Mengapa Burung Tidak Punya Gigi? Ini Penjelasannya
https://www.naviri.org/2018/08/burung-tidak-punya-gigi.html
Naviri Magazine - Gigi adalah sarana bagi manusia dan makhluk lain semisal hewan untuk mengunyah makanan. Proses mengunyah dibutuhkan, agar makanan yang masuk ke dalam tenggorokan sudah lembut, untuk kemudian masuk ke dalam pencernaan selanjutnya. Tanpa gigi, kita akan kerepotan dalam proses makan, karena tidak bisa mengunyah. Apa saja yang masuk ke mulut harus langsung ditelan.
Karena pentingnya fungsi gigi, manusia dan rata-rata hewan pun punya gigi. Namun, seperti kita tahu, burung tidak punya gigi. Padahal, sebagaimana hewan-hewan lain, burung juga butuh makan. Tapi mereka makan tanpa gigi. Sebagai gantinya, mereka mematuk batu-batu kecil untuk disimpan di tembolok, yang mereka gunakan untuk menggiling dan menghaluskan makanan yang mereka makan.
Pernahkah kita bertanya-tanya, mengapa burung tidak memiliki gigi?
Mayoritas burung merupakan makhluk hidup herbivora atau pemakan tumbuhan atau biji-bijian, meski ada juga yang karnivora atau pemakan daging seperti elang yang memang memiliki struktur mulut bergigi.
Selain elang, kebanyakan burung hanya memiliki paruh dan tidak bergigi. Mengapa? Bukankah burung merupakan hasil turunan dari dinosaurus yang juga mengunyah?
Sebenarnya, menurut sejarah, awalnya burung mempunyai gigi, seperti diungkapkan para peneliti di University of Bonn, Jerman. Peneliti menemukan fakta tersebut beberapa tahun yang lalu. Namun, baru tahun ini mereka memperoleh informasi lain mengenai mengapa burung kehilangan giginya.
Tzu-Rei dan Martin Sander, peneliti yang mengungkapkan fakta baru mengenai gigi burung, telah memiliki bukti yang cukup untuk mendukung temuannya ini. Mereka menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada gigi burung, dalam sebuah makalah penelitian yang diterbitkan di Biology Letters.
Penelitian ini menentang pandangan para ilmuwan sebelumnya mengenai evolusi burung yang telah lama dikenal. Tzu-Rei dan Sander berpendapat bahwa burung-burung memilih menghilangkan gigi mereka, guna mempercepat penetasan telurnya.
Proses inkubasi telur dinosaurus memakan waktu yang cukup lama, yakni berlangsung sampai hitungan bulan. Sementara itu, burung modern, seperti yang sekarang kita lihat, dapat menetaskan telurnya setelah beberapa hari atau minggu.
Proses yang dipercepat ini disebabkan karena embrio di dalam telur tidak perlu mengembangkan struktur gigi. Jadi, telur burung akan menetas 60 persen lebih cepat dari sebelumnya, karena tidak memiliki gigi.
Teori ini menunjukkan bahwa burung yang menetas lebih cepat membuatnya rentan terhadap ancaman predator atau faktor alam. Selain itu, juga terjadi peningkatan tingkat kelangsungan hidup. Hal ini merupakan cara adaptasi burung terhadap situasi sekitar, dan menjadi perhatian utama di antara semua dinosaurus atau hewan yang bertelur. Sementara itu, pada mamalia, embrio dilindungi di dalam tubuh sang ibu.
"Kami menyimpulkan bahwa seleksi (evolusi) untuk hilangnya gigi (pada burung) adalah efek samping untuk pertumbuhan embrio secara cepat, sehingga hanya membutuhkan proses inkubasi yang lebih pendek," catat para peneliti dalam sebuah unggahan di situs resmi universitas.
Penelitian lain yang bertentangan dengan teori terbaru ini mengatakan bahwa burung kehilangan gigi guna meningkatkan kemampuan terbang.
Namun, penelitian dan bukti yang ada menunjukkan bahwa pada era Mesozoikum (sekitar 252 ke 66 juta tahun yang lalu), dinosaurus non-unggas juga memiliki paruh tak bergigi.
Kemudian, para ilmuwan lainnya berteori bahwa paruh tanpa gigi lebih baik digunakan untuk memproses makanan. Di sisi lain, mereka juga menemukan bahwa dinosaurus yang memakan jenis makanan bukan daging juga kehilangan gigi, dan menumbuhkan paruh yang runcing.
Mengetahui bahwa telur dinosaurus yang tidak bisa terbang menetas lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya, membawa Tzu-Rei dan Sander ke sebuah terobosan. Keduanya mengatakan terobosan mereka datang dari sebuah penelitian yang diterbitkan tahun lalu. Mereka menemukan bahwa telur dinosaurus non-unggas memakan waktu lebih lama untuk menetas dari yang diperkirakan sebelumnya—sekitar tiga hingga enam bulan.
Hal tersebut, seperti diuraikan di atas, disebabkan karena pembentukan gigi yang lambat. Alhasil, para peneliti menganalisis dengan memeriksa garis pertumbuhan yang hampir seperti lingkaran batang pohon di gigi fosil dari dua embrio dinosaurus.
Dalam studi tahun ini, mereka menjelaskan bagaimana proses inkubasi yang lebih cepat membantu burung dan dinosaurus purba mengerami telur mereka di sarang terbuka ketimbang dikubur layaknya reptil.
"Kombinasi biologi pertumbuhan dan ilmu paleontologi dapat mencerahkan mekanisme yang lebih tersembunyi dan membantu kita untuk memahami bagaimana ciri tertentu dikembangkan," kata Tzu-Rei.
Baca juga: 10 Hewan yang Kawin dengan Cara Aneh dan Unik