Ambisi Cina, dari Partikel Hantu Sampai Ruang Angkasa
https://www.naviri.org/2018/05/partikel-hantu.html
Naviri.Org - Persaingan di dunia teknologi di antara negara-negara dunia tampaknya makin kuat. Jika sebelumnya Amerika dan Rusia menjadi dua negara adidaya yang terus bersaing dalam proyek-proyek teknologi tinggi, kini Cina menjadi salah satu pemain dalam persaingan tersebut. Tak mau kalah dengan Amerika dan Rusia, Cina juga terus melaju dalam setumpuk ambisi di dunia teknologi.
Sejak 2014, misalnya, Cina membangun observatorium neutrino bawah tanah berskala besar di Provinsi Guangdong. Proses konstruksi Laboratorium Jiangmen ini diperkirakan selesai pada 2020 dan menelan biaya 330 juta dolar AS.
Proyek ini bertujuan mempelajari hubungan antara ketiga jenis neutrino: elektron, muon, dan tau. Pendanaan disediakan oleh Chinese Academy of Sciences, tetapi penelitiannya melibatkan banyak negara, termasuk AS, Belgia, Italia, Jepang, Perancis, dan Rusia.
Sebelum laboratorium Jiangmen digunakan pada 2020, Cina sudah memiliki fasilitas canggih bernama laboratorium bawah tanah Jinping (CJPL) di Provinsi Shicuan. Laboratorium mulai beroperasi sejak 2010. CJPL terletak 7.200 meter di bawah tanah dan menjadi laboratorium paling terlindungi di planet bumi dari radiasi sinar kosmik.
Namun, langkah Cina tak berhenti di sana. Mereka mulai mempercanggih dan memperluas CJPL sejak 2014. Realisasi Cina tak tanggung-tanggung: area laboratorium semula 273 meter persegi diluaskan menjadi 7.280 meter persegi, begitupun daya tampung volumenya: dari 1.800 meter kubik menjadi 102.500 meter kubik.
Di laboratorium ini para fisikawan Cina berupaya menemukan eksistensi “dark matter” atau “partikel hantu”, dengan sandi operasi PandaX. Mereka membangun sistem detektor xenon besar untuk mencari materi gelap dan peluruhan beta neutrinoless (NCBD), sama seperti di Gran Sasso. Fase penelitian pertama selesai pada 2014, dan kini berlanjut pada tahapan selanjutnya bernama PandaX-II.
Menariknya, berbeda dari pusat riset lain, para saintis Cina bereksperimen menciptakan low-background steel itu sendiri. Eksperimen ini masih dalam sub-proyek PandaX. Informasi riset ini tertuang dalam paper berjudul “Low Background Stainless Steel for the Pressure Vessel in the PandaX-II Dark Matter Experiment”.
Cina mengklaim bahwa eksperimen itu sukses, meski masih perlu diuji jika ingin diproduksi dalam skala besar. Yang menarik, bahan baku riset ini dipasok dua jawatan pemerintah: Institut Riset Baja dan Besi Cina (CISRI) dan pabrik peleburan baja besi, Taiyuan Iron and Steel Group (TISCO).
Penjelajahan ruang angkasa
Kini, pemain eksplorasi ruang angkasa kini bukan AS dan Rusia semata. Cina muncul sebagai penantang. Setelah mengirim astronot kali pertama ke luar angkasa pada 2003 dan kapal tanpa awak ke orbit Bulan pada 2007, Cina ingin sesuatu yang lebih glamor.
Sejak 2010, proyek dari Badan Antariksa Nasional Tiongkok (CNSA) getol jadi perhatian media. Pada 2011, mereka mengirim purwarupa stasiun luar angkasa. Dua tahun berikutnya, Cina sukses mengirim robot untuk mengeksplorasi sisi Bulan paling gelap.
Sejak 2013 proyek antariksa Cina meningkat pesat. Pada 2016, mereka membikin teleskop terbesar di dunia di Guizhou. Disebut sebagai Five-hundred-meter Aperture Spherical radio Telescope (FAST), fungsi teleskop ini sebagai mata langit: berkomunikasi dan menemukan makhluk ekstraterestrial.
Cina juga memulai pengerjaan stasiun luar angkasa Tiangong yang dibangun secara bertahap. Stasiun ruang angkasa berawak “relatif besar” dan berbobot 60 ton serta bisa menampung tiga astronot ini akan rampung pada 2020. Pada tahun itu juga Cina ingin astronotnya menjejak ke Bulan dan Mars. Langkah proyek panjang membangun infrastruktur, satelit, dan pesawat ulang-alik ini dimulai sejak 2013.
Baca juga: Sensor Pengetahuan dan Pengaburan Sejarah di Cina