4 Film Biografi yang Menyembunyikan Keburukan Tokoh Aslinya
https://www.naviri.org/2018/05/film-biografi-yang-menyembunyikan-keburukan-tokoh-aslinya.html
Naviri.Org - Ada banyak tokoh terkenal di dunia nyata yang sosoknya diangkat menjadi film. Dari tokoh politik, tokoh sastra, ilmuwan, seniman, dan lain-lain. Film yang mengangkat tokoh asli di dunia nyata biasanya disebut film biografi, karena film itu berfungsi seperti biografi yang menceritakan perjalanan hidup sang tokoh. Bahkan nama asli si tokoh pun digunakan dalam film.
Namun, tidak sedikit film biografi yang dibuat secara “tidak jujur”, dalam arti tidak mengungkap kepribadian sang tokoh secara apa adanya. Biasanya, hal-hal baik si tokoh akan ditonjolkan, sementara hal-hal buruk si tokoh akan disembunyikan atau tidak diceritakan sama sekali dalam film. Tujuan dari hal itu tentu karena ingin menonjolkan si tokoh sesempurna mungkin.
Terkait hal itu, berikut ini adalah 4 film biografi yang menyembunyikan sisi gelap karakternya, supaya mereka tampak sebagai sosok sempurna.
A Beautiful Mind (2001):
Meniadakan pelecehan seksual yang dilakukan John Nash
A Beautiful Mind dirilis pada 2001 silam. Film ini menceritakan matematikawan John Nash, peraih Nobel tahun 1994 yang jenius, tapi tak simpatik dan agak apatis. Nash juga mengidap penyakit gangguan jiwa skizofrenia, yaitu gangguan jiwa yang membuat penderitanya tidak bisa membedakan halusinasi dan kenyataan.
Namun dalam film ini, mereka menutupi sisi gelap Nash, yaitu pelecehan seksual yang Nash lakukan, serta kebenciannya terhadap Yahudi. Nash dan sang istri juga menutupi orientasi seksual Nash yang sesungguhnya, meski banyak pihak secara yakin menyebut ia kerap tidur bersama sesama lelaki.
Gandhi (1982):
Menutupi fakta Gandhi suka tidur bersama gadis-gadis
Film ini berkisah tentang biografi Mohandas Karamchad Gandhi, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mahatma Gandhi. Sosok tokoh yang namanya telah melegenda dalam sejarah umat manusia modern.
Mahatma Gandhi dikenal sebagai manusia suci penuh moral, namun kenyataannya sedikit ternodai akibat "tes" yang dilakukannya. Pahlawan India ini sering melakukan “tes” bagi kemurnian dan keimanannya dengan cara tidur di sebelah gadis-gadis muda, termasuk cucunya, dan menguji ketahanannya untuk tidak menyentuh mereka atau merasa terangsang.
Dia pun menyatakan bahwa darah menstruaasi sebagai “manifestasi dari terganggunya jiwa wanita oleh seksualitasnya”, pun ia percaya bahwa kaum kulit hitam adalah kasta rendahan.
Kundun (1997):
Menghilangkan perbudakan yang dilakukan Biksu
Sejarah mengingat bahwa Biksu di Tibet adalah korban tindak komunisme Cina di abad pertengahan, tapi realitanya lebih kompleks. Sebelum invasi tersebut, Biksu di Tibet kerap menyiksa dan memperbudak warga setempat, serta menarik pajak dengan biaya terlalu tinggi.
Film buatan Martin Scorsese yang menyoroti kehidupan Tenzin Gyatso, selaku Dalai Lama ke-14, menggambarkan mereka sebagai orang-orang cinta damai yang antikekerasan.
The Iron Lady (2011):
Menghilangkan rasisme dan homofobia Margaret Thatcher
The Iron Lady menceritakan perjuangan ambisi sejak masih muda dari seorang Margaret Thatcher untuk meraih kedudukan di parlemen. Di zaman itu, perbedaan gender begitu kuat ditegakkan, dan menjadi penghalang bagi Margaret.
Margaret memang salah satu Perdana Menteri paling berpengaruh dalam sejarah Inggris, tapi film biografinya enggan memasukkan fakta bahwa ia bertindak tidak adil pada kaum non-kulit putih dan gay. Menurut para kerabat, Margaret Thatcher selalu memiliki stigma negatif terhadap kelompok LGBT, sekaligus mendukung keputusan Australia menghentikan imigrasi dari Asia.
Baca juga: Di Balik Kesuksesan Daniel Craig Memerankan James Bond