Kisah Ayah Kandung Steve Jobs yang Tak Dikenal Dunia
https://www.naviri.org/2018/04/kisah-ayah-kandung-steve-jobs.html
Naviri.Org - Dunia mengenal Steve Jobs sebagai salah satu tokoh penting di bidang teknologi, sekaligus pendiri perusahaan Apple yang terkenal. Namun, dunia mungkin tidak terlalu mengenal ayah kandung Steve Jobs.
Selama ini, Steve Jobs dikenal sebagai anak pasangan Paul dan Clara Jobs. Padahal, Steve Jobs hanyalah anak adopsi pasangan tersebut. Sementara orang tua kandung Steve Jobs adalah pasangan Abdulfattah John Jandali dan Joanne Schieble.
Tidak lama setelah Steve Jobs meninggal dunia, ayah kandungnya diwawancarai media, dan ia pun mengatakan isi hatinya. Hanya satu hal yang diinginkan Abdulfattah John Jandali, imigran Muslim asal Suriah, yang juga ayah biologis Steve Jobs. Keinginannya sederhana, duduk minum kopi dan berbincang-bincang dengan anak kandungnya, yang tak sempat dia kenal.
Keadaan memaksa Jandali dan ibu kandung Jobs, Joanne Schieble (sekarang Joanne Simpson), menyerahkan bayi mungil itu untuk diadopsi.
Jobs lahir di San Francisco, 24 Februari 1955, dan diadopsi pasangan Paul dan Clara Jobs, tak lama setelah dilahirkan. Mereka tinggal di Lembah Silikon, kawasan industri elektronik di AS.
Sayang beribu sayang, harapan Jandali kandas menyusul kematian Jobs, Rabu (5/10/2011), di kediamannya di Palo Alto, California, akibat penyakit kanker pankreas yang lama dideritanya. Kepada surat kabar New York Post, Jandali mengaku baru tahu beberapa tahun terakhir kalau anaknya adalah "orang besar" sekaligus petinggi di perusahaan komputer bergengsi di dunia.
Walau sangat ingin bertemu, Jandali mengaku tak berani menelepon Jobs, karena khawatir anak kandungnya itu salah sangka, mengira dia mengejar-ngejar Jobs yang kini terkenal dan kaya raya. Jandali berkali-kali mengirimkan surat elektronik mengajak bertemu, tetapi tak pernah berbalas.
"Sekarang, saya tak punya apa-apa lagi untuk dikatakan," ujar Jandali.
Dengan nada penyesalan, Jandali mengaku tak akan pernah menyerahkan Jobs untuk diadopsi orang jika keputusan itu ada di tangannya. Keputusan adopsi diambil ibu Jobs, Joanne, lantaran ayahnya tidak mau punya menantu imigran Suriah. Joanne terpaksa pindah ke San Francisco bersama bayinya. Pada kondisi itulah, dia memutuskan untuk melepaskan Jobs.
Berbeda dengan perlakuan Jobs kepada ayah biologisnya, visioner besar dunia itu lebih bisa menerima kembali ibu kandungnya. Dia juga "merangkul" adik kandungnya, Mona Simpson, yang baru dikenalnya setelah dewasa. Jobs mengetahui keberadaan Mona saat menelusuri masa lalunya.
Nasib Mona lebih beruntung, dia lahir setelah Jandali dan Joanne menikah resmi beberapa bulan setelah Jobs diadopsi. Mona dan Jobs berhubungan sangat erat. Jobs tak ragu menyebut Mona anggota keluarganya, dan rutin meneleponnya untuk berbincang.
Mona, yang juga penulis buku terkenal Anywhere but Here, mendedikasikan karyanya untuk Steve Jobs. Dia juga bahkan menulis sebuah buku lain, berjudul A Regular Guy, yang terinspirasi dari hubungan di antara mereka.
Boleh jadi, Jobs tak ingin anak-anaknya mengulang apa yang dahulu dia alami, terasing dari sosok ayah kandung. Pada saat-saat akhir, dia membuat biografi yang ditulis kandidat pemenang hadiah Pulitzer, Walter Isaacson. Biografi itu memang menjadi antisipasinya sebelum meninggal.
"Saya ingin anak-anak mengetahui siapa ayahnya. Saya ingin mereka tahu mengapa saya tak dapat selalu berada di dekat mereka. Saya ingin mereka tahu mengapa dan memahami apa saja yang telah saya lakukan," ujar Jobs menjawab pertanyaan Isaacson.
Isaacson sebelumnya mengaku sangat heran, Jobs memutuskan menceritakan apa saja dalam biografinya itu. Padahal, selama ini Jobs hidup seolah pertapa, yang sangat merahasiakan kehidupan pribadinya, terutama dari media massa. Pertanyaan dan percakapan itu disampaikan Isaacson dalam wawancara terakhir dengan Jobs di kediamannya di Palo Alto, California.
Menurut Isaacson, saat terakhir bertemu, Jobs tertidur meringkuk kesakitan di tempat tidurnya. "Namun, pikirannya masih sangat tajam dan nada suaranya pun masih sangat bersemangat", tulis Isaacson dalam sebuah esai di situs web majalah Time.
Baca juga: "Steve Jobs" Kini Menjadi Merek Fashion