Penemuan Spesies Katak ‘Sleeping Beauty’ di Peru
https://www.naviri.org/2018/08/katak-sleeping-beauty.html
Naviri Magazine - Meski banyak hewan yang telah ditemukan dan dikenali, namun ternyata masih banyak hewan lain di luar sana yang belum terdeteksi manusia. Karenanya, dari waktu ke waktu, para ilmuwan terus menemukan spesies-spesies baru, dan mengenalkannya sebagai bagian dari keluarga satwa. Salah satu penemuan yang tergolong baru adalah temuan spesies katak yang disebut ‘katak sleeping beauty’.
Penemuan itu diawali ketika seorang ahli biologi, German Chavez, mendengar gema suara melalui hutan tertinggi Taman Nasional Tingo María. Chavez tidak mengenali suara tersebut, jadi ia pergi keluar untuk mencari sumber suara yang khas. Hingga ia sampai, kemudian menemukan katak cokelat kecil dengan panjang kurang dari satu inci (2,5 cm) di atas pohon.
"Kita bisa lihat kaki yang merah cerah, dan itu adalah kejutan," kata Chavez, seorang ahli biologi dari Pusat Ornitologi dan Keanekaragaman Hayati Peru. "Kami tidak pernah melihat katak seperti itu."
Katak memiliki berbagai warna menyilaukan, tergantung pada genus, begitu pula dengan lipatan paha mereka; katak yang berkaitan memiliki bercak-bercak kuning, cokelat, dan bahkan oranye di lipatan paha mereka, paha, dan sumsum. Namun untuk memiliki pigmentasi terang, seperti merah, itu cukup menarik minat peneliti.
"Fungsi pigmen tersebut untuk spesies ini, kami masih tidak tahu," ujar rekan penemu, Alessandro Catenazzi, dari Southern Illinois University. "Tapi kami mulai dengan menempatkan nama di atasnya."
Setelah dua tahun menganalisis, Chavez dan Catenazzi telah mengonfirmasi bahwa katak berlipatan paha merah merupakan spesies baru bagi ilmu pengetahuan. Ia diberi nama Pristimantis pulchridormientes, atau ‘katak hujan sleeping beauty’. Nama ini merujuk pada pegunungan di mana katak itu ditemukan. Penduduk setempat menggambarkan gunung tersebut seperti wanita yang sedang berbaring tidur.
Penemuan itu dipublikasikan dalam jurnal ZooKeys. Temuan katak itu menambah jajaran Pristimantis yang pernah ada. Genus katak tropis dengan keanekaragaman menakjubkan ini memiliki 131 spesies hidup di Peru, yang sedang dipelajari selama beberapa dekade.
"Ketika saya diperkenalkan dengan beberapa spesies ini di lapangan, saya bertanya, ‘Mengapa orang tidak mempelajari katak ini?’ Dan seorang mahasiswa pascasarjana mengatakan, 'Yah, sulit untuk membuat orang bersemangat meneliti katak cokelat kecil ini’,” ujar ahli biologi dari Ohio Northern University, Katherine Krynak.
Para ilmuwan sekarang telah menunjukkan bahwa ada sesuatu pada Pristimantis, namun membosankan, seperti penelitian trailblazing oleh herpetologis William Duellman dan John Lynch. Beberapa tahun terakhir, ahli biologi telah menemukan kaleidoskopik spesies Pristimantis.
Hanya saja, menambah jajaran Pristimantis dari temuan terbaru bukan satu-satunya hasil penting dari ekspedisi ke Tingo María 2014 lalu. Melainkan, temuan katak tersebut merupakan inventarisasi spesies pertama kalinya dari Taman Nasional Tingo María yang terpenting. Memang sangat terlambat, mengingat Tingo Maria telah diresmikan tahun 1965, salah satu taman nasional tertua di Peru.
Catenazzi dan Chavez berharap, penemuan katak ini dapat lebih melindungi Tingo María, baik dengan mendokumentasikan keragaman tersembunyi, dan dengan menunjukkan betapa pentingnya wilayah dapat dijadikan lokasi penelitian.
"Secara umum, semakin karya ilmiah dilakukan di kawasan lindung, semakin lokasi akan dilindungi," kata Catenazzi. "Orang-orang menghargai itu, dan menambahkan banyak nilai untuk taman nasional."
Para ilmuwan juga memperingatkan bahwa katak (tidak hanya di Tingo María, tetapi di seluruh wilayah) tetap berada di bawah ancaman dari perdagangan global amfibi untuk jadi hewan peliharaan, atau menjadi penyebar jamur chytrid yang mematikan, dan deforestasi yang disebabkan oleh perkembangan minyak dan pertambangan.
"Ada begitu banyak hal yang kita perlu ubah untuk menyelamatkan spesies ini, dan diri kita sendiri, pada akhirnya," kata Krynak. "Amfibi ini memberitahu bahwa kita tidak melakukan hal benar pada lingkungan, dan kita perlu mendengarkan."
Baca juga: Misteri Megalodon, Hiu Raksasa dari Zaman Purba