Kota-kota dengan Biaya Sewa Rumah Termahal di Dunia
https://www.naviri.org/2018/04/kota-kota-dengan-biaya-sewa-rumah-termahal.html
Naviri.Org - Industrialisasi dan globalisasi menjadikan banyak orang bekerja di tempat jauh dari tempat lahirnya. Seseorang yang lahir dan besar di Kalimantan, misalnya, bisa jadi memiliki pekerjaan di Jakarta, yang mengharuskannya tinggal di Jakarta. Karena bekerja di Jakarta dan tinggal di Jakarta, maka dia pun harus punya rumah atau tempat tinggal di Jakarta pula.
Yang menjadi masalah, memiliki rumah—apalagi di kota besar semacam Jakarta—bukan hal mudah. Harga properti di Jakarta sangat mahal, dan tidak setiap orang punya kemampuan membeli. Untuk mengatasi masalah semacam itu, sewa rumah biasanya menjadi solusi. Dengan menyewa rumah, seseorang bisa memilih yang paling dekat dengan tempat kerja, sekaligus yang biaya sewanya paling terjangkau.
Terkait hal ini, ada fakta yang cukup mengejutkan. Data yang dirilis Rentcafe, yang juga dipublikasikan Statista, menyebutkan bahwa biaya sewa rumah di Jakarta mencapai sekitar 37 persen dari gaji seseorang. Artinya, jika seseorang mendapatkan penghasilan Rp5 juta per bulan, sekitar 37 persen dari gaji itu digunakan untuk membayar sewa rumah yang menjadi tempat tinggalnya.
Dari 30 kota yang menurut PwC Global merupakan kota dengan peluang kerja paling besar di dunia, Rentcafe merunut berdasarkan rasio biaya sewa dan penghasilan tiap bulan. Urutan disusun dari yang biaya sewanya paling kecil sampai paling besar. Daam hal ini, Jakarta berada di peringkat ke-19.
Biaya sewa paling mencekik ada di Mexico City, yaitu hingga 60 persen dari gaji seseorang. Dengan kata lain, jika sepasang suami-istri sama-sama bekerja, gaji salah satunya habis untuk membayar uang sewa, dan itu pun belum cukup.
Di Mexico City, median penghasilan sekitar US$14.500 per tahun. Sedangkan rata-rata biaya sewa rumah sekitar $8.640 setiap tahunnya, ini sama saja lebih dari setengah penghasilan.
Mexico City bukanlah kota dengan biaya sewa termahal di dunia, Manhattan, Singapura, London, bahkan Jakarta, masih jauh lebih mahal. Hanya saja, rendahnya penghasilan membuat rasio biaya sewa di Mexico City menjadi yang paling tinggi.
Biaya sewa paling tinggi di dunia ada di Manhattan, New York. Dalam setahun, rata-rata harga sewa mencapai US$44.700, lima kali lipat dari harga sewa di Mexico City. Namun, median penghasilan di kota itu juga tinggi, sekitar US$75.600 per tahun. Meski begitu, rasio biaya sewa di Manhattan juga terhitung cukup mencekik, sekitar 59 persen dari penghasilan seseorang.
Kota-kota lain yang cukup mencekik adalah Lagos, Los Angeles, Paris, Singapura, San Fransisco, Mumbai, London, Dubai. Dari 30 kota yang masuk dalam daftar urutan, Kuala Lumpur menjadi yang paling bersahabat. Di ibu kota Malaysia itu, para pekerja hanya perlu mengalokasikan 20 persen dari total penghasilan mereka setiap tahun untuk membayar biaya sewa tempat tinggal.
Dibandingkan kota-kota lain, biaya sewa di Kuala Lumpur terbilang murah, rata-rata hanya US$4.500 per tahun. Sementara median penghasilan lumayan tinggi, hampir dua kali lipat Mexico City, yaitu US$22.400. Itu mengapa rasio biaya sewa dan penghasilan di Kuala Lumpur menjadi yang terendah.
Moskow menjadi kota degan rasio terendah kedua setelah Kuala Lumpur. Ia menjadi satu-satunya kota di Benua Eropa yang masuk zona hijau. Harga sewa rumah rata-rata hanya US$6.240 per tahun. Sementara median penghasilan mencapai US$29.200 per tahun.
Menurut Quiken, sebuah perangkat lunak pengatur pengeluaran, biaya sewa rumah idealnya tidak lebih dari 25 persen penghasilan. Jadi, jika penghasilan per bulan seseorang Rp10 juta, maka biaya sewa rumah yang harus dikeluarkan sekitar Rp2,5 juta. Jika bisa menyewa tempat tinggal yang lebih kecil anggarannya dari itu, tentu lebih baik. Namun, jika lebih besar dari 25 persen, akan membahayakan keuangan dan membuat orang tak bisa menikmati gaji, atau menyisihkan uang proteksi diri dan berinvestasi.
Biaya sewa adalah uang yang hilang begitu saja. Ia berbeda dengan biaya mencicil kendaraan atau rumah yang berakhir pada kepemilikan aset. Mereka yang mengeluarkan uang terlalu banyak untuk biaya sewa, misalnya 40-50 persen dari gaji, akan kesulitan berinvestasi dan membeli properti di kemudian hari.
Misalkan gajinya Rp10 juta, tapi menyewa tempat tinggal seharga Rp5 juta per bulan di Jakarta. Ia hanya memiliki sisa Rp5 juta untuk biaya transportasi, makan, pulsa, dan kebutuhan gaya hidup lainnya. Maka ruang finansial untuk menabung dan investasi semakin sempit. Tentu ini tidak sehat bagi keuangan seseorang.