasi-aplikasi itu, ada orang-orang yang telah berhasil mendapatkan jodoh, atau pun pasangan yang dianggap cocok.
Bagaimana aplikasi-aplikasi pencari jodoh bisa mempertemukan pasangan-pasangan yang cocok atau tepat?
Ed Finn, dalam buku berjudul “What Algorithms Want: Imagination in the Age of Computing”, mengungkapkan bahwa salah satu definisi algoritma ialah suatu set instruksi untuk memanipulasi data. Dalam bukunya, Finn mengungkap bahwa algoritma ada di mana-mana, mulai dari pasar saham, komposisi musik, mengendalikan mobil, menulis sebuah berita, hingga tidak ketinggalan: menentukan siapa cocok dengan siapa.
Layanan OkCupid, Match.com, eHarmony, hingga yang paling anyar Tinder, menggunakan algoritma untuk menentukan siapa yang cocok dengan siapa. Joseph Essas, Chief Technology Officer eHarmony, mengatakan bahwa ada banyak variabel pembentuk algoritma pada layanan eHarmony.
Dalam penuturannya pada Fortune, eHarmony menganalisis lusinan variabel pengguna. Selain informasi pribadi, variabel itu termasuk waktu yang dihabiskan dalam menggunakan eHarmony, hingga berapa lama pengguna merespons email terkait perjodohan yang dilakukan.
“Ini bukan hanya tentang Anda suka sebuah film, tapi film juga harus menyukai Anda,” kata Essas.
Christian Rudder, salah seorang pendiri OkCupid, dalam video yang diunggah TED-Ed, organisasi nirlaba yang fokus pada pendidikan, mengungkap bahwa algoritma di balik perjodohan yang dilakukan OkCupid disebutnya “sangat sederhana.”
“(Algoritma OKCupid) dibentuk oleh beberapa pertambahan, perkalian, dan sedikit akar pangkat dua,” kata Rudder mencoba merahasiakan algoritma sesungguhnya OkCupid.
Redder mengungkapkan secara tersirat bahwa algoritma OkCupid tidak akan berarti banyak, tanpa ada data yang mendukung kerja algoritma menentukan siapa cocok dengan siapa. Data yang dimaksud Redder, sebagaimana dilakukan Tarr, ialah pertanyaan atau kuis. Pertanyaan atau kuis tersebut dianggap sebagai cara ampuh mengetahui siapa sosok si pengguna yang ingin dijodohkan.
Pertanyaan atau kuis yang dijadikan cara mengungkap sosok si pengguna perlu memiliki tiga kriteria. Ketiga kriteria itu ialah: jawaban si pengguna, jawaban yang dikehendaki si pengguna dari orang lain, dan seberapa penting pertanyaan bagi si pengguna. Melalui algoritma “sangat sederhana” tersebut, ini dijadikan patokan OkCupid menentukan siapa cocok dengan siapa.
Namun, Eli Finkel, peneliti pada Northwestern University, mengungkapkan bahwa layanan seperti OkCupid hanya fokus pada data personal semata. Menjodohkan hanya dari kesamaan dan perbedaan. Padahal, dalam keterangannya pada The Washington Post, Finkel mengatakan ada tiga kunci sukses sebuah hubungan. Ketiga kunci sukses itu ialah karakter individu, kualitas interaksi, dan keadaan sekitar seperti ras atau kesehatan atau status ekonomi.
Ketiga kunci sukses ini umumnya tidak diketemukan dalam layanan-layanan seperti OkCupid, Match.com, maupun Tinder. Secara tersirat, layanan-layanan demikian hanya mencoba mendorong sosok A bertemu dengan sosok B semata. Bukan membantu membangun hubungan seutuhnya.
Baca juga: Asal Usul Layanan Aplikasi Pencari Jodoh