Mengungkap Perbudakan Seks di Zaman Penjajahan Jepang (2)
https://www.naviri.org/2018/08/perbudakan-seks-jepang-part-2.html
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Mengungkap Perbudakan Seks di Zaman Penjajahan Jepang - 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Sementara itu, perang terus berlangsung, dan jumlah tentara Jepang yang berpangkalan di berbagai daerah Asia Pasifik terus mengalami peningkatan. Oleh sebab itu, permintaan Jugun Ianfu untuk militer juga meningkat. Sehingga cara-cara baru untuk mempekerjakan para perempuan diciptakan.
Hal itu menyangkut peningkatan penggunaan cara-cara penipuan dan kekerasan di banyak tempat di kawasan Asia Timur (khususnya Korea yang telah dikolonisasi Jepang tahun 1910).
Tiga Jenis rekrutmen dapat diidentifikasi, antara lain para perempuan yang menyediakan diri mereka secara sukarela (pekerja seks komersial), tipu daya kepada para perempuan dengan tawaran pekerjaan dengan upah tinggi di restoran sebagai tukang masak/tukang cuci, dan penculikan disertai tindak kekerasan pada perempuan secara kejam di sejumlah negara di Asia Pasifik, di bawah kekuasaan Jepang.
Hal itu diperkuat oleh Undang-undang Mobilisasi Umum Nasional oleh pemerintah Jepang, yang dikeluarkan tahun 1932, namun belum sepenuhnya dilaksanakan sampai tahun-tahun mendekati berakhirnya perang. Dengan mendesaknya kebutuhan perang atas sumber daya manusia, perempuan dan laki-laki dipanggil untuk menyumbangkan tenaga bagi usaha perang.
Sehubungan dengan hal ini, Korps Pelayanan Sosial Perempuan didirikan sebagai dalih mengumpulkan perempuan untuk bekerja di pabrik atau melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan perang, untuk membantu militer Jepang.
Lokasi Ianjo tampaknya mengikuti arah perang berlangsung. Ianjo-Ianjo dapat ditemukan dimana pun tentara Jepang berada. Ianjo-Ianjo dikenal juga melalui berbagai sumber di Cina, Taiwan, Filipina, Kepulauan Pasifik, Singapura, Malaysia, Myanmar, dan Indonesia.
Militer Jepang sangat cermat dalam sistem prostitusi. Peraturan dalam pengoperasian Ianjo di berbagai wilayah taklukan militer Jepang di Asia Pasifik memiliki kesamaan sistem, seperti harga yang ditetapkan untuk masuk ke Ianjo, pembelian tiket masuk ke Ianjo, jam berkunjung, kontrol kesehatan yang ketat terhadap para Jugun Ianfu agar terhindar dari penyakit menular seksual, pemberian kondom kepada setiap pengunjung yang masuk ke Ianjo, hingga larangan menggunakan senjata dan penggunaan alkohol di lingkungan Ianjo.
Meski telah diberlakukan kontrol kesehatan terhadap para militer Jepang yang menggunakan fasilitas Ianjo, namun banyak dari mereka menolak menggunakan kondom. Sehingga dampak buruk kesehatan, seperti terkena penyakit kelamin atau terjadi kehamilan yang tidak diinginkan, menimpa para Jugun Ianfu di berbagai lokasi Ianjo di seluruh kawasan Asia Pasifik.
Beberapa temuan memorabilia menjadi bukti bahwa Ianjo dikelola dengan menajemen yang rapi oleh militer. Meski bangunan Ianjo di berbagai wilayah Asia Pasifik telah musnah, namun di Shanghai masih ditemukan utuh bangunan Ianjo pertama di dunia, yang dibangun dan dikelola di bawah kontrol militer Jepang.
Ianjo pertama dibangun tahun 1932. Seorang sejarawan Cina, Prof. Su Zhiliang, melakukan penelitian selama 15 tahun mengenai lokasi Ianjo di Cina.
Sekitar 149 Ianjo ditemukan menyebar di 20 provensi di Cina. Di bawah ini merupakan temuan memorabilia sangat penting.
Daiich Saloon, berada di Shanghai. Hingga saat ini, Daiich Saloon masih ada, meski di beberapa bagian bangunan telah berubah. Usaha pelestarian dan restorasi telah dimulai di Cina terhadap Ianjo-Ianjo yang ditemukan Prof. Su Zhiliang. Di sejumlah negara juga masih ditemukan bangunan Ianjo, seperti di Filipina, Taiwan, Malaysia, Singapura, dan Myanmar.
Dengan ditemukan berbagai bukti sejarah tersebut, pendapat yang menyatakan bahwa praktik Jugun Ianfu Perang Asia Pasifik adalah ketidaksengajaan dalam situasi perang adalah tidak benar. Juga sama sekali tidak benar apa yang menimpa 400.000 perempuan (Korea Selatan, Korea utara, Cina, Filipina, Taiwan, Indonesia, Timor Leste, dan Belanda) yang diperkosa secara sistematis selama invasi militer Jepang di kawasan Asia Pasifik adalah sebuah kemauan sukarela.
Baca juga: Sejarah Kelam dan Kisah Pembantaian Orang-orang Belanda