Hikayat Bom Molotov Dalam Sejarah Indonesia
https://www.naviri.org/2018/04/bom-molotov-dalam-sejarah-indonesia.html
Naviri.Org - Bambu runcing kerap disebut sebagai senajata andalan pejuang Indonesia, ketika merebut kemerdekaan dari penjajah di zaman dulu. Namun, tentu saja, ada senjata-senjata lain yang juga digunakan oleh para pejuang Indonesia, selain bambu runcing. Bom molotov adalah salah satunya.
Umumnya, bambu runcing digunakan untuk berperang dalam pertarungan yang tak terhindarkan. Dalanm hal itu, bambu runcing memiliki fungsi semacam senjata semisal pedang, yang digunakan untuk membela diri. Meski, dalam beberapa kesempatan, bambu runcing juga dilakukan atau ditujukan untuk hal lain, semisal difungsikan seperti anak panah yang melayang dan menembus dada musuh.
Seperti yang disebut tadi, bom molotov termasuk salah satu senjata andalan yang digunakan pejuang Indonesia di zaman penjajahan dulu.
Alasan memilih bom molotov sebagai senjata sebenarnya mudah dipahami. Dari sekian banyak bom dalam teknologi militer, bom molotov memang paling mudah dibuat. Cukup siapkan botol kosong diisi dengan minyak tanah, dan diberi sumbu. Bom bakar yang mudah dibuat ini kemudian dipakai oleh kelompok pejuang berkantong cekak untuk bertahan dari militer yang kuat.
Molotov digunakan, baik untuk membela kemerdekaan sebuah negeri, seperti dilakukan di Finlandia di masa Perang Dunia II, maupun Indonesia di masa revolusi kemerdekaan. Tentu saja tidak terkecuali juga gerakan-gerakan terorisme.
Ketika revolusi 1945-1949, pihak Republik Indonesia mau tidak mau menggunakan bom molotov. Terbatasnya dana dan bahan, juga karena blokade Belanda terhadap Indonesia, memaksa Indonesia harus membuat bom sendiri. Molotov akhirnya menjadi salah satu pilihan.
Salah satu pembuat bom molotov terkenal adalah Herman Johannes. Herman yang akademisi Universitas gadjah Mada itu, belakangan menjadi pahlawan nasional. Herman yang pernah kuliah teknik di Teckniek Hoge School (THS) yang belakangan menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB), menurut Julius Pour dalam Herman Johannes: Tokoh Yang Konsisten Dalam Sikap dan Perbuatan (1993), tak hanya bisa membuat bom molotov, tapi juga bom tarik dan granat.
Menurut Soimun dalam Prof. Dr. Ir. H. Johannes: Karya dan Pengabdiannya (1984), bersama pejuang lain Herman meminta “kepada masyarakat supaya menyumbangkan botol-botol untuk pembuatan botol-botol pembakar atau cocktail molotov menghasilkan puluhan ribu botol. Setiap harinya selama Clash I (21 Juli-5 Agustus 1947), Laboratorium Persenjataan MBT Kotabaru pimpinan Herman tersebut memproduksi ratusan granat tangan.”
Selain Herman, pemuda-pemuda bahkan bocah-bocah pun bisa membuatnya. Dalam biografinya, Azwar Anaz: Teladan Dari Ranah Minang (2011), mantan Menteri Perhubungan zaman Orde Baru, bercerita: “Ada tekniknya sehingga siap diledakkan. [...] kalau salah memasang sumbu, bom molotov tidak bisa meledak. Jadi tidak ada gunanya.”
Bom-bom itu dibuat oleh Azwar Anaz yang masih bocah untuk dikirim ke gerilyawan di sekitar kota Padang. Saking mudahnya dibuat, bahkan bocah-bocah seperti Azwar Anas kecil pun sanggup membuatnya sendiri.
Dalam banyak gerakan perlawanan, bom molotov menjadi senjata penting, baik dalam demonstrasi maupun perlawanan yang menggunakan metode teror.
Baca juga: Negara-negara yang Damai, dan yang Terus Berkonflik