Bisnis Besar dan Tumbuhnya Konsumerisme di Balik Ramadan
https://www.naviri.org/2018/06/konsumerisme-ramadan.html
Naviri.Org - Umat muslim diberitahu bahwa Ramadan adalah bulan ibadah, yaitu waktu yang ditujukan untuk khusyuk beribadah selama sebulan penuh. Sejak pagi sampai sore, orang diwajibkan berpuasa. Lalu malam hari ada shalat tarawih, dan di sela-sela waktu itu kita juga diminta untuk memperbanyak membaca kitab suci, berzikir, dan lain-lain, yang semuanya bernilai ibadah.
Namun, siapa yang menyangka bahwa Ramadan juga menjadi bulan yang menggerakkan bisnis besar bernilai miliaran, serta meningkatnya nafsu konsumtif?
Perilaku konsumtif masyarakat di Indonesia merupakan ladang profit bagi para pengusaha ritel. Terlebih pada momen Ramadan, ketika masyarakat tidak hanya menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga, tetapi juga berbelanja lebih banyak.
Sepanjang Ramadan, yang dipandang sebagai bulan hajatan nasional, permintaan masyarakat atas barang dan jasa selalu melonjak, sehingga harga kebutuhan pokok pun senantiasa mengalami kenaikan. Kebijakan pemberian THR (Tunjangan Hari Raya) turut memperbesar volume peredaran uang sehingga inflasi tak terhindarkan.
Peran teknologi yang semakin besar dalam kehidupan sehari-hari menciptakan perubahan yang unik selama bulan Ramadan. Pada 2017, Google merilis data perilaku konsumen sepanjang Ramadan 2016. Data Google menyebut penelusuran pada mesin pencari mereka meningkat 28 persen dibanding tahun sebelumnya. Selain itu, penelusuran terkait pakaian naik 2,8 kali lipat, alat-alat rumah tangga meningkat dua kali lipat, dan promosi telepon seluler melonjak sebesar 1,8 kali lipat.
Perubahan perilaku konsumen juga dapat dilihat dari hasil riset Google pada 2017 yang berjudul “From Fast to Feast: Indonesian Consumer Behavior During Ramadhan".
Riset itu memberikan gambaran bahwa lalu lintas web e-commerce antara pukul 03:00 hingga 6:00 pagi ternyata 152% lebih tinggi selama bulan Ramadhan, terutama pada waktu sahur, dibandingkan bulan lainnya. Artinya, kegiatan sahur menjadi jam tambahan konsumen untuk berselancar di internet, khususnya di situs belanja.
Kesempatan ini tidak dilewatkan begitu saja oleh para pengusaha ritel online. Berbagai strategi promosi, mulai dari potongan harga hingga flash sale, digencarkan untuk menarik minat pembeli. Selain itu, sejumlah perusahaan online juga tidak ragu mengeluarkan anggaran lebih untuk promosi di televisi.
Berdasarkan jenis industri, mengacu pada Adstensity, sebuah platform monitoring iklan televisi, iklan minuman menjadi kategori industri yang memeras anggaran belanja iklan paling banyak selama bulan Ramadan. Pada 2015, total belanja iklan produk minuman sebesar Rp1,79 triliun, dan mencapai Rp2,19 triliun pada 2017.
Selanjutnya, kategori produk personal care berada di urutan kedua, dengan nilai belanja iklan tahun 2017 mencapai Rp2,04 triliun, atau naik 6,7 persen dari tahun sebelumnya. Sementara untuk kategori ritel, meski nilainya bukan yang tertinggi, pangsa pasar kategori ini termasuk besar.
Riset Google lainnya, yang berjudul “Celebrating Ramadan in Malaysia and Indonesia: A Day in the Life of a Muslim”, memaparkan perubahan aktivitas konsumen selama Ramadan. Penelusuran belanja online meningkat hingga 20 persen, terutama pada waktu istirahat siang hingga pukul tiga sore.
Sementara penelusuran terkait resep makanan, baju lebaran, dan belanja online, menjadi tiga kata kunci teratas yang diakses masyarakat muslim ketika waktu sahur.
Aktivitas tersebut menjadi acuan para pengusaha ritel online untuk berlomba-lomba mengiklankan produknya di media televisi. Menurut data Adstensity sejak 2015 hingga kini, Tokopedia, Blibli.com, Lazada, dan Bukalapak, adalah situs belanja online yang tetap setia beriklan di televisi selama periode Ramadan hingga lebaran. Anggaran iklan keempat marketplace tersebut bukan yang paling besar dan nilainya fluktuatif.
Tokopedia baru-baru ini mengadakan program berjudul “Ramadan Ekstra”. Nilai iklannya tercatat sebesar Rp58,3 miliar terhitung sejak tanggal 16 hingga 28 Mei 2018. Nilainya bahkan lebih besar dari pengeluaran iklan Tokopedia periode Ramadan sebelumnya, yang hanya mencapai Rp49,15 miliar. Dapat dipastikan, tahun ini, pengeluaran iklan Tokopedia akan jauh lebih besar.
Selanjutnya ada situs Blibli.com, yang pada Ramadan tahun ini mengadakan program “Kebaikan Ramadan”. Nilai iklannya tercatat sebesar Rp26,62 miliar. Belanja iklan Blibli.com yang paling besar terjadi pada 2016. Saat itu, marketplace ini mengadakan promo “For Big Fans of Good Life Ramadhan”. Nilai iklannya mencapai Rp83,33 miliar, yang sekaligus menjadi pengeluaran iklan terbesar mengalahkan OLX.
Situs belanja OLX terakhir kali beriklan pada periode Ramadan 2016, dengan total belanja iklan sebesar Rp77,13 miliar. Padahal, situs ini pernah merajai belanja iklan Ramadan tahun 2015, dengan nilai mencapai Rp105,67 miliar.
Selain itu, Shoppe juga ikut meramaikan Ramadan dengan program “Big Ramadhan Sale”. Sejak diluncurkan pada 2015, Shoppe baru beriklan di televisi pada 2017 dengan nilai iklan sebesar Rp33,21 miliar.
Ada pula toko online Zilingo, marketplace pendatang baru yang mengkampanyekan #SIAPASIHLO pada Ramadan ini telah mencatatkan nilai iklan sebesar Rp23,93 miliar pada periode 16 hingga 28 Mei 2018.
Survei Jakpat, yang berjudul “Ramadan Habit”, menyebutkan bahwa sebanyak 9,3 persen responden menyatakan melakukan belanja online di akhir pekan. Beriklan di televisi hanyalah salah satu strategi yang digunakan para pelaku usaha untuk memanfaatkan arus konsumerisme masyarakat ketika Ramadan.
Peningkatan permintaan pada periode Ramadan hingga lebaran, terutama di kalangan masyarakat kelas menengah yang cenderung memiliki pola hidup konsumtif, menjadikan besaran anggaran iklan para pengusaha ritel online yang terkesan jor-joran bukanlah hal yang sia-sia.
Baca juga: Benarkah Daya Beli Masyarakat Indonesia Menurun?