Kebangkitan Cina di Bidang Ilmu Pengetahuan
https://www.naviri.org/2018/05/kebangkitan-cina-di-bidang-sains.html
Naviri.Org - Selama ini, Cina kerap diidentikkan dengan hal-hal yang bersifat minor, semacam kemampuan mereka dalam meniru benda-benda atau produk-produk terkenal di dunia. Cina juga selama ini terkenal dengan produksi berkualitas rendah yang dikonsumsi atau digunakan banyak orang di dunia.
Sebagai contoh mudah adalah ponsel. Jika ponsel-ponsel produk Korea atau Amerika berharga mahal, Cina mampu memproduksi ponsel serupa dengan harga murah. Harga murah itu bisa karena ongkos tenaga kerja di Cina memang rendah, bisa pula karena kualitas produk yang dihasilkan memang rendah. Yang jelas, harga murah yang selama ini melekat pada produk Cina, khususnya ponsel, telah identik dengan kualitas rendah.
Kenyataan itu seperti menyatakan bahwa Cina hanyalah negeri besar yang tak mampu melakukan inovasi sendiri. Mereka hanya meniru, dan membuat tiruannya dengan kualitas rendah, lalu menjualnya dengan harga murah. Tapi apakah benar begitu?
Ternyata tidak juga. Cina bukan negara yang hanya pandai meniru. Mereka juga negara yang terhitung sangat maju dalam ilmu pengetahuan. Berdirinya laboratorium-laboratorium terkenal di sana, dengan proyek-proyeknya yang prestisius, adalah bukti nyata kalau Cina memang maju dalam bidang sains. Saat ini bahkan layak disebut sebagai masa kebangkitan Cina dalam bidang ilmu pengetahuan.
Di Cina, ada sebuah laboratorium sains terkenal, bernama Particle and Astrophysical Xenon (PandaX). Melalui laboratorium itu, para ilmuwan Cina berupaya untuk dapat menemukan dark matter alias materi gelap di alam semesta.
Meski namanya menggunakan salah satu hewan imut khas Tiongkok, PandaX sesungguhnya bukan proyek main-main. Ia dibangun di kompleks China Jinping Underground Laboratory (CJPL). Lokasinya berada Pegunungan Jinping, Provinsi Sichuan.
Pembangunan CJPL menelan biaya 50 juta dolar AS dengan skema 30 juta dolar AS berasal dari Kementerian Pendidikan Cina, dan 20 juta dolar AS dari Universitas Tsinghua. Sedangkan pengerjaannya memakan waktu dari 2009 sampai 2011.
Di dalam CJPL, selain PandaX, terdapat pula China Dark Matter Experiment (CDEX) dan Tsinghua University Low-Backgroud Facilities (THU-LBF).
Selain itu, menurut Space, Cina juga memburu “dark matter” dengan meluncurkan satelit Dark Matter Particle Explorer (DAMPE) pada 2015.
Adanya laboratorium-laboratorium ini, berikut penelitian yang dihasilkannya, menandakan bahwa Cina tak bisa dianggap anak bawang dalam pemajuan sains dan teknologi dunia saat ini.
CJPL, PandaX, DAMPE, serta sejumlah laboratorium saintifik ala Cina lain, bukan proyek tanpa persiapan.
Sebuah studi berjudul “China’s Rise as A Major Contributor to Science and Technology” yang diterbitkan Yu Xie dkk. pada 2014 menggambarkan bahwa pada 1982, tenaga kerja bidang sains dan rekayasa di Cina berjumlah 1,2 juta jiwa. Angka ini mencakup 80 persen dari tenaga kerja bidang sains dan rekayasa yang dimiliki Amerika Serikat. Pada 2010, angka itu naik 3,2 juta jiwa—lebih dari dua kali lipat; sementara AS punya 4,3 juta tenaga kerja bidang sains dan rekayasa.
Dengan mempertimbangkan faktor seperti pasar tenaga kerja yang menyukai prestasi akademik, diaspora ilmuwan asal Cina yang jumlahnya besar, serta pemerintahan terpusat yang bersedia berinvestasi dalam sains, Yu Xie dkk. bahkan mendaulat, “Dalam tiga dekade terakhir, Cina telah menjadi kontributor utama dalam sains dan teknologi.”
Yang dilakukan pemerintah Cina dalam tiga dekade tersebut, salah satunya, adalah melakukan penguatan terhadap program dan lembaga yang menaungi perkembangan sains dan teknologi.
Pada 1986, pemerintah Cina mendirikan National Natural Science Foundation of China (NSFC). Lembaga ini berwenang untuk memerintah, mengoordinasi, dan mengefektifkan penggunaan anggaran nasional untuk mendukung riset sains dasar, mencari orang-orang berbakat dalam sains dan teknologi, serta mempromosikan kemajuan bidang tersebut untuk pembangunan sosial-ekonomi Cina.
Lembaga tersebut didirikan dengan anggaran tahunan 80 juta yuan (setara 13 juta dolar AS) pada 1986. Kemudian, anggaran ini meningkat menjadi 2 miliar yuan pada 2003 (setara 325.000 dolar AS), dan 23,8 miliar yuan (setara 3,87 miliar dolar AS) pada 2013.
Lembaga inilah yang membiayai pembangunan China Jinping Underground Laboratory dan PandaX.
Pada rentang 1996-2000, Cina juga menggelontorkan 2,2 miliar dolar AS untuk program peningkatan kemampuan penelitian di 100 universitas di Cina. Program ini bernama Proyek 211 dan telah dimulai sejak 1995.
Sedangkan untuk membangun universitas kelas dunia, Cina meluncurkan Proyek 985 pada 1998. Dengan program ini, selama 1999-2001, Universitas Peking dan Universitas Tsinghua menerima sekitar 300 juta dolar AS.
Selain itu Cina menyelenggarakan Program 863 atau Rencana Pengembangan Teknologi canggih (High-Tech). Tergambar dalam namanya, program ini bertujuan merangsang pengembangan teknologi canggih termutakhir.
Baca juga: Cina, Proyek Sains, dan Gaji Besar untuk Ilmuwan