Sumber Stres Masyarakat Modern: Internet Lemot
https://www.naviri.org/2018/04/internet-lemot.html
Naviri.Org - Di hari-hari ini, siapa yang tidak lekat dengan internet? Nyaris setiap kita telah terhubung dengan internet, dan menggunakan internet setiap saat untuk berbagai keperluan atau mencari hiburan. Di satu sisi, kehadiran internet memberi banyak manfaat. Namun, di sisi lain, internet—khususnya yang lemot—kerap menjadi sumber stres.
Kita pasti pernah mengalami kejengkelan saat membuka suatu web, dan mendapati jaringan yang lemot, sehingga loading web sangat lambat. Bukan hanya saat menonton Youtube, tapi juga gagal mengunduh file, kesusahan membuka situsweb akibat tampilannya yang terlalu “berat”, terlalu lama memuat ulang sebuah laman penting yang sedang jadi rujukan dalam pekerjaan, atau terlalu lama mengunggah maupun mengirim hasil pekerjaan padahal sedang ditunggu-tunggu.
Tahun lalu, Ericsson melalui ConsumerLab-nya mempublikasikan sebuah riset bertajuk “The Stress of Streaming Delays”. Para responden dibagi menjadi tiga kelompok yang diberi gawai dan sebuah pekerjaan dengan modal jaringan internet tanpa gangguan, dengan gangguan jaringan tingkat menengah, dan gangguan jaringan tingkat tinggi.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui respons responden dari ketiga situasi di atas. Pendekatan yang dipakai adalah studi neurosains sehingga peneliti memantau aktivitas otak, gerakan mata, dan nadi responden selama mereka berselancar ke beberapa situsweb dan menonton video klip. Mereka juga mengukur persepsi responden operator jaringan internet yang dipakai sebelum dan sesudah dilaksanakannya penelitian.
Hasilnya menunjukkan, penundaan dalam memuat sebuah laman dan video meningkatkan level detak jantung dan stres responden. Rata-rata dalam sekali penundaan akan menghasilkan 38 persen peningkatan detak jantung. Sedangkan untuk stres, partisipan telah menunjukkan stres sejak awal memegang gawai sebab salah satu perintahnya yakni menuntaskan sebuah pekerjaan dengan waktu yang terbatas. Dalam pelaksanaannya, penundaan-penundaan dalam akses internet membuat tingkat stresnya lebih tinggi lagi.
Stres sebesar 13 persen bahkan tetap ada pada kelompok responden yang jaringan internetnya lancar jaya. Untuk kelompok kedua dengan penundaan tingkat menengah, tingkat stres di awal penelitian sudah mencapai 16 persen. Setelah penundaan-penundaan selama dua detik di sisa penelitian, tingkat stresnya naik menjadi 31 persen.
Sementara itu, di kelompok dengan tingkat penundaan paling tinggi, sudah merasakan kenaikan tingkat stres sebesar 19 persen di awal riset. Di sisa riset dengan penundaan-penundaan hingga 6 detik, tingkat stresnya sudah mencapai 34 persen.
Bagian lain riset ConsumerLab menyatakan bahwa tingkat stres akibat jaringan internet lambat memang masuk menempati posisi kedua tertinggi. Faktor penyebab stres pertama ditempati penyelesaian soal matematika, bidang pelajaran yang jadi momok pelajar sedunia. Di tempat kedua ada jaringan internet buruk, lalu ketiga dan berturut-turut setelahnya ada menonton film horor, berdiri di tepi tebing, menonton acara melodrama di televisi, dan mengantre panjang saat membayar di toko ritel.
Perkara stres pernah disebutkan juga pada riset ConsumerLab di tahun 2015 yang fokus utamanya adalah pada fenomena pemakaian produk wereable pada respondennya. Ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi mengapa mereka suka dengan produk canggih itu.
Faktor utamanya rupanya agar memperpanjang usia harapan hidup. Dan memakai produk wereable yang bisa dipakai untuk memantau dan mengatur kadar stres dipercaya menjadi produk wereable yang paling manjur dengan perpanjangan usia hidup hingga dua tahun atau yang terlama di antara motif lainnya.
Dalam rentang 0 hingga 2 tahun untuk perpanjangan usia hidup, motif-motif lain selain mengatur level stres bermacam-macam, mulai dari produk peralatan makan canggih yang bisa dipakai untuk mengatur asupan kalori, garam, atau alergi, yang bisa dipakai untuk memantau kesehatan fisik, yang berbentuk botol obat untuk mengatur konsumsi obat, hingga yang bisa dipakai untuk membuat tidur lebih berkualitas.
Terakhir, yakni produk wearable yang bisa dipakai untuk mengatur lalu lintas jaringan internet dengan baik, diyakini bisa memperpanjang usia hingga 0,5 tahun.
Baca juga: Pengguna Medsos Lebih Rentan Mengalami Depresi