Facebook Envy, Stres dan Depresi Gara-gara Medsos
https://www.naviri.org/2018/05/facebook-envy.html
Naviri.Org - Salah satu syarat menikmati kehidupan yang bahagia adalah mensyukuri hal-hal yang kita miliki, dan tidak merisaukan hal-hal yang tidak kita miliki. Itu bisa dibilang resep yang sederhana, sekaligus mudah. Namun, di masa sekarang, resep yang simpel itu tampaknya sulit dilakukan, karena orang bisa dengan mudah melihat kehidupan orang lain, dan bisa jadi kemudian menyaksikan banyak orang yang memiliki hal-hal yang tidak ia miliki.
Dengan adanya media sosial, kita bisa dengan mudah melihat kehidupan orang lain. Aktivitasnya, acara dan kehidupannya, sampai hal-hal yang mereka miliki, lengkap dengan foto-foto yang mendukung.
Untuk beberapa orang, mengetahui kegiatan orang lain melalui laman daring profilnya memang menarik. Bahkan menjadi kebutuhan yang tanpa disadari harus dipenuhi. Namun, banyak yang tak sadar bahwa kebiasaan ini akan menimbulkan sebuah fenomena “Facebook Envy”, sebuah kondisi yang menimbulkan perasaan tidak bahagia dan depresi.
Facebook Envy muncul ketika seseorang melihat unggahan teman Facebooknya—mungkin saat sedang liburan, atau sekadar membeli barang baru—lalu terpacu untuk membandingkan dirinya dengan temannya tersebut. Dengan membandingkan tersebut, perasaan iri hati pun dapat muncul, dan menambah pekat depresi yang bisa dirasakan si pengguna.
Ada sebuah riset yang dilakukan oleh Universitas Copenhagen, yang melibatkan 1.095 orang. Riset ini dilakukan dengan memisahkan para responden ke dalam dua kelompok yang berbeda: treatment group (tidak menggunakan Facebook) dan control group (menggunakan Facebook secara berkelanjutan).
Jangka waktu yang diberikan untuk eksperimen adalah tujuh hari. Setelah itu, para responden kembali dikumpulkan dan menyampaikan hasil eksperimen. Dari hasil tersebut, ditemukan bahwa mereka yang menggunakan Facebook selama tujuh hari berturut-turut memiliki indeks kepuasan hidup setinggi 7,74 (dari angka 10). Sementara kelompok yang tidak menggunakan Facebook memiliki indeks kepuasan hidup yang lebih tinggi, yakni 8,11.
Efek kepuasan terhadap hidup juga lebih besar dirasakan oleh mereka yang sempat merasakan Facebook Envy, dan akhirnya memilih abstain dari penggunaan Facebook.
Walau dapat memicu perasaan tertentu, hingga saat ini Facebook masih menjadi salah satu media sosial yang marak digunakan untuk membangun hubungan sosial dan jaringan dengan orang baru. Tak aneh bila Facebook menjadi salah satu media sosial dengan pengguna terbanyak di dunia.
Dari tahun 2014 ke 2016, pengguna Facebook meningkat cukup drastis; dari angka pengguna sekitar 1,2 miliar hingga akhirnya menanjak ke angka hampir 1,8 miliar pengguna di seluruh dunia. Untuk Asia, pengguna Facebook mencapai angka 629 juta pengguna per September 2016.
Fitur Facebook kini begitu lengkap. Mulai dari berbagi cerita melalui fitur status atau post, hingga membuat album foto yang bisa menandai profil teman pada foto yang diunggah pun menjadi kelebihan yang kerap digunakan para penggunanya. Ditambah lagi dengan fitur live video yang kini menambah asyik penggunaan Facebook untuk berjejaring.
Namun, fitur yang beragam ini tentunya lagi-lagi bisa memicu perasaan yang tidak diinginkan. Mengetahui lebih banyak mengenai kehidupan pribadi seseorang nyatanya tidak sepenuhnya membawa kebaikan. Alih-alih baik, malah menambah derita dan perasaan sesak—entah karena iri, emosi, atau cemburu.
Baca juga: Pengguna Medsos Lebih Rentan Mengalami Depresi