Obsesi Selfie, Depresi, dan Godaan Untuk Bunuh Diri
https://www.naviri.org/2018/07/obsesi-selfie-depresi-dan-godaan-bunuh-diri.html
Naviri Magazine - Selfie atau swafoto telah menjadi bagian gaya hidup orang banyak. Mereka berada di suatu tempat, mengambil gambar melalui kamera, lalu mengunggahnya ke media sosial. Sekali lagi, itu sudah menjadi hal biasa yang dilakukan banyak orang. Tetapi, sebagaimana aktivitas lain, selfie juga bisa menjadi masalah yang layak diperhatikan serius, jika telah sampai pada tahap terobsesi.
Obsesi terhadap selfie sudah mendapatkan istilah khusus dalam ilmu psikologi: Selfitis. Tidak semua orang bisa dituduh mengidap Selfitis (meski kita semua mungkin pernah berswafoto), ada batas jelas antara yang sekadar suka dan yang merasa butuh.
Menurut para periset di Nottingham Trent University (Inggris) dan Thiagarajar School of Management (India), seorang Selfitis kronis rata-rata berswafoto dan mengunggahnya lebih dari enam kali sehari di media sosial.
Sementara itu, di Essex, Junaid Ahmed justru menghabiskan sekitar 200 swafoto hanya dalam sehari. Pria 22 tahun ini pun mengaku, dirinya memang kecanduan selfie.
"Ketika saya mengunggah sebuah gambar, pada satu atau dua menit pertama mungkin akan mendapatkan 100 Like. Saya suka hal itu, telepon saya menggila," katanya. Jika gambar tersebut kemudian mentok dengan like di bawah 600, akan dihapus.
Swafoto pula yang membuat Junaid ketagihan meng-upgrade fisiknya. Dia menyadari betapa negatif media sosial mempengaruhi hidupnya, tetapi tak pernah menganggapnya terlalu serius.
"Apa yang Anda lihat di media sosial bukanlah kebenaran," lanjut Junaid.
Junaid perlu membatasi diri dan patut berkaca pada kasus yang menimpa Danny Bowman. Meski swafoto menuntun dirinya tampil lebih menawan, momen terburuknya perlahan akan datang.
"Tujuh dari sepuluh remaja mengatakan bahwa mereka mendapat dukungan dari media sosial pada masa-masa sulit. Tapi kita juga tahu bahwa depresi dan kecemasan didorong oleh media sosial," kata Shirley Cramer, Chief Executive dari Royal Society for Public Health.
Ketika berusia 15, Bowman mengambil ratusan swafoto dalam sehari. Menghabiskan waktu lebih dari sepuluh jam dalam sehari atas dasar introspeksi dalam kejumudan penilaian warganet yang dia sebut 'lingkaran setan'.
"Saya ingat, terbaring di tempat tidur dan berpikir, 'bagaimana saya bisa keluar dari polah ini?' Saya merasa (saat itu) tak ada jalan keluar," tutur Bowman, yang mencoba bunuh diri di usia 16 tahun.
Psikis Bowman sedikit terbantu setelah rehabilitasi; dia percaya media sosial telah memainkan peran besar terhadap kekacauan mentalnya.
Baca juga: Mengapa Banyak Orang yang Suka Selfie?