Cara Perusahaan Iklan Mengenali Pengguna Internet
https://www.naviri.org/2018/04/cara-perusahaan-iklan-mengenali-pengguna-internet.html
Naviri.Org - Suatu hari, Anda mungkin mengunjungi sebuah situs marketplace yang menyediakan aneka barang. Anda bermaksud mencari kompor gas yang baik. Jadi, saat di situs marketplace tersebut, Anda sempat membuka halaman yang menyuguhkan kompor gas yang mungkin Anda cari. Namun, pada waktu itu, Anda belum bermaksud membeli. Jadi, Anda pun meninggalkan halaman serta situs marketplace tersebut, dengan maksud untuk membelinya di waktu lain.
Kemudian, sejak itu, Anda tetap rutin membuka situs-situs di internet untu membaca artikel atau berita yang Anda inginkan. Anehnya, sejak itu pula, di situs mana pun yang Anda kunjungi, selalu muncul iklan kompos gas yang pernah Anda lihat di situs marketplace. Iklan kompor gas itu seperti mengikuti Anda ke mana pun Anda pergi. Anda masuk situs A, iklan kompor gas itu muncul di sana. Anda beralih ke situs B, iklan kompor gas itu juga muncul di sana.
Iklan yang terus mengikuti itu seperti terus mengingatkan Anda, agar jangan lupa membelinya. Anda pun mungkin heran, dan bertanya-tanya, bagaimana bisa iklan itu tahu kalau Anda memang bermaksud membeli kompor gas? Uraian berikut ini mungkin bisa menjawab pertanyaan tersebut.
Berbagai layanan yang bertebaran di dunia maya dalam bentuk situsweb, aplikasi ponsel pintar dan lainnya, seringkali mensyaratkan para pengunjungnya melakukan registrasi awal. Umumnya saat registrasi ada permintaan untuk memberikan informasi pribadi.
Kewajiban memberikan informasi pribadi terhadap pengunjung di suatu layanan di internet memang bukan tanpa sebab. Kepentingan sebuah iklan yang relevan bagi pengunjung maupun bagi sang pengiklan salah satu tujuan yang hendak dicapai dari pengisian data pribadi.
Jeffrey Hammerbacher, salah satu programer Facebook, sebagaimana dikutip dari Fast Company, mengungkapkan, “Pikiran terbaik dari generasi saya adalah berpikir bagaimana membuat orang meng-klik iklan (yang ditampilkan).” Dengan memberikan iklan yang relevan, kemungkinan pengunjung akan mengklik iklan akan jauh lebih besar.
Sayangnya, penggunaan informasi pribadi untuk kepentingan iklan bukan hanya menggunakan informasi pribadi yang secara sadar diberikan. Umumnya, layanan-layanan di internet, memasang perangkap penangkap informasi pribadi berupa script-script program komputer. Umumnya tindakan tersebut tidak disadari oleh pengunjung atau pengguna layanan. Informasi pribadi seperti alamat IP, jenis perangkat yang digunakan, hingga informasi tingkah laku pengguna saat menggunakan layanan secara otomatis dijaring oleh pengguna layanan.
Perangkap-perangkap tersebut, tertanam di segala jenis layanan dan segala platform yang tersedia di internet. Di media sosial Facebook, perangkap penangkap informasi pribadi juga tersedia. Meskipun mereka memiliki basis data penggunanya yang diberikan secara sukarela, Facebook terlihat seperti masih kekurangan data untuk menampilkan iklan yang relevan. Melalui laman Facebook, pengguna bisa mengetahui bagaimana Facebook mengumpulkan informasi selain yang diberikan pengguna, guna kepentingan mereka.
Di Google, perangkap penangkap informasi juga tak kalah mengancam individu saat berselancar di dunia maya. Mengunjungi Google, pengguna bisa mengetahui segala informasi yang dimanfaatkan Google untuk menampilkan iklan.
Selain di layanan-layanan tersebut, dalam sebuah laporan di The New York Times, dalam 1.400 buah email yang diterima, tercatat terdapat 280 atau sekitar 20 persen email yang mengandung kode pelacak yang berguna untuk mengetahui informasi pribadi si penerima email. Namun secara umum, apa yang dilakukan perusahaan-perusahaan internet dengan segala layanannya tersebut memang terlihat tidak memiliki masalah.
Mengejar profit dari iklan, adalah cara layanan-layanan semacam itu untuk tetap hidup. Menyajikan iklan yang relevan adalah upaya mereka mengejar pendapatan. Mengutip Interactive Advertising Bureau, pada kuartal I-2017, iklan digital menghasilkan pendapatan hingga $19,6 miliar di Amerika Serikat. Dengan nilai pendapatan yang tinggi tersebut, tak mengherankan bila layanan-layanan di internet, menempuh banyak cara untuk “memanjakan” pengiklan.
Iklan yang relevan, meskipun merupakan tulang punggung layanan berbasis internet, tapi dengan adanya pemanfaatan informasi pribadi justru dapat menimbulkan masalah privasi yang cukup serius.
Informasi pribadi, merujuk pada kesepakatan Uni Eropa pada 1995 yang dimuat oleh MIT Technology Review, menetapkan “informasi pribadi” sebagai semua informasi yang dapat mengidentifikasi seseorang secara langsung maupun tidak langsung. Saat Facebook melakukan IPO di bursa saham, diketahui bahwa Facebook menyimpan sekitar 111 MB foto dan video dari setiap pengguna. Informasi pribadi tersebut, bisa dimanfaatkan untuk mengidentifikasi pribadi tertentu guna tujuan yang merugikan.
Informasi-informasi seperti film yang sedang ditonton di Netflix, lagu kesukaan di Spotify, atau lokasi sinyal ponsel, terlihat memang tidak bermanfaat. Tetapi informasi tersebut bisa dimanfaatkan untuk mengidentifikasi pribadi seseorang. Sarvind Narayanan, seorang peneliti dari Princenton University, sebagaimana dikutip dari MTI Technology Review mengungkapkan, meskipun data-data terlihat tidak berguna, data-data demikian “memungkinkan secara algoritma” bisa mengidentifikasi seseorang.
Senada dengan Narayanan, dua peneliti dari MIT, Yves-Alexander de Montjoye dan Cesar A. Hidalgo mengungkapkan, dari empat titik data sinyal lokasi ponsel, pribadi seseorang bisa diketahui secara spesifik. Apalagi dipadukan dengan meningkatnya penggunaan Internet of Things (IoT), semakin banyak informasi pribadi yang bisa dieksplorasi oleh perusahaan teknologi yang bisa untuk kepentingan iklan, maupun kepentingan-kepentingan lainnya, termasuk bisa juga merugikan bagi pemilik informasi.
Baca juga: Yang Sukses dan Gagal Dalam Transformasi Digital