Kisah Para Wanita yang Disembunyikan Amerika (1)
https://www.naviri.org/2018/04/wanita-yang-disembunyikan-amerika-part-1.html
Naviri.Org - Ada satu masalah yang tampaknya belum juga usai di Amerika Serikat, yaitu perbedaan ras. Sebagaimana kita tahu, orang Amerika seperti dibagi menjadi dua, yaitu orang-orang berkulit putih dan orang-orang berkulit hitam (yang sekarang juga sering disebut orang berkulit warna). Meski upaya menghilangkan diskriminasi ras telah dimulai sejak bertahun-tahun lalu, namun nyatanya hal itu kadang masih terjadi.
Yang ironis, kenyataan terkait diskriminasi ras kadang juga muncul dalam hal-hal penting. Seperti ketidakmauan Amerika untuk mengakui adanya ilmuwan-ilmuwan tertentu, yang kebetulan berkulit hitam. Kisah berikut ini adalah cerita menarik mengenai wanita-wanita berkulit hitam yang selama ini telah disembunyikan oleh Amerika, dan bagaimana upaya menemukan wanita-wanita itu menciptakan sebuah kisah panjang.
Pada Minggu malam 11 Maret 2018, Candace Jean Andersen tidak bisa tidur. Benar, bahwa gambar buram wanita itu berangsur terang. Dan bukan hanya sembarang warga Twitter yang memberitahunya, tapi orang-orang yang benar-benar berada di konferensi itu telah menyakinkannya dengan pasti. Tak ada keraguan lagi. Seharusnya ia bisa tidur lelap, tapi ia tak bisa.
Pertama, Suzanne M. Contos, sekretaris eksekutif penyelenggara konferensi yang sebelumnya diduga sebagai wanita misterius itu, telah membantahnya. Bahkan Contos telah menghubungi mantan bosnya, G. C. Ray, yang bersumpah sebagai orang yang memotret peserta konferensi itu, dan telah meyakinkan 100 persen kebenaran siapa identitas satu-satunya wanita di antara puluhan pria di dalam foto itu.
Kedua, Dee A. Link, mitra penelitian Smithsonian di program Mamalia Laut Museum Nasional Sejarah Alam, juga telah menghubungi mentornya, Don Wilson, kurator emeritus mamalia di Smithsonian yang datang ke acara itu. Smitsonian adalah salah satu lembaga yang mensponsori konferensi itu. Wilson menunjuk nama yang sama dengan yang diyakinkan Ray.
Masalahnya, baik Wilson maupun Ray tak memiliki antusiasme dengan nama di balik sosok itu. Keduanya yakin, wanita itu bukan sosok penting di konferensi. Wanita itu hanyalah staf pendukung.
Andersen tidak ingin jejak ini berakhir di sana. Dia mengecek Facebook dan mengirim pesan ke nama yang ia curigai sebagai sosok itu. Namanya mirip, hanya beda nama belakang, dan terlihat tak aktif di Facebook. Pesan terkirim, lalu Andersen tertidur lelap.
Cerita Andersen dimuat oleh media-media besar di Amerika. The New York Times terlihat paling dulu mengunggah ceritanya pada 19 Maret. CNN di 21 Maret, dan makin banyak lagi.
Tetapi, sepertinya yang paling dulu mengunggah, terlihat dari catatan unggahan artikel, adalah smithsonianmag, tertanggal 16 Maret. Meski, di tanggal 19 Maret diperbarui dengan catatan editorial berisi permintaan maaf untuk beberapa hal. Ya, sejak hari-hari itu, Smithsonian dan Andersen mungkin akan banyak berhubungan erat di masa depan.
Pertolongan warga Twitter
Sebelum menjadi berita, sebagaimana ia tuliskan di candacejean.com, Andersen adalah penulis dan seniman biasa yang tinggal di pinggiran kota, di luar Salt Lake City, dengan dua putra, pacar, dan hewan ternak. Dia mengolah gambar sambil melamun di antara buku-buku tua, barang antik, dan mengumpulkan temuan hutan.
Februari 2018 mengarahkan Andersen pada misteri, saat di bulan itu ia mengerjakan proyek buku bergambar tentang Undang-Undang Perlindungan Mamalia Laut tahun 1972.
Dari Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika, ia mendapatkan setumpuk artikel dengan teks padat mengenai sebuah konferensi internasional tahun 1971 di Virginia yang membahas biologi Paus. Konferensi yang dihadiri beberapa ahli biologi kelautan yang paling terkemuka itu terkait erat dengan lahirnya UU Perlindungan Mamalia Laut 1972.
Tidak ada yang aneh dari dokumen itu, sampai akhirnya ia memperhatikan foto 38 peserta konferensi yang tampak kebanyakan berkulit putih dan laki-laki. Matanya terkunci pada satu sosok wanita kulit hitam mengenakan ikat kepala, dengan wajah yang hanya tampak separuh karena separuhnya terhalang oleh pria di depannya.
Semua orang diberi nama dalam keterangan foto, kecuali wanita itu. Siapa wanita ini? Kenapa tak ada nama maupun riwayatnya?
“Melihat wanita itu sendiri kesepian di grup laki-laki, saya ingin tahu siapa dia,” kata Anderson kepada Smithsonian.com.
Gambar buram berusia 47 tahun lalu, yang menampilkan separuh wajah wanita kulit hitam itu, menghantuinya. Beberapa minggu setelah dia pertama kali melihat foto itu, dia tak tahan lagi untuk menyimpannya sendiri.
Andersen membawa masalahnya ke Twitter. “Bisakah Anda membantu saya mengenalnya?” Dia bertanya kepada 500 pengikutnya. Dia berbagi foto penuh dan versi potongan yang diperbesar pada orang misterius ini: perbesaran piksel dari seorang wanita kulit hitam yang mengenakan ikat kepala, dan wajahnya sebagian dikaburkan oleh pria yang berdiri di depannya.
Itu hari Jumat 9 Maret 2018. Segera agen sastranya me-retweet. Begitu juga seorang teman zoologis. Tanggapan mulai mengalir masuk. Sosok wanita berkulit hitam itu memperkuat dorongan untuk memecahkan misteri ini sekaligus membantu mempersempit pencarian, membuka percakapan pada identitas rasnya. Pada hari Sabtu, 10 Maret 2018, postingan Andersen menjadi viral sampai dia harus mematikan pemberitahuan dari teleponnya.
Pencarian untuk mengidentifikasi ‘Hidden Figure’—istilah yang dipopulerkan oleh film nominasi Oscar tentang tim ahli matematika wanita kulit hitam di NASA yang karyanya tidak pernah diakui—telah mendapat perhatian baru dalam beberapa tahun terakhir.
Upaya oleh sejarawan, peneliti, dan masyarakat umum telah dimulai untuk menyelidiki kisah di balik wanita tanpa tanda jasa, khususnya wanita berkulit hitam, dan menulis kembali pencapaian mereka ke dalam narasi utama.
Upaya keras Andersen untuk memecahkan misteri foto wanita kulit hitam di antara kerumunan pakar kulit putih di tahun 1971 itu memperbesar energi publik untuk ikut memecahkannya, menghimpun para penggemar sejarah, sejarawan profesional, dan profesional arsip.
Beberapa tebakan mengarah ke Matilene Spencer Berryman, seorang ahli kelautan yang juga seorang ahli lingkungan dan pengacara, yang telah meninggal pada tahun 2003. Tetapi warga twitterland yang lain dengan cepat menunjukkan bahwa Berryman sudah berusia 50-an awal ketika foto itu diambil, sementara wanita di dalam foto tampak jauh lebih muda.
Sampailah kepada Suzanne M. Contos yang menuntun ke G. C. Ray, sampai pada Dee A. Link yang menuntun ke Don Wilson. Pada Minggu, semuanya tampak sudah jelas. Wanita itu bernama Sheila Minor Huff. Sampai Minggu malam, 17 Maret, semua yakin tak ada lagi yang perlu diteruskan, Sheila hanyalah seorang staf biasa dalam sebuah acara konferensi.
Untuk menyepelakan siapa sebenarnya sosok Sheila Minor, Smithsonian bahkan sampai menyatakan permintaan maaf dalam editing editorial pada 19 Maret untuk artikel 16 Maret, karena ketidakmauan untuk mengakui bahwa gerakan ‘hidden figure’ dimulai dengan tujuan untuk memberi arti pada wanita kulit hitam dalam sejarah Amerika.
Smithsonian juga mengaku menyesal telah mengabaikan pentingnya identitas wanita kulit hitam dalam mendorong warga Twitter membantu perjuangan Andersen.
Tapi Andersen tak ingin riwayat Sheila terkubur kembali hanya dengan tambahan keterangan foto; sebagai seorang staf biasa sebuah konferensi. Saat beberapa orang yang harusnya peduli justru tak ambil pusing masih hidup atau matinya Sheila Minor, Andersen justru ingin kejelasan. Sebelum tidur lelap di Minggu malam, ia mencari di Facebook, dan menemukannya.
Baca lanjutannya: Kisah Para Wanita yang Disembunyikan Amerika (2)