Kisah Bocah Jenius Indonesia yang Kuliah di Kanada
https://www.naviri.org/2018/05/bocah-jenius-indonesia.html
Naviri.Org - Cendikiawan Suryaatmadja, yang juga kerap disapa Diki Suryaatmadja, adalah bocah berusia 12 tahun asal Indonesia. Namanya menjadi buah bibir, khususnya di kalangan masyarakat Indonesia, setelah dia memperoleh beasiswa di University of Waterlo, Ontorio, Kanada. Karenanya, Diki juga menjadi mahasiswa paling muda di sana. Hal itu dilatari IQ Diki yang memang tergolong jenius.
Diki memulai pengalaman akademiknya di dunia kampus, sekaligus menyandang status sebagai mahasiswa termuda di University of Waterloo. Diki menjalani studi fisika di kampus tersebut.
"Saya senang sekali, tapi sedikit gugup dengan transisi budaya," kata Diki, seperti dilansir CTV News.
Bocah kelahiran 1 Juli 2004 itu sudah tertarik dengan fisika sejak usia 9 tahun. Sejak itu pula dirinya berangan-angan menjadi fisikawan termuda lagi terhebat. "Fisika adalah ilmu yang dapat mengubah dunia," kata dia, seperti dikutip TheRecord.com, situs lokal di Waterloo.
Guna mengejar impiannya, Diki juga melatih keterampilan berbahasa Inggris secara otodidak.
Pengelola kampus turut bangga dengan Diki. "Dia sepenuhnya siap secara akademis," kata Andre Jardin, perwakilan kampus yang mengurusi bidang penerimaan mahasiswa baru.
Menurut Jardin, tim penerimaan mahasiswa meluluskan berkas Diki, sebelum memperhatikan usia, dan jenis kelaminnya. Mereka baru menyadari bahwa Diki masih berusia 12, ketika dinyatakan lulus seleksi.
"Kami ingin memastikan dia bisa bersosialisasi (dengan lingkungan barunya), serta memiliki pengalaman hebat dan sukses, seperti mahasiswa lainnya." ujar Jardin.
Di Kanada, Diki akan tinggal di luar kampus, berbeda dengan tradisi kebanyakan mahasiswa yang menetap di asrama. Ayahnya akan menemani Diki sembari bekerja.
Adapun University of Waterloo punya reputasi baik di Kanada. Times Higher Education—majalah yang spesifik meliput dunia pendidikan tinggi—menempatkan University of Waterloo pada urutan 179 dalam daftar universitas terbaik dunia.
Jejak Diki di Indonesia
Dengan IQ 189, Diki memang jenius. Kecemerlangan Diki sudah terlihat sejak usianya masih terhitung bulan. "Umur 6 bulan sudah bisa bicara, meski cadel," kata ibunda Diki, Hanny.
Saat berusia 2, Diki mulai lancar berhitung, terutama dalam operasi pertambahan dan pengurangan. Aktivitas menulis mulai dilakukannya sejak usia 3. Di usia yang sama, dia juga mulai menguasai operasi perkalian dan pembagian.
Kemampuan itu diiringi dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Diki sering membaca buku-buku milik kakak perempuannya yang duduk di sekolah dasar. Acapkali, Diki melempar pertanyaan-pertanyaan yang sulit dijawab orang tuanya.
Pada usia 6, Diki dimasukkan ke sekolah dasar. Dia loncat dari kelas I langsung ke kelas III. Setahun berikutnya, Diki dikirim orang tuanya ke Singapura. Sekira enam bulan di negeri jiran, Diki kembali ke Indonesia, dan diterima di SMA Kesatuan Bogor, Jawa Barat.
Sebelum masuk SMA, Diki mengikuti ujian Paket B. Ia tercatat sebagai peserta ujian termuda kala itu (Mei 2015). Di Indonesia, Diki mendapat bimbingan (kurikulum khusus) dari Prof. Yohanes Surya, yang punya pamor sebagai cerdik cendekia bidang fisika.
Sebagai misal, di SMA Kesatuan Bogor, Diki mendapat perlakuan khusus, dan hanya perlu menghadiri pelajaran fisika saja. Sisanya dia habiskan dengan belajar sendiri, dan melalui pendampingan dari tim Yohanes Surya.
"Setiap hari saya juga belajar fisika bersama guru (Surya University) selama empat jam. Sisanya saya belajar sendiri," ungkap Diki.
Ia juga kerap mengikuti Olimpiade bidang sains. Salah satunya, saat tercatat sebagai peserta termuda Olimpiade Fisika di Kazakhstan 2016.
Ihwal cita-citanya, dalam sebuah wawancara, Diki mengatakan ingin membuat penemuan-penemuan baru yang bisa mengubah dunia. "Saya ingin menjadi orang yang membanggakan Indonesia. Saya akan kembali ke Indonesia," kata dia.
Baca juga: Kisah Mengharukan Dua Bocah yang Mencari Ayah dan Ibunya