Berlian dan Pecahnya Perang Sipil di Sierra Leone
https://www.naviri.org/2018/05/berlian-dan-pecahnya-perang-sipil.html
Naviri.Org - Menatap Sierra Leone seperti menatap ironi kehidupan. Sebagai negara, Sierra Leone diberkati dengan kekayaan luar biasa, berupa kandungan berlian di dalam tanah buminya. Kekayaan yang seharusnya menjadikan Sierra Leone sebagai negara kaya-raya itu justru mengubah Sierra Leone sebagai arena berdarah, tempat perang sipil meletus dan perebutan kekuasaan berlangsung dengan banyak korban.
Dimulai pada tanggal 23 Maret 1991, Front Persatuan Revolusioner memulai kampanye menggulingkan pemerintahan Joseph Momoh, dan sekaligus sebagai penanda awal perang saudara di Siera Leone.
Dalam tahun pertama peperangan, Front Persatuan Revolusioner menguasai sebagian besar wilayah di timur dan selatan Sierra Leone, ladang utama penghasil berlian. Pasukan militer Sierra Leone bukannya tanpa melawan. Sekira akhir 1993, militer Sierra Leone berhasil mendorong Front Persatuan Revolusioner kembali ke perbatasan Liberia. Namun, Front menghantam balik, sehingga peperangan terjadi di antara kedua kubu ini.
Sebuah perusahaan militer swasta, bernama Executive Outcomes, yang berbasis di Afrika Selatan, diketahui juga dikerahkan untuk mengusir Front Persatuan Revolusioner pada 1995. Setahun kemudian, Sierra Leone menyelenggarakan pemilihan umum, dan Front Persatuan Revolusioner mau berdamai di bawah perjanjian Abidjan Peace Accord.
Namun, tidak lama kemudian peperangan kembali berlangsung. Sekelompok perwira militer Sierra Leone, yang tidak puas, melakukan kudeta pada Mei 1997 dan mendirikan Dewan Angkatan Bersenjata Revolusioner sebagai pemerintahan baru di negeri tersebut. Front Persatuan Revolusioner kemudian bergabung dengan kelompok perwira militer yang melakukan kudeta.
Keduanya dapat menaklukkan kembali Freetown, ibukota Sierra Leone dengan hanya sedikit perlawanan. Menurut tulisan Lansana Gabriel, yang berjudul "War and State Collapse: The Case of Sierra Leone", periode ini dipenuhi penjarahan, pemerkosaan, hingga pembunuhan.
Para pemimpin dunia mulai melakukan diplomasi intervensi guna mendorong negosiasi antara Front Persatuan Revolusioner dengan pemerintah. Sebuah perjanjian perdamaian bernama Lomé Peace Accord ditandatangani pada tanggal 27 Maret 1999.
Perjanjian itu menghasilkan pengangkatan Foday Sankoh selaku pemimpin Front Persatuan Revolusioner sebagai wakil presiden, dan menguasai tambang berlian di Sierra Leone dengan konsekuensi mengakhiri pertempuran dan pelucutan senjata oleh pasukan perdamaian PBB.
Proses pelucutan berjalan lambat dan tidak konsisten, hingga muncul pemberontakan kembali di Freetown. Dengan restu mandat dari PBB, operasi militer Inggris dan Guinea memukul mundur dan mengalahkan Front Persatuan Revolusioner. Presiden Kabbah pada 18 Januari 2002 kemudian mendeklarasikan berakhirnya perang saudara di Sierra Leone.
Selama perang saudara berlangsung, berlian menjadi aset utama oleh kelompok Front Persatuan Revolusioner. Mereka menguasai daerah pertambangan berlian, dan menjualnya untuk pendanaan perang dan pembelian berbagai senjata dari negara tetangga seperti Guinea, Liberia, dan bahkan tentara nasional Sierra Leone, seperti dipaparkan Ibrahim Abdullah dalam buku berjudul Between Democracy and Terror: The Sierra Leone Civil War.
Kelompok ini merekrut para pengungsi dari Liberia yang lari ke perbatasan karena negaranya juga dilanda perang saudara. Pengungsi yang rata-rata didominasi oleh anak-anak ini kemudian diberi senjata, dan dipaksa untuk bergabung bersama Front Persatuan Revolusioner.
Laporan Human Rights Watch menunjukkan bagaimana anak-anak dan orang dewasa memiliki anggota badan yang telah dipotong, anak perempuan dan wanita muda dibawa ke kamp para pemberontak dan mengalami pelecehan seksual. Pasukan pemerintah dan pasukan perdamaian pimpinan Nigeria bahkan malah mendukung perang ini meski pada tingkat yang rendah.
Sejak 2000, PBB telah mengambil tindakan dengan melarang di seluruh dunia untuk menerima berlian dari Sierra Leone. Dilansir BBC, embargo ini dimaksudkan untuk menekan perdagangan ilegal ekspor berlian yang selama ini mendanai pembelian persenjataan untuk perang sipil.
Laporan dari United State Departemen of Labor menyebut sebanyak 1.270 sekolah dasar hancur selama berlangsungnya perang sipil, dan menurut Lansana Gabriel telah menelan korban jiwa antara 50.000 sampai 300.000. Sebanyak 2.5 juta orang lainnya mengungsi, baik masih di dalam negeri maupun ke luar negeri.
Setahun setelah berakhirnya perang sipil yang berdarah-darah, PBB menghapus larangan ekspor berlian dari Sierra Leona. Tahun 2017, International Monetary Fund memperkirakan ekspor berlian dari Sierra Leone bisa mencapai US$133 juta, meskipun penyelundupan berlian masih marak terjadi di negara tersebut.
Perang saudara di Sierra Leone ini telah menjadi latar dalam berbagai film layar lebar, di antaranya Blood Diamond pada 2006 yang dibintangi Leonardo Di Caprio, film-film dokumenter yang turut memenangkan penghargaan seperti Cey Freetown, hingga dibawa ke panggung musik hip hop oleh Kanye West berjudul "Diamonds from Sierra Leone."
Baca juga: Sejarah dan Konflik Seputar Berlian di Sierra Leone