Misteri di Balik Fenomena ''Yanny atau Laurel'' yang Viral
https://www.naviri.org/2018/05/misteri-fenomena-yanny-atau-laurel.html
Naviri.Org - Ada banyak hal di media sosial yang bisa menarik perhatian. Salah satunya, yang terjadi baru-baru ini, adalah perdebatan mengenai suara yang didengar. Perdebatan itu bahkan melibatkan banyak pihak, karena viral, dan masing-masing orang punya pendapat berbeda mengenai suara apa yang mereka dengar. Sebagian orang mendengar “Yanny”, namun sebagian lain mendenar “Laurel”.
Kehebohan itu berawal dari sebuah file audio yang diunggah sebuah akun bernama RolandCamry dari forum diskusi Reddit pada Sabtu (12/5/2018). File itu kemudian viral di dunia maya dan memancing perdebatan warganet.
Ada yang mendengar kata yang diucapkan file audio berdurasi 3 detik itu adalah “Yanny”, ada juga yang dengar “Laurel”. Ini seperti sekuel dari perdebatan warna baju terang atau gelap yang muncul pada 2015.
Apa yang membuat sebagian orang mendengar “Yanny”, sementara yang lain “Laurel”? Apakah file audio itu mengandung sihir? Tentu saja semua ada penjelasan ilmiahnya. Namun, jangankan awam, para ahli saja berbeda pendapat soal penyebab fenomena ini.
Mirip dengan kasus perdebatan warna baju, ini mungkin mengenai persepsi dan interpretasi tiap orang yang berbeda-beda.
Hal ini coba dibedah oleh Dylan Bennet, seorang pengembang video game. "Jika Anda dapat mendengar frekuensi tinggi, mungkin Anda mendengar 'Yanny', tapi 'mungkin' juga 'Laurel'," cuit Bennet melalui Twitter.
"Jika Anda tidak mendengar frekuensi tinggi, Anda kemungkinan mendengar 'Laurel'," ujar Bennet. Dia mengunggah sebuah video yang menggambarkan bagaimana suara itu terdengar tanpa frekuensi tinggi atau rendah.
Elliot Freeman, seorang periset persepsi di City University of London, Inggris, memiliki pendapat serupa. Ia mengatakan bahwa otak manusia mampu menyeleksi frekuensi berbeda, padahal suara yang didengar sama.
"Pertama, apa yang didengar tergantung pada cara suara tersebut direproduksi, misalnya melalui pengeras suara iPhone atau headphone. Kedua, telinga bisa menentukan sensitivitasnya sendiri pada tiap frekuensi yang berbeda-beda," jelas Freeman kepada New York Times.
Itulah sebabnya ada orang yang terkadang mendengarnya "Yanny" tapi di lain waktu ia mendengar "Laurel". Bisa karena perbedaan medium pendengaran, atau telinganya mampu menangkap frekuensi berlainan pada kesempatan berbeda.
Sementara Profesor Brad Story, ahli bidang bahasa dan pendengaran dari Arizona State University, berpendapat bahwa perbedaan tingkat frekuensi yang didengar orang bukan berarti tingkat pendengaran mereka berbeda, tapi bisa juga disebabkan kualitas rekaman yang buruk.
"Rekaman kualitas rendah ini ambigu, sehingga membuat orang mendengarnya secara berbeda-beda," ujar Story kepada Vox. "Jika Anda punya file dengan kualitas rekaman tinggi dan didengar melalui perangkat yang bagus, mungkin Anda tak akan kebingungan oleh suara tersebut."
Namun ia sependapat dengan Jody Kreiman, kepala penyidik laboratorium persepsi suara di Universitas California, Los Angeles. Rupanya ada pola akustik yang mirip antara "Yanny" dan "Laurel", meski secara pelafalan dan penulisan sangat berbeda.
Kreiman menyatakan bahwa ada sebuah pola akustik yang sama di antara kedua kata itu. "Konsentrasi energi untuk 'ya' identik dengan 'la'. Sedangkan 'n' mirip 'r', 'i' mirip 'l'," ujar Jody.
Soal rekaman, rupanya bukan manusia yang membuat suara tak jelas itu. Kesimpulan itu datang dari Profesor Benjamin Munson, pakar bidang dialog, bahasa, dan pendengaran di University of Minnesota, Amerika Serikat.
Suara manusia membentuk beberapa formant, pita frekuensi menonjol yang menentukan kualitas fonetik dari vokal. Dua formant pertama sangat krusial untuk menentukan bagaimana suara terdengar.
Masalahnya, setelah file audio "Yanny atau Laurel" diselidiki melalui spektogram (alat untuk membentuk spektrum suara dalam bentuk visual), formant kedua kosong dan langsung berlanjut ke formant ketiga.
"Saat pertama dengar rekaman ini, saya pikir ada orang lain yang berbicara di latar," ujar Munson. Ternyata itu bukan suara lain, melainkan pola frekuensi rendah yang diulang dalam frekuensi lebih tinggi. "Itu tak mungkin ada dalam suara manusia," jelas Munson.
Menurut Munson, pola formant frekuensi tinggi hanya "Laurel" yang terdengar seperti "Yanny" dalam frekuensi lebih tinggi. Atau, mungkin memang suara "Laurel" dan "Yanny" dicampur sedemikian rupa.
"Kebingungan" ini secara tak disadari memaksa otak manusia untuk mengisi kekosongan frekuensi itu, dan menginterpretasikan sendiri suara yang "ingin" didengar.
Rory Turnbull, seorang profesor bidang Linguistik dari University of Hawaii, mengatakan bahwa otak tiap manusia bisa menginterpretasikan frekuensi secara berbeda. Jika suaranya disunting, dan dibuang frekuensi tinggi atau rendahnya, suara akan terdengar lebih jelas.
"Perbedaan aneh tentang bagaimana otak manusia menginterpretasikan suara adalah hal yang berusaha dimengerti oleh para ilmuwan," ujar Turnbull. "Ini merupakan ilusi audio yang sangat keren."
Baca juga: Waspadai Penipuan dengan Modus "Missed Call"