Survei LGBT (Lesbian, Gay, Biseks, dan Transeksual) di Indonesia
https://www.naviri.org/2018/07/survei-lgbt.html
Naviri Magazine - LGBT (Lesbian, Gay, Biseks, dan Transeksual) adalah tema yang bisa dibilang tak pernah usang dibahas di Indonesia. Pasalnya, tema ini selalu menimbulkan pro dan kontra, dan masing-masing memiliki pandangan sendiri mengenai hal tersebut.
Pihak yang kontra biasanya menyatakan bahwa LGBT bertentangan dengan ajaran agama. Walikota Depok, Muhammad Idris, juga menyatakan LGBT perbuatan terlarang, karena menyimpang dari norma agama.
"Secara agama sudah sepakat bahwa LGBT perbuatan terlarang, tetapi secara perundang-undangan kami akan mengatasi permasalahan ini agar tidak timbul permasalahan," ujar Idris pada Senin 19 Februari 2018 lalu.
Seiring dengan itu, di Kota Depok juga terdapat Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3), yang secara khusus dibuat untuk menerima laporan warga soal LGBT.
Survei Saiful Mujani Research Center (SMRC) bertajuk "Pandangan Publik Nasional tentang LGBT" digelar di 34 provinsi di Indonesia, melibatkan 1.220 responden berumur lebih dari 17 tahun. Hasilnya, sebanyak 46,2 persen responden menyatakan LGBT cukup mengancam. Sedangkan 41,4 persen lainnya menyatakan LGBT sangat mengancam. Bahkan, 79,1 persen responden menyebut keberatan jika LGBT menjadi tetangganya.
Temuan itu tidak jauh berbeda riset yang dilansir PEW Research Center. Riset yang didasarkan survei terhadap 1.000 orang dewasa itu menyatakan hanya 3 persen yang mendukung hak-hak kaum gay. Sementara 97 persen sisanya menyatakan bahwa gay tidak bisa diterima.
Sedangkan penelitian LSM Arus Pelangi pada 2013 menunjukkan 89,3 persen LGBT di Indonesia pernah mengalami kekerasan dan perlakuan diskriminatif. Dari mereka yang diperlakukan tidak adil tersebut, 79,1 persen responden mengaku pernah mendapat kekerasan psikis, 46,3 persen mengalami kekerasan fisik, 26,3 persen kekerasan ekonomi, 45,1 persen kekerasan seksual, dan 63,3 persen merasakan kekerasan budaya.
Para penentang LGBT memang menganggap kondisi kejiwaan kelompok LGBT menyimpang. Padahal, status homoseksualitas sebagai gangguan jiwa sudah dihapus dari daftar Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi III (PPDGJ III) yang dirilis Kementerian Kesehatan pada 1993.
Sebelumnya, pada 1990, WHO telah mencabut homoseksualitas dari daftar gangguan jiwa dalam International Classification of Diseases (ICD) edisi 10.
Baca juga: Polemik dan Kontroversi LGBT di Berbagai Negara