Mengapa Ada Perusahaan Terbuka dan Ada Perusahaan Tertutup?
https://www.naviri.org/2018/08/perusahaan-terbuka.html
Naviri Magazine - Perusahaan-perusahaan besar umumnya tercatat di bursa saham sebagai perusahaan terbuka. Karena menjadi perusahaan terbuka, maka siapa pun bisa membeli saham perusahaan tersebut, dan secara otomatis ikut menjadi pemilik perusahaan bersangkutan.
Biasanya, ketika perusahaan masuk bursa saham, pertumbuhan perusahaan akan semakin cepat, karena masuknya banyak uang dari saham.
Meski begitu, tidak semua perusahaan memilih jalur semacam itu. Ada pula perusahaan besar yang memilih untuk menjadi perusahaan tertutup. Jika perusahaan yang masuk bursa saham disebut go public, perusahaan yang keluar dari bursa saham dan menjadi perusahaan tertutup disebut go private.
Apa yang menjadi alasan perusahaan, ketika memutuskan untuk menjadi privat atau tertutup? Emiten yang memutuskan untuk keluar dari anggota bursa efek memang hal yang biasa terjadi. Di Indonesia, misalnya, cukup banyak perusahaan yang ingin keluar dari lantai bursa (delisting), atau menjadi perusahaan tertutup.
Sekadar informasi, menjadi perusahaan publik itu tidak mudah. Meski mendapatkan pendanaan di luar lembaga keuangan, perusahaan publik memiliki sejumlah kewajiban yang harus dapat dipenuhi, sebagaimana diatur UU Pasar Modal.
Selain itu, hal yang paling sulit untuk dilakukan perusahaan adalah harus selalu membuka rahasia dirinya, mulai kinerja keuangan, tahapan ekspansi, kerja sama dengan pihak ketiga, dan lain sebagainya. Tentunya ini tidak dirasakan apabila perusahaan masih tertutup.
Penyampaian laporan tahunan, misalnya. Perusahaan wajib melaporkan pertanggungjawaban direksi dan dewan komisaris dalam melakukan pengurusan dan pengawasan terhadap emiten dalam kurun waktu 1 tahun, kepada pemegang saham. Ketentuan tersebut tertuang di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 29/2016 tentang laporan tahunan emiten.
Sedikitnya, ada 10 hal yang harus dimuat di dalam laporan tahunan tersebut. Mulai dari ikhtisar data keuangan penting; informasi saham; laporan direksi; laporan dewan komisaris; profil emiten; analisis dan pembahasan manajemen; tanggung jawab sosial dan lingkungan emiten.
Kemudian, tata kelola emiten; laporan keuangan tahunan yang telah diaudit. Terakhir, surat pernyataan anggota direksi dan anggota dewan komisaris tentang tanggung jawab atas laporan tahunan. Banyak hal yang membuat perusahaan memilih keluar dari bursa efek. Namun yang pasti, penyebab perusahaan keluar dilakukan dengan sukarela (voluntary delisting) atau secara paksa (forced delisting).
Delisting sukarela terjadi karena emiten bersangkutan mengajukan permohonan untuk keluar dari bursa, dengan alasan-alasan internal perusahaan. Misal, alasan untuk menjadi perusahaan tertutup, karena akan diakuisisi, merger, dan lainnya.
Contoh perusahaan yang memilih delisting secara sukarela yakni PT Aqua Golden Missisippi Tbk (AQUA), pada 1 April 2011. Mereka menginginkan untuk menjadi perusahaan tertutup karena sudah mampu mendanai operasional perusahaan secara mandiri.
Dalam upaya menjadi perusahaan tertutup, Aqua menggelontorkan dana sekitar Rp358,13 miliar. Kala itu, harga saham yang dibeli Aqua untuk menjadi perusahaan tertutup mencapai Rp500.000 per saham.
Sementara itu, delisting yang dilakukan secara paksa adalah delisting yang terjadi karena perusahaan yang bersangkutan tidak mampu memenuhi kriteria dan syarat pencatatan yang telah ditetapkan bursa efek.
Contoh perusahaan yang terkena delisting secara paksa antara lain PT Inovisi Infracom Tbk (INVS), pada 23 Oktober 2017. Emiten infrastruktur telekomunikasi ini didepak otoritas bursa, karena adanya indikasi negatif terhadap kelangsungan usaha INVS.
Baca juga: Mengenali Karakter Konsumen untuk Kesuksesan Bisnis