Deretan Start-up Indonesia yang Tumbang
https://www.naviri.org/2018/04/deretan-start-up-indonesia-yang-tumbang.html
Naviri.Org - Start-up atau usaha rintisan, mulai menjadi tren setelah munculnya start-up yang berhasil tumbuh menjadi perusahaan besar. Seiring tren yang berjalan, pertumbuhan start-up merambah ke banyak bidang. Dari teknologi sampai makanan dan wisata. Karena sifatnya rintisan, ukuran maupun modal yang terlibat dalam bisnis pun belum bisa dibilang besar. Dalam hal itu, ada sebagian start-up yang berhasil, namun tidak sedikit yang tumbang dan berhenti di tengah jalan.
Beberapa start-up memfokuskan layanan pada jasa pesan antar makanan. Di dunia bisnis, layanan itu sebenarnya tampak positif dan menjanjikan, karena berpotensi digunakan banyak orang yang ingin mendapatkan makanan secara mudah dan praktis, tanpa harus keluar rumah. Di Indonesia, salah satu start-up yang melayani jasa pesan antar makanan semacam itu adalah Foodpanda. Tetapi, sayang, belakangan Foodpanda tidak mampu memperpanjang layanannya, karena tumbang.
Berdiri pada 2012, Foodpanda sesungguhnya memiliki awal yang cukup menjanjikan di Indonesia. Mereka terus memperluas ekspansi bisnisnya. Tak berhenti di Jabotabek, Foodpanda beroperasi juga di Bali, Bandung, Makassar, dan Medan. Terakhir, pada 2015 lalu, start-up ini menghadirkan layanannya di Surabaya.
Juan Chene, managing director Foodpanda Indonesia, pada 2013 pernah mengatakan, "Sebagai start-up, kita tidak berbicara tentang angka pengiriman aktual saat ini. Tapi kami maju dengan cepat, dan kami terutama melihat potensi besar dalam kehidupan mobile. Hanya sesaat setelah peluncuran aplikasi mobile kami, sekitar 25% persen dari pesanan sudah datang dari smartphone atau tablet."
Namun, kehadiran layanan serupa pada daftar layanan yang disediakan oleh start-up ride-hailing, seperti Go-Jek dan Grab, membuat Foodpanda kelimpungan. Dalam laporan The Jakarta Post, Foodpanda mengakui hal tersebut.
Sempat mengumumkan akan menjual bisnis mereka dengan harga sekitar $1 juta, Foodpanda akhirnya menyerah, setelah usahanya tidak menunjukkan titik cerah. Perusahaan yang disokong oleh Rocket Internet itu memang sebelumnya mengatakan akan fokus pada pasar yang terbukti telah memberikan transaksi dan keuntungan bagi perusahaan, di antaranya Eropa Timur dan Timur Tengah.
Foodpanda tidak sendiri. Tahun itu setidaknya terdapat beberapa perusahaan start-up yang sedang kelimpungan bahkan menutup usahanya, di antaranya YesBoss, HaloDiana, Shopious, Jade, Coral, Ensogo, Rakuten, dan OpenRice.
Pada kasus YesBoss, mereka dikabarkan akan melakukan pivot dari layanan asisten pribadi virtual dengan model business to consumer, menjadi business to business (B2B). Pivot merupakan istilah yang cukup familier di dunia start-up, di mana perusahaan sedang mempersiapkan untuk berpindah rencana bisnis dari A ke B, karena model bisnis A tidak berjalan baik.
Bisnis layanan asisten pribadi virtual lewat Short Messaging Service (SMS), seperti yang disediakan YesBoss, memang sepertinya kurang menjanjikan. HaloDiana, kompetitor YesBoss, sebelumnya bahkan sudah menutup layanan mereka.
Sementara itu, Shopious, Ensogo, Coral, Rakuten, Jade, adalah start-up yang terjun langsung di bidang e-commerce. Mereka seperti kesusahan untuk bersaing, terutama dengan kompetitor di market serupa, seiring dengan makin sesaknya start-up yang terjun dalam kelompok ini.
Pertama adalah Rakuten yang menutup layanannya pada Maret 2016. Bulan berikutnya, Shopious menyusul. Ensogo di bulan Juni juga mengumumkan menarik diri dari Asia Tenggara. Sementara Jade, menurut laporan DailySocial, telah mengumumkan penutupan layanannya dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Coral, di sisi lain, tampaknya sedang dalam proses transisi rebranding, meski belum terkonfirmasi.
Pada 2015, seperti diberitakan Tech in Asia, setidaknya terdapat 7 start-up Indonesia yang gagal, salah satunya adalah Valadoo, situs penyedia paket wisata untuk destinasi Indonesia.
Baca juga: Melihat Pertumbuhan Startup di Amerika, Eropa, dan Asia