Karena Negara Kacau, Banyak Wanita Venezuela Jadi PSK
https://www.naviri.org/2018/04/Wanita-Venezuela-Jadi-PSK.html
Naviri.Org - Di negara yang berjalan baik, warga negara mendapatkan fasilitas dan haknya, termasuk mendapatkan pekerjaan layak, gaji yang mencukupi untuk kebutuhan hidup, serta keamanan dan ketenteraman. Sebaliknya, di negara yang kacau, hal-hal itu terabaikan. Lapangan kerja menghilang, nilai mata uang merosot, sementara barang-barang yang dibutuhkan juga tidak ada. Setidaknya, kenyataan semacam itulah yang terjadi di Venezuela.
Karena kekacauan yang terjadi di sana pula, banyak perempuan Venezuela yang kemudian memutuskan menjadi PSK atau pekerja seks komersial, demi bisa bertahan hidup di tengah kekacauan negara dan sulitnya ekonomi.
Venezuela memang berubah menjadi negara gagal. Padahal tiga tahun lalu, berdasarkan data OPEC, negara di Amerika Selatan itu memiliki cadangan minyak bumi terbesar di dunia—di atas Arab Saudi dan Iran.
Hidup sehari-hari di Venezuela kini penuh kekacauan. Gelombang protes anti-pemerintah dan bentrokan tak kunjung reda, terutama di ibukota Caracas.
Situasi ekonomi yang berada di titik nadir menyulitkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup harian. Persoalannya bukan sekadar punya duit atau tidak, tapi barang yang hendak dibeli pun tak ada.
Karena situasi itu, para perempuan memilih menjadi PSK. Reuters mengabarkan perempuan Venezuela ramai-ramai menyeberang ke Kolombia—negara tetangganya—untuk menjual diri, menari bugil, dan menemani minum (alkohol).
Jangan dibayangkan bahwa mereka hanya dari kalangan bawah. Sebagian besar yang menyeberang ke Kolombia adalah perempuan kelas menengah.
Sebutlah Maria, mantan mahasiswa di Venezuela, yang menjadi penari bugil dan PSK di Bogota (Kolombia). Dia tak pernah menjalani profesi itu di negerinya, dan tak pernah pula membayangkan akan melakukannya di Kolombia.
Lain lagi profil Barbara, juga bukan nama sesungguhnya. Kepada The Economist (20/7/2017), perempuan 27 tahun itu adalah mantan pemilik salon di Caracas. Salonnya bangkrut karena dirinya kesulitan mencari semir rambut dan shampo, seperti halnya sulit menemukan makanan dan obat. Itu sebabnya Barbara hijrah ke Medellin. Tujuannya cuma satu; bertahan hidup. Satu jam bekerja menjadi PSK di Medellin menghasilkan uang setara penghasilan minimum satu bulan di Venezuela.
Peso Kolombia lebih berharga dibanding nilai uang Venezuela. "Setidaknya di sini, kami bisa sarapan dan makan siang," ujar Barbara yang menjalani profesi itu bersama sepupunya, Sophia.
Persoalan di lapangan sebenarnya juga tidak gampang. Para PSK asal Venezuela harus bersaing dengan kolega tuan rumah. Untuk durasi 20 menit, PSK Venezuela memasang tarif USD10-30 (sekitar Rp 140-400 ribu). Sedangkan PSK Kolombia menetapkan harga USD13-17 untuk durasi yang sama.
Mengapa PSK Kolombia memasang tarif lebih murah? Mereka mengaku terpaksa menurunkan harga.
Sekitar 4.500 perempuan diperkirakan bekerja di dunia hiburan malam Kolombia. Profesi PSK legal di Kolombia dan Venezuela, tapi para perempuan Venezuela juga kerap dideportasi oleh kepolisian Kolombia.
Maklum, semenjak krisis ekonomi di Venezuela, Kolombia kebanjiran imigran dan sebagian besar menjadi PSK. Pemerintah Kolombia kemudian membuat peraturan bahwa para PSK asal Venezuela harus memiliki visa kerja. Jika sebaliknya, mereka harus rela dipulangkan paksa ke Venezuela.
Situasi nadir di Venezuela bukan hanya "membuka" jalur ke prostitusi bagi para perempuan. Mereka juga menjadi lebih rentan pada kekerasan dan pelecehan.
Luz Patricia Mejia, seorang pengacara dari Organization of the American States (OAS) dan pakar hak asasi manusia untuk perempuan, mengatakan para perempuan Venezuela makin berisiko pada kekerasan, kejahatan, kemiskinan, dan diabaikan oleh negara.
"Sekarang tak ada keadilan untuk perempuan Venezuela. Sebenarnya demikian pula di kawasan Amerika Selatan," ujar Mejia dalam laman Humanosphere.
Pelanggaran ini bisa dilihat dari balik profesi PSK Venezuela. Selain sukarela, ada pula para perempuan imigran Venezula yang sebenarnya ditipu janji manis dan terjerat utang. Mereka dijanjikan bekerja di restoran atau bar di Kolombia. Namun pada akhirnya mereka sering bekerja dalam durasi lama tanpa atau hanya sedikit bayaran. Ini kisah yang klasik.
Maria mengaku terpaksa melakukannya dan meninggalkan anak serta suami dan ibunya yang sakit karena kanker. Perempuan 26 tahun yang memasang tarif seks USD17 per 15 menit itu menggunakan uangnya untuk membeli obat kanker.
Diwarnai isak tangis, Maria sebenarnya malu melakukan ini. Itu sebabnya ia merahasiakan ini dari keluarganya, dan mengaku bekerja sebagai tenaga penjualan (SPG).
"Hanya ini cara bertahan hidup dan membeli obat untuk ibu. Namun meninggalkan anak adalah bagian terberat," katanya.