Stres pada Orangtua Berdampak pada Anak-anaknya
https://www.naviri.org/2018/05/stres-pada-orangtua-berdampak-pada-anak.html
Naviri.Org - Orangtua—suami istri yang telah berkeluarga—bisa mengalami stres karena beragam hal. Bisa karena hubungan dengan orang lain, bisa karena tekanan pekerjaan, bisa karena masalah rumah tangga, dan setumpuk hal lainnya. Namanya orang dewasa, mengalami stres adalah hal wajar.
Namun, stres pada orangtua bukanlah hal sepele. Tidak hanya diri sendiri yang mendapat imbas dari masalah psikologi ini, tetapi juga anak-anak yang diasuhnya.
Erlanger A. Turner, psikolog klinis dan asisten profesor Psikologi dari University of Houston-Downtown, menuliskan di Psychology Today, dari studi-studi terdahulu ada temuan bahwa orangtua dengan stres tinggi berkemungkinan menjadi otoriter, kasar, dan berinteraksi secara negatif dengan anaknya. Stres ini pula yang bisa menyebabkan berkurangnya kualitas relasi orangtua-anak.
Anak-anak adalah makhluk pengimitasi perilaku orang dewasa. Saat orangtuanya gagal mengelola stres dengan baik atau kerap melampiaskan emosinya dengan cara tidak sehat, anak akan menirunya di kemudian hari.
Hal ini lantas dapat berdampak terhadap kehidupan sosial si anak. Tindakan penuh emosional yang dilakukan orangtua depresi akan memengaruhi cara pandang dan kepercayaan anak terhadap orang-orang lain yang ditemuinya kelak. Ini pula yang bisa menimbulkan efek terhadap penilaian diri seorang anak ketika membawa diri dalam kehidupannya.
Ditilik dari aspek gender, ibu yang stres bisa memicu anak-anaknya mengalami kesulitan belajar, punya masalah perilaku, bahkan mendapat masalah kesehatan, termasuk kesehatan jiwa. Sedangkan menurut studi dari Michigan State University, kondisi stres seorang ayah bisa berdampak buruk terhadap perkembangan kognitif dan bahasa anak yang berusia 2-3 tahun, sekalipun ibunya telah memberi pengaruh positif kepada si anak.
Studi lain yang dikutip Health.com menyebutkan, mereka yang dibesarkan ibu dengan catatan medis depresi berat lebih potensial mengalami depresi pada usia 19-24. Di lain sisi, anak-anak laki-laki yang memiliki ayah depresi bahkan berkemungkinan memiliki pemikiran bunuh diri.
Begitu signifikannya pengaruh depresi orangtua terhadap kehidupan anak, perlu ada strategi tertentu untuk mengendalikannya. Pertama, mencari support group yang bisa meredakan situasi emosi orangtua, termasuk di dalamnya kehadiran pasangan dan anggota keluarga yang mendukung alih-alih serba menyalahkan.
Ketika sudah menemui orang-orang yang dipercaya mampu membantu masalah psikologisnya, orangtua bisa mulai menceritakan hal-hal yang mengendap di kepala atau perasaannya. Semakin lama ia membiarkan stresnya terpendam, makin buruk efeknya terhadap diri sendiri dan anaknya.
Karena tanggung jawab sebagai orangtua seringkali lebih diutamakan, sebagian dari mereka kerap melupakan kebutuhan psikis mereka sendiri. Padahal, ketika mental tidak dalam keadaan prima, segala hal yang dilakukan untuk orang lain pun tidak akan maksimal hasilnya.
Fokus pada pemulihan diri sendiri, psikis dan fisik—seperti mengambil jeda dari rutinitas—adalah hal yang tidak kalah penting untuk menanggulangi depresi dan menciptakan relasi dengan keluarga yang lebih baik.
Baca juga: Punya Anak Tak Semudah yang Dibayangkan