Waspadai Ancaman Bahaya di Balik Anemia Pada Wanita
https://www.naviri.org/2018/08/bahaya-di-balik-anemia.html
Naviri Magazine - Banyak wanita yang menderita anemia, dan sebagian dari mereka cenderung menganggap itu bukan masalah. Mungkin karena memang banyak wanita yang juga mengidap masalah serupa. Jadi, ketika mereka mengalami hal sama, mereka pun mungkin berpikir itu “hal umum” yang biasa terjadi pada banyak wanita.
Padahal, jika dibiarkan, anemia akan berlanjut dari masa remaja, hamil, dan menurun pada bayi.
WHO menyebut anemia sebagai keadaan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari nilai normal. Dapat juga diartikan sebagai kondisi saat jumlah sel darah merah atau kapasitas pembawa oksigen tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologi tubuh.
Perempuan dewasa tidak hamil dapat dikatakan anemia, apabila konsentrasi Hb dalam tubuhnya <12 g/dL, sementara pada ibu hamil adalah <11 g/dL. Persepsi ini tak banyak diketahui masyarakat, sehingga seringkali mereka menyamakan anemia dengan tekanan (tensi) darah.
Hemoglobin terbentuk dari gabungan protein dan zat besi (Fe) yang ada di dalam sel darah merah. Kekurangan salah satu dari Fe, protein, asam folat, dan vitamin B12, vitamin A, menyebabkan kadar hemoglobin juga berkurang. Kondisi inilah yang dinamakan anemia. Sementara itu, tekanan darah merujuk pada tekanan yang dihasilkan pompa jantung untuk menggerakkan darah ke seluruh tubuh.
Dalam satu molekul Hb terdapat empat Fe yang masing-masing mengikat satu oksigen. Oksigen dalam Hb kemudian diedarkan ke seluruh tubuh, untuk mengaktifkan fungsi otot dan otak. Jika seseorang terkena anemia, ia tak hanya bisa mengalami lemas dan lesu, tapi juga penurunan potensi kecerdasan.
Prevalensi anemia berdasar Riskesdas 2013 menyerang 28,1 persen balita Indonesia, 27,7 persen pada anak usia sekolah. Sementara itu, kemunculannya pada remaja putri lebih dari 15 tahun mencapai 22,7 persen. Jumlah ini bertambah banyak pada ibu hamil, sebanyak 37,1 persen.
Semestinya, jumlah Hb mulai ditata sejak perempuan mencapai masa remaja, atau setelah mengalami menstruasi. Tujuannya, agar Hb saat mencapai masa kehamilan tetap cukup.
Masa kritis pembentukan organ tubuh janin berada di 8 minggu pertama kehamilan. Sayangnya, di masa itu banyak ibu belum menyadari kehamilannya, sehingga mereka banyak menderita anemia. Mereka tak menyadari bahwa di masa itulah gizi dalam tubuhnya diambil janin untuk berkembang.
Jika ibu kekurangan Hb, janin akan menyesuaikan dan berkembang tanpa Hb cukup. Kelak, mereka juga akan menderita anemia seperti ibunya. Masalahnya, kekurangan zat gizi di awal kehamilan tak bisa diperbaiki di bulan berikutnya. Perempuan harus mempersiapkan sebelum hamil.
Perempuan remaja yang tidak anemia sewaktu hamil berisiko anemia, karena kebutuhan meningkat tajam. Apalagi yang anemia.
Itulah alasan di balik prevalensi penderita anemia yang meningkat dari perempuan remaja ke ibu hamil. Selain anemia yang menurun pada anak, anemia pada ibu hamil juga bisa menyebabkan bayi lahir dengan berat rendah, prematur, dan pendarahan.
Untuk menghindari anemia, dalam jangka pendek, para remaja putri dan ibu hamil mesti memakan makanan kaya zat besi, sejak mereka mulai menstruasi. Atau, mengonsumsi tablet tambah darah (TTD).
Selain menstruasi, beberapa penyebab anemia lain adalah infeksi. Misalnya cacingan, malaria, TBC, HIV/AIDS. Atau penyakit hemolitik seperti thalasemia. Konsumsi TTD pada remaja dapat diberikan dengan jangka seminggu sekali, sementara pada ibu hamil akan diberikan 90 TTD selama kehamilan.
Konsumsi TTD tak membahayakan, karena tubuh dapat mengatur penyerapan besi. Jika jumlah zat besi mencukupi, kelebihannya akan dibuang melalui feses. Yang menjadi masalah, tak banyak perempuan mau mengonsumsinya, karena TTD menyebabkan mual, muntah, perut perih, sembelit, feses berwarna hitam, dan konstipasi.
Baca juga: Makanan-makanan untuk Mengatasi Anemia