Dulu, Indonesia Pernah Melarang Rambut Gondrong
https://www.naviri.org/2018/05/indonesia-pernah-melarang-rambut-gondrong.html
Naviri.Org - Ada hal-hal unik yang pernah terjadi di zaman lampau, khususnya di Indonesia. Pada masa kepemimpinan Bung Karno, misalnya, orang Indonesia dilarang mendengarkan musik pop, yang waktu itu disebut “musik ngak-ngik-ngok”, karena dianggap tidak sesuai dengan budaya kita. Anak-anak muda di Indonesia pada masa itu juga dilarang memakai celana yang terlalu ketat.
Kemudian, ketika Soeharto menjadi presiden, pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan baru, yaitu melarang kaum laki-laki berambut gondrong. Kenyataan yang terjadi puluhan tahun lalu itu dikisahkan dengan jelas dalam buku berjudul “Dilarang Gondrong, Praktik Kekuasaan Orde Baru Terhadap Anak Muda 1970an” yang terbit tahun 2010.
Buku karangan Aria Wiratma Yudhistira itu mengisahkan bagaimana Orde Baru melarang pelajar, mahasiswa, sampai pesepakbola untuk memanjangkan rambut. Pemerintahan Soeharto mendisiplinkan anak muda saat itu lewat razia dan pemberlakuan denda. Petugas instansi publik pun enggan melayani kaum laki-laki berambut panjang.
Hal serupa, sebenarnya, juga terjadi di negara lain, misalnya Malaysia dan Amerika. di Malaysia, pada era 1990-an, laki-laki berambut gondrong tidak boleh tampil di televisi. Akibatnya, para penyanyi yang waktu itu berambut gondrong terpaksa memangkas rambutnya hingga pendek.
Sementara di Amerika, larangan berambut gondrong terjadi pada tahun 1970-an. Dalam “Flaunting the Freak Flag: Karr v. Schimdt and the Great Hair Debate in American High Schools, 1965-1975” (2004), Gael Graham menceritakan kisah Chesley Karr, murid SMA Coronado di El Paso, Texas, yang harus berurusan dengan pihak sekolah, gara-gara keputusannya memanjangkan rambut. Ia sengaja membiarkan rambutnya tumbuh sebagai bentuk dukungan pada “gerakan hippie" dan "perdamaian”.
Ketika masuk sekolah, guru olahraganya tidak mengizinkan Karr mengikuti pelajaran. Dewan sekolah bahkan menyuruh bocah 16 tahun tersebut memangkas rambutnya. Karena keberatan, Karr membawa persoalan ini ke pengadilan.
Kebebasan berekspresi jadi dasar bagi Karr menggugat pihak sekolah. Sebaliknya, kesopanan menjadi salah satu alasan pihak sekolah untuk menyalahkan Karr selama persidangan berlangsung. Schmidt, kepala sekolah SMA Coronado, berpendapat bahwa aturan berpakaian dibutuhkan untuk "menjaga kesopanan siswa dalam kelas."
Saat itu, Amerika masih perang dengan Vietnam. Ribuan pemuda AS dikirim ke seberang samudra, dan banyak di antaranya mati di Vietnam. Dalam konteks itu, gondrong adalah bentuk perlawanan terhadap segala hal yang dipandang lekat dengan otoritas dan konservatisme moral. Banyak di antara pemuda saat itu bahkan merusak tubuhnya sendiri dengan narkoba agar tak direkrut untuk berperang.
Selain soal rambut, sekolah-sekolah di AS saat itu juga mengatur cara berpakaian siswa. Menurut Graham, aturan ini bertujuan untuk mengurangi perbedaan kelas sosial antarmurid. Selain itu, regulasi tersebut diharapkan dapat mencegah siswa kelas menengah bergaya melebihi kemampuan.
Baca juga: Mengenang Razia Celana di Indonesia