Cyberstalking Sampai Revenge Porn, Penyakit Mental di Era Digital
https://www.naviri.org/2018/08/cyberstalking-sampai-revenge-porn.html
Naviri Magazine - Era digital memungkinkan siapa pun untuk mengikuti kehidupan siapa pun. Bisa dibilang, itu sangat mudah, karena media sosial bisa diakses di mana saja. Hanya dengan membuka ponsel, kita bisa menyaksikan kehidupan siapa pun yang kita inginkan melalui media sosialnya. Sayangnya, aktivitas semacam itu belakangan melahirkan penyakit mental.
Menurut Dokter Marika Guggisberg, dari Pusat Penelitian Kekerasan dalam Rumah Tangga di Queensland, Australia, ada tiga perilaku menyimpang di era digital yang kebanyakan kasusnya diawali kacaunya pola pikir para pria.
Pertama, ialah cyberstalking, sebuah metode atas dasar obsesi terhadap orang yang dicintai. Lebih dari sekadar mengamati foto atau status pujaan hati di media sosial, pelaku cyberstalking merespon dengan ancaman atau hujatan bila dia tak suka yang diunggah targetnya.
Ketika level obsesi sudah terlalu parah, cyberstalking dapat menggiring pelaku pada peretasan email, akun media sosial, serta akun aplikasi chating di smartphone.
"Ada banyak konsekuensi dari bentuk stalking yang satu ini, termasuk kerugian sosial, psikologis, dan fisik," papar Guggisberg, dilansir My Sunshine Coast. Kerugian ini berlaku untuk pelaku juga korban.
Penyimpangan yang juga muncul seiring kecanggihan teknologi adalah sexting (sexual texting). Aktivitas saling berkirim pesan dan foto yang menggairahkan antar pasangan.
Meski terkesan atas dasar sukarela, Guggisberg yakin satu dari lima wanita sebenarnya merasa terpaksa ketika sexting. Wanita cenderung merasa berkewajiban memenuhi birahi prianya, dan 'menyerah' karena dia sudah termanipulasi atau terancam takut kehilangan.
Lalu yang terakhir, revenge porn, menyebarkan foto atau video mantan kekasih. Ada pendapat unik yang dikutip dari Garget News mengenai kejahatan ini, yang ternyata tak selalu dipicu atas dasar sakit hati.
Afshan Jafar, Profesor Sosiologi di Connecticut College, percaya bahwa revenge porn berkaitan erat dengan maskulinitas pria. Tak semua pria tega melancarkan revenge porn, sebab dia merasa dikecewakan oleh wanita. Terkadang, justru dilandasi kehendak untuk menunjukkan siapa yang berkuasa atau memamerkan dominasi keperkasaannya.
Tak ada satu pun keuntungan dari tiga perilaku menyimpang itu. Bahkan jika paradigma umum menyebut wanita sebagai korban utamanya, hidup si pria sebagai pelaku juga sama-sama dipertaruhkan.
"(Semua) hal ini dapat menyebabkan dampak negatif jangka panjang pada kesehatan mental, hubungan bermasyarakat, dan kehilangan pekerjaan," tutup Guggisberg.
Baca juga: Revenge Porn, Balas Dendam Lewat Foto dan Video Porno