Fakta, Para Pencipta Media Sosial Tidak Kecanduan Media Sosial
https://www.naviri.org/2018/08/pencipta-media-sosial-tidak-kecanduan-medsos.html
Naviri Magazine - Media sosial telah menjadi penting di dunia maya, yang digunakan jutaan orang setiap hari, detik demi detik. Apa saja diunggah ke media sosial. Mencuit di Twitter, mengunggah foto di Instagram, aktif berdiskusi di Facebook, dan lain-lain.
Kedekatan banyak orang dengan media sosial, perlahan-lahan menimbulkan kecanduan. Itu sudah jadi kenyataan yang menimpa banyak orang. Saat tidak terhubung dengan media sosial, mereka merasa ada yang kurang.
Itu tentu saja ironis, mengingat para pencipta media sosial, juga para pekerja di perusahaan media sosial, justru tidak kecanduan media sosial, bahkan membatasi diri dalam menggunakan media sosial.
Kevin Holesh membuat sebuah aplikasi bernama Moment, yang ditujukan untuk melacak seberapa lama kita menghabiskan waktu dengan smartphone. Laporannya menunjukkan, rata-rata pengguna menghabiskan lebih dari tiga jam per hari.
Maksud Holesh melalui aplikasi tersebut adalah membantu konsumen agar tak kecanduan telepon pintar, dan lebih banyak meluangkan waktu tanpanya. Ternyata, aplikasi buatannya sangat berpengaruh juga untuk Holesh, dia jadi lebih jarang menggunakan smartphone, dan tak sering lagi membuka Moment.
Cerita tentang pencipta aplikasi yang tak kecanduan produknya sendiri, tidak hanya dialami Holesh. Dilansir The Guardian, para pendiri, CEO, jajaran eksekutif di perusahaan media sosial, juga jarang menggunakan produknya.
Lihat saja timeline Mark Zuckerberg di Facebook, dia terkadang memposting suatu hal sehari sekali, kadang hampir seminggu sekali, juga terkadang hampir satu bulan dia baru muncul lagi setelah postingan sebelumnya.
Itu pun tak dia lakukan sendiri, Zuckerberg punya tim yang mengurus akun Facebook. Setidaknya ada 12 moderator yang didedikasikan untuk menghapus komentar dan spam di lini masanya. Zuckerberg juga punya karyawan yang membantunya menulis post, serta sejumlah fotografer profesional yang memotret dirinya untuk kemudian diunggah.
Di Twitter, tak jauh berbeda. Co-founder Twitter, Jack Dorsey, telah mengirim sekitar 23.000-an cuitan sejak media sosial ini dirilis; tentunya banyak sekali pengguna biasa yang mencuit lebih banyak darinya.
Ned Segal, pejabat utama keuangan di Twitter Inc., telah menggunakan media sosial tersebut selama enam tahun. Selama itu, rata-rata dia hanya mengirim kurang dua cuitan per bulan.
Sementara Kevin Sytrom, CEO dan Co-founder Instagram, baru mengirim 1.587 unggahan di Instagram. Bandingkan dengan salah satu pengguna aktif Instagram dari Indonesia, Karin Novilda alias Awkarin, yang sudah mencapai 3.563 posting-an. Perbandingan tersebut belum termasuk jumlah Instastory, di mana Kevin Sytrom pasti kalah telak dari Awkarin.
Adam Alter, psikolog yang dalam beberapa tahun terakhir memfokuskan diri pada masalah kecanduan teknologi, mengatakan bahwa para petinggi di media sosial justru membatasi keluarga mereka dalam mengakses produk perusahaan.
"Mereka akan naik ke atas panggung, 'ini adalah produk terhebat sepanjang masa', tetapi mereka tidak membiarkan anak-anak mereka mengakses produk yang sama," kata Alter.
Secara keseluruhan, memang sudah sepantasnya anjuran mengurangi penggunaan gawai tak cuma berlaku untuk media sosial. Ini juga untuk segenap teknologi, yang membuat kita terlalu mengandalkannya.
Mendiang pendiri Apple Inc., Steve Jobs, pernah blak-blakan dalam sebuah wawancara kepada The New York Times, "Kami membatasi berapa banyak teknologi yang digunakan anak-anak di rumah."
Baca juga: Pengguna Medsos Lebih Rentan Mengalami Depresi