Elizabeth Bathory, Mandi Darah Perawan Demi Awet Muda
https://www.naviri.org/2018/08/elizabeth-bathory.html
Naviri Magazine - Pembunuhan berantai adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kasus pembunuhan pada banyak orang, yang dilakukan oleh satu orang. Karenanya, si pelaku disebut pembunuh berantai. Berbeda dengan kasus pembunuhan biasa, pembunuhan berantai memiliki motif yang sama, sehingga semua korban dibunuh dengan alasan atau bahkan cara yang sama.
Ada cukup banyak pembunuh berantai yang dikenal dunia, dengan berbagai kisah dan jumlah korban. Namun, pembunuh berantai dengan jumlah korban terbanyak di dunia mungkin Elizabeth Báthory, karena korbannya mencapai 650 orang, dan semuanya wanita.
Di Hungaria, ia disebut Báthory Erzsébet. Di Slowakia dan Polandia, ia disebut Elzbieta Batory. Yang jelas, Elizabeth Báthory lahir pada 7 Agustus 1560 dan meninggal pada 21 Agustus 1614 pada umur 54 tahun. Dia adalah countess Hungaria dari keluarga Báthory.
Ia terkenal sebagai pembunuh berantai dalam sejarah Hungaria dan Slowakia, dan diingat sebagai Wanita Berdarah Csejte (kini Cachtice). Istana Cachtice merupakan tempat ia menghabiskan hidupnya. Setelah kematian suaminya, ia dan empat pembantunya dituduh menyiksa dan membunuh ratusan wanita muda, dengan sekurangnya 650 korban.
Pada tahun 1610, ia dipenjarakan di Istana Cachtice dan menghabiskan hidupnya di sana. Bathory lahir di Hungaria tahun 1560, kurang lebih 100 tahun setelah Vlad 'The Impaler' Dracul meninggal. Kakek buyut Elizabeth Báthory adalah Prince Stephen Báthory, yang merupakan salah satu Ksatria yang memimpin pasukan Vlad Dracul ketika dia merebut kembali kekuasaan di Walachia seabad sebelumnya.
Elizabeth terlahir dari pasangan Georges dan Anna Báthory yang merupakan bangsawan kaya raya dan salah satu keluarga bangsawan paling kaya di Hungaria saat itu. Keluarga besarnya juga terdiri dari orang-orang terpandang. Salah satu sepupunya adalah perdana menteri di Hungaria, seorang lagi adalah Kardinal. Bahkan pamannya, Stepehen, kemudian menjadi Raja Polandia.
Namun keluarga Báthory memiliki 'sisi' lainnya yang lebih 'gelap' selain segala kekayaan dan popularitasnya. Disebutkan bahwa salah satu pamannya yang lain adalah seorang Satanis dan penganut Paganisme, sementara seorang sepupunya yang lain memiliki kelainan jiwa dan gemar melakukan kejahatan seksual.
Seperti gadis-gadis pada masanya, Elizabeth Bathory menikah di usia 15 tahun, dengan pria yang 10 tahun lebih tua darinya, bernama Ferenc Nadasdy. Sesuai peraturan, karena kedudukan suaminya lebih rendah, Elizabeth tetap memakai nama Bathory, sedangkan suaminya berganti nama menjadi Ferenc Bathory.
Ferenc Bathory sering bertempur di medan perang. Dia dijuluki Black Hero of Hungary, tetapi hal itu justru membuat Elizabeth merasa kesepian. Sehingga dengan kecantikannya, dia memiliki banyak kekasih gelap yang selalu melayaninya hingga urusan intim. Bahkan, Elizabeth menjadi biseksual, karena juga berhubungan intim dengan bibinya.
Dengan sisi gelap keluarga Bathory, tidak mengherankan jika Elizabeth mulai mengenal ajaran Satanisme. Dia sering memuaskan hasrat seksualnya dengan menyiksa gadis-gadis muda yang menjadi pelayan istananya. Mereka ditelanjangi, dicambuk, diikat, dan sebagainya. Semua teror rahasia itu terus terjadi, hingga suami Elizabeth meninggal di tahun 1600.
Saat memasuki usia 40 tahun, Elizabeth mulai merasakan tanda penuaan pada wajahnya. Hal ini wajar, tetapi Elizabeth tidak ingin kecantikannya hilang. Sebuah kejadian 'tak disengaja', yaitu tamparan pada gadis pelayan, membuat tangan Elizabeth terkena darah sang gadis. Saat itu, dia melihat bahwa darah gadis perawan memancarkan kemudaan.
Di waktu yang sama, Elizabeth meminta pelayan kepercayaannya untuk menelanjangi sang gadis, mengikatnya di atas bak mandi, lalu memotong urat nadi. Gadis pelayan itu meninggal kehabisan darah, tetapi Elizabeth menikmatinya, dia langsung berendam di dalam bak mandi berisi darah sang perawan.
Sejak saat itu, teror dimulai. Elizabeth Bathory mulai membunuh gadis-gadis pelayan muda yang bekerja di istananya (dengan bantuan pelayan-pelayan kepercayaannya). Hal sadis dan gila ini terus dilakukan, bahkan meluas hingga penipuan pada gadis-gadis desa dengan iming-iming akan menjadi pelayan istana. Semua bernasib sama, meninggal kehabisan darah setelah diikat di atas bak mandi, dan dipotong urat nadinya.
Tentu saja mandi darah perawan tidak memberi efek apapun pada penuaan yang wajar terjadi pada manusia. Elizabeth merasa darah perawan gadis kelas rendah tidak cukup, sehingga dia mulai menculik gadis-gadis bangsawan. Gadis bangsawan dirasa memiliki darah dengan kualitas yang lebih baik.
Hilangnya pada gadis dari keluarga kaya dan bangsawan tentu saja menjadi berita besar. Tetapi Elizabeth tidak menghentikan aksinya. Dia senang melihat gadis yang sudah diikat dan pelan-pelan meninggal karena kehabisan darah. Tidak hanya mandi darah perawan, Elizabeth bahkan meminum darah mereka untuk memancarkan kecantikan dari dalam.
Hingga pada suatu malam di akhir bulan Desember 1610, pasukan yang dipimpin oleh sepupu Elizabeth menyerang kastilnya. Di sana, mayat seorang gadis tergeletak di atas meja makan. Ditemukan juga gadis lain yang hampir meninggal dan terikat di tiang, dengan urat nadi yang mengeluarkan darah. Puluhan mayat yang sudah membusuk ditemukan. Kastil milik Elizabeth Bathory ibarat neraka yang menyimpan kesadisan.
Sudah jelas, hal sadis dan mengenaskan ini dibawa ke pengadilan. Dari daftar korban yang ditemukan tewas dan pengaduan berbagai pihak yang kehilangan anak gadisnya, setidaknya 650 nama diyakini menjadi korban kesadisan Elizabeth Bathory. Empat pelayan Elizabeth yang terlibat pembunuhan dihukum mati.
Elizabeth 'hanya' mendapat hukuman dikurung dalam kamarnya yang dibuat tertutup, dan hanya menyisakan lubang kecil untuk memberi makanan. Di tahun 1614, pada usia 54 tahun, Elizabeth Bathory ditemukan meninggal dengan wajah tertelungkup di atas lantai. Kesadisan yang telah dia lakukan membuat banyak orang menjulukinya The Blood Countess (Wanita Bangsawan Berdarah).