Ternyata Orang Indonesia Suka Menumpuk Barang Bekas
https://www.naviri.org/2018/04/barang-bekas.html
Naviri.Org - Coba lihat isi lemari di rumah Anda. Di dalamnya tentu ada tumpukan pakaian, meliputi baju, celana, jaket, dan lain-lain. Cobalah periksa, apakah semua pakaian dalam lemari tersebut masih Anda pakai? Kemungkinan besar tidak. Dari tumpukan pakaian yang sangat banyak itu, ada kemungkinan hanya sebagian kecil yang masih sering Anda pakai, sementara sisanya tidak pernah Anda sentuh lagi.
Jika di rumah Anda ada gudang atau tempat menyimpan barang-barang tak terpakai, cobalah lihat dan amati. Ada berapa banyak barang tak terpakai di sana. Kemungkinan besar juga banyak. Barang-barang tak terpakai itu bisa saja berukuran besar atau kecil. Yang jelas, barang-barang itu ada di sana, teronggok tanpa guna, dan tidak pernah dipakai.
Jika Anda mengalami kenyataan semacam itu, Anda tidak sendiri. Setidaknya, menurut survei yang dilakukan Carousell Indonesia, tujuh dari 10 orang Indonesia punya kebiasaan sama; suka menumpuk barang bekas atau yang sudah tak terpakai. Carousell Indonesia adalah e-dagang yang menyediakan lapak bagi penggunanya untuk menjual barang-barang bekas.
Angka tersebut diperoleh melalui survei periode September 2017 di empat kota besar di Indonesia. Survei daring ini menargetkan 1.000 responden berumur 20-40 tahun.
Survei dilakukan guna mengetahui bagaimana kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia dapat membentuk pasar barang bekas di masa depan.
Dari keseluruhan responden, 82 persen memiliki hingga 29 barang yang sudah tak terpakai di rumah. Jenisnya beragam namun paling besar adalah mainan dan permainan papan, diikuti barang fesyen, dan buku.
Dari kebiasaan menumpuk barang di rumah ini, sebesar 65 persen alasan para responden adalah mereka mengaku kesulitan melepas barang yang tidak terpakai.
Sebanyak 39 persen responden mengatakan bahwa kenangan yang terkait menjadi alasan utama. Alasan kedua yang menempati angka 18 persen karena takut akan membutuhkannya lagi suatu hari. Alasan terakhir, sebesar delapan persen karena melepaskan barang-barang tersebut seperti buang-buang uang.
Dari hasil pengolahan data oleh Carousell Indonesia, lebih dari 60 persen masyarakat Indonesia merasa menumpuk barang tidak terpakai senilai hingga Rp5 juta. Tidak mengherankan, kategori gawai dan barang elektronik mengisi nilai paling besar dengan kisaran harga Rp1 sampai Rp5 juta.
Pertimbangan utama untuk membeli barang bekas di kategori gawai dan barang elektronik adalah mengenai kondisi barang yang meraup persentase hingga 89 persen, diikuti paket yang masih lengkap.
Tidak mengherankan pula jika ponsel pintar mengisi jenis barang yang paling sering ditransaksikan dalam kategori ini. Jenis gawai berikutnya adalah laptop, diikuti kamera.
Sudah hobi menumpuk barang bekas, orang Indonesia juga gemar beli barang bekas. Sebanyak 8 dari 10 orang Indonesia tak segan mengadopsi barang milik orang lain. Angka ini dikatakan lebih tinggi dari angka rata-rata pasar Asia Pasifik atau global, meski detailnya tidak dipaparkan.
Dengan 43 persen responden mengatakan setidaknya sebulan sekali melakukan pembelian barang bekas, gawai dan barang elektronik lain mengisi persentase kategori terbesar dengan angka 70 persen, diikuti pakaian laki-laki dan perempuan dengan 57 persen.
Mungkin, bagi sebagian orang kegiatan transaksi pakaian bekas merupakan aktivitas yang tidak mungkin mereka lakukan. Dengan beragam alasan, misal kesehatan.
Namun data berkata sebaliknya. Ada 70 persen responden mengatakan akan memberikan pakaian yang tidak terpakai miliknya ke kenalan atau kerabat. Sedangkan sekitar 50 persen mengatakan akan menjualnya secara daring, baik di situs e-dagang atau media sosial.
Hal tersebut dilakukan atas dasar banyaknya jumlah pakaian. Data mengatakan ada 85 persen responden menumpuk hingga 30 pakaian yang tidak terpakai.
Mengapa tidak terpakai? Berat badan ternyata menjadi alasan terbesar, yang meraup angka 30 persen. Keusangan juga menjadi faktor berikutnya.
Bagi para pembeli, alasan diskon besar atau guna melakukan penghematan uang menjadi pilihan terbesar atas dorongan membeli barang bekas. Sedangkan dari sisi penjual, untuk menghasilkan uang tambahan menjadi alasan paling besar.
Namun masuk ke proses transaksi, masyarakat Indonesia lebih tertarik untuk dapat bertemu langsung atau tatap muka dengan sang penjual. Hal ini lebih diminati jika titik temu keduanya lebih dekat dari rumah atau kantor mereka.
Adapun keinginan untuk memeriksa kondisi barang serta menghemat biaya pengiriman menjadi motivasi berikutnya.
Lepas dari statistik inti, masyarakat Indonesia kini merupakan masyarakat cerdas. Dibuktikan dengan 70 persen percaya bahwa risiko penipuan tidak hanya bisa terjadi di daring saja, sehingga perlu berhati-hati dalam setiap pembelian.
Baca juga: Fakta Mengejutkan di Balik Fashion Murah