Punya Anak Tak Semudah yang Dibayangkan
https://www.naviri.org/2018/04/punya-anak-tak-semudah-yang-dibayangkan.html
Naviri.Org - Banyak pasangan menikah, lalu punya anak. Karena, bagi sebagian besar mereka, punya anak akan melengkapi kebahagiaan. Ketika punya anak, mereka membayangkan anak-anak itu akan mencapai sesuatu, mewujudkan sesuatu, atau setidaknya dapat “membalas budi” orang tuanya yang telah melahirkan serta membesarkannya. Kenyataan semacam itu bisa dibilang dialami oleh banyak orang tua, untuk tidak menyebut semua orang tua.
Yang menjadi masalah, ada kalanya harapan orang tua tidak sesuai dengan realitas yang kelak dihadapi.
Almarhum Robin Williams, komedian terkenal yang meninggal pada 2014, pernah mengatakan, ketika menyentuh anak untuk pertama kalinya, Anda akan memperoleh dua visi.
Pertama; membayangkannya tumbuh besar dan sukses. Yang kedua, Anda sendiri mungkin mempertanyakan kesiapan diri membesarkan seorang anak.
Lola Borg, seorang jurnalis The Telegraph yang juga praktisi psikoterapi psikodinamik, mengatakan ada anggapan menjadi orang tua adalah investasi. Anda memberikan waktu, cinta, dan sebagian besar penghasilan kepada pewaris genetis, dengan harapan dapat menuntut 'hak' Anda di kemudian hari.
Akan tetapi, tentu saja kehidupan sering kali berjalan tidak sesuai dengan keinginan. Anak-anak tidak menjadi apa yang orang tua harapkan.
Pulang ke rumah setelah seharian bekerja, lalu menemukan rumah dalam keadaan berantakan. Sementara dari dalam kamar anak terdengar hentakan musik ditimpali suara nyaring. Jangankan membantu membereskan sebagian kecil benda-benda yang tidak pada tempatnya, mengganti seragam sekolahnya pun tidak.
Orang tua sudah berdamai dengan nilai-nilai akademis anak yang berkisar di ambang batas, tetapi dia juga tidak memperlihatkan minat pada seni atau olahraga. Dia lebih suka menghabiskan waktunya berselancar di media sosial, YouTube misalnya.
Seorang ayah yang berprofesi dokter merasa putus asa ketika anaknya menolak mengikuti jejaknya menjadi dokter, dan memilih menjadi penyanyi. Seorang ibu, perempuan karier sukses, 'patah hati' karena anak gadisnya ingin segera menikah begitu selesai kuliah, daripada memulai karier dan menikmati hasilnya.
Atau mengernyitkan kening ketika, alih-alih menekuni musik klasik yang elegan seperti kesukaan Anda, mereka lebih suka mencabik gitar listrik dengan gaya urakan ala punk.
Sebenarnya, kebanyakan orang tua sudah menyadari bahwa tidak ada jaminan anak-anak akan mewarisi atau mengikuti jejak orang tuanya.
Bahkan data dari lembaga non profit Internet Matters menunjukkan bahwa 13 persen dari anak-anak yang berusia antara 11 sampai 16 tahun tertarik menjadi selebritas YouTube, daripada menjadi dokter atau profesi-profesi mapan lain.
Namun, tetap saja itu semua tidak membuat para orang tua menghentikan harapan-harapan terhadap anak-anak mereka. Suzie Hayman, seorang penasihat hubungan keluarga yang juga penulis buku Raise a Happy Teenager, mengatakan bahwa para orang tua memiliki harapan yang luar biasa terhadap anak-anak untuk melakukan sesuatu bagi orang tua.
"Para orang tua juga memiliki harapan untuk menjadi orang tua yang sempurna, agar dapat memiliki anak yang sempurna juga," ujarnya.
"Orang tua masa kini, sebenarnya sudah menyadari besarnya investasi terhadap anak-anak seharusnya tidak membuat mereka mengharapkan imbalan dari anak-anak, seperti mereka akan mengikuti jejak orang tuanya," kata psikolog keluarga, Miriam Chachamu, kepada The Telegraph.
Mereka mendorong anak-anak untuk menjadi diri sendiri, akan tetapi kadang-kadang mereka sulit menerima pilihan dan keputusan anak-anak. "Orang tua sering memiliki fantasi, dan anak-anak tidak cocok," kata Hayman. "Mereka tidak menerima fakta bahwa anak adalah orang yang memiliki haknya sendiri."
Pakar parenting dari The Calmer Parenting, Noel Janis-Norton, mengatakan dalam suatu wawancara bahwa kita hidup di tengah budaya yang mengembangkan gagasan bahwa orang tua yang baik akan mengorbankan keinginan dan kebutuhan mereka untuk anak-anak. Padahal berkorban bukanlah hal mudah.
Miriam Chachamu menambahkan, orang tua tidak perlu 'malu' mengungkapkan harapan dan kekecewaan mereka terhadap anak-anak. Karena perasaan itu hanyalah sinyal yang memberitahu bahwa situasinya tidak sesuai harapan. Tetapi orang tua juga harus menyadari bahwa sekalipun anak-anak tidak 'memilih' jalan yang sama, namun mereka bisa memiliki kualitas yang luar biasa.
Tidak ada yang mengatakan bahwa punya anak itu mudah.
Baca juga: Mengenal ADHD dan Hiperaktivitas pada Anak