Masalah Haters dan Ujaran Kebencian di Internet
https://www.naviri.org/2018/05/haters-dan-ujaran-kebencian.html
Naviri.Org - Internet tidak hanya berisi hal-hal menyenangkan, tapi juga hal-hal menyebalkan. Salah satu yang menyebalkan adalah keberadaan haters serta bertebarannya ujaran kebencian.
Sudah lazim kita menemukan ada artis atau sosok terkenal di internet yang dicerca dan dicaci-maki banyak orang (haters), karena sebab-sebab tertentu. Tidak berarti bahwa si artis yang dicaci itu salah. Bisa jadi, artis yang dicaci tersebut hanya melakukan sesuatu yang sebenarnya wajar dalam pandangannya, namun dianggap salah oleh para haters.
Ujaran kebencian dalam bentuk cercaan dan caci-maki juga tidak hanya terbatas pada artis, karena kadang ada orang-orang biasa (bukan artis) yang juga menjadi sasaran ujaran kebencian. Karena satu hal yang dilakukan seseorang, tiba-tiba banyak orang ramai mencercanya.
Warganet yang tak saling kenal bisa berkumpul jadi satu kawanan saat ada berita tentang perilaku yang tak bisa diterima. Dengan cepat, mereka bisa menjelma jadi pembenci seseorang yang sebenarnya juga tak mereka kenal secara langsung. Hal ini dikarenakan perilaku konformis, sehingga apapun hal baik yang dilakukan korban ujaran kebencian tak akan dipedulikan.
Dalam artikel “The Psychology of Haters” di Huffingtonpost, Gregory S. Parks menyatakan bahwa para haters mudah terkena bias konfirmasi: kecenderungan untuk mencari, menafsirkan, berfokus, dan mengingat informasi yang membenarkan pandangan mereka. Dengan anggapan seperti itu, para perundung akan terus menganggap korban sebagai antagonis, sosok jahat yang patut dibenci.
Ujaran kebencian ini juga tidak mengenal kasta pendidikan atau sosial. Mereka terus mengimani bahwa subyek ujaran kebencian ini adalah sosok antagonis yang perlu dicaci hingga tulang sumsum. Sehingga apapun fakta yang berlawanan dengan kepercayaan itu, hanya akan dianggap angin lalu.
Karenanya, pilihan sebagian selebriti untuk mengabaikan komentar-komentar menyakitkan dari haters adalah tindakan masuk akal. Sebagian yang lain, berupaya melawan dengan caranya sendiri.
Taylor Swift melantunkan “Shake It Off” untuk mengekspresikan reaksinya terhadap para haters. Dalam wawancara dengan Good Morning America, ia menyatakan, “Pesan dalam lagu itu adalah problem yang saya pikir kita semua mengalaminya sehari-hari. Kita tidak hanya hidup dalam budaya menjatuhkan selebriti, kita hidup dalam budaya menjatuhkan.
“Orang-orang akan menemukan kisah apapun tentang kamu dan memelintirnya menjadi informasi aneh atau salah atau mengganggu atau buruk. Kamu harus tetap menjalani hidup meskipun ada orang-orang yang tidak memahamimu, kamu harus bersenang-senang lebih banyak dari mereka.”
Baca juga: Teroris Cyber yang Menggegerkan Dunia Maya