Yang Sukses dan Gagal Dalam Transformasi Digital
https://www.naviri.org/2018/04/Transformasi-Digital.html
Naviri.Org - Internet telah mengubah wajah dunia, sekaligus mengubah cara hidup manusia. Makin hari, internet bahkan mewujud seperti raksasa bermulut besar. Apa pun masuk ke dalamnya, dari toko sampai pasar, dari bisnis makanan sampai surat kabar. Kenyataannya, keberadaan internet memang memaksa siapa pun untuk masuk ke dalamnya, jika memang ingin bertahan.
Saat dunia sudah makin menyatu dengan internet, dengan segala bentuk digital, maka segala hal konvensional dihadapkan dengan dua pilihan: bertahan atau terlibat. Diperlukan sebuah transformasi bagi mereka yang ingin bertahan, khususnya di dunia bisnis. Perubahan atau transformasi digital memang butuh "revolusi" di tengah makhluk bernama "digital" yang sedang berlari.
Majalah Time merupakan salah satu majalah ikonik di dunia milik Time Inc. Majalah yang mulai beredar pada 1922 itu, per awal Februari 2018 berpindah kepemilikan dari Time Inc kepada Meredith Corporation. Salah satu penyebab perpindahan kepemilikan itu karena telatnya Time Inc beradaptasi dengan dunia digital. Mereka gagal melakukan transformasi digital.
Sementara itu, The New York Times merupakan contoh sukses perusahaan media dalam transformasi digital. Mengutip CIO, pendapatan dari pelanggan mereka bisa meningkat hingga 40 persen dari tahun ke tahun. Dari sekitar 3 juta pelanggan The New York Times, sebanyak 2,2 juta di antaranya merupakan pelanggan khusus konten digital media yang telah mengantongi 122 Pulitzer ini.
Kesuksesan The New York Times setidaknya didukung oleh dua langkah. Pertama, mereka menggunakan data pelanggan lama untuk masuk ke dunia digital. Kedua, perusahaan itu juga tak sungkan menciptakan produk-produk baru dalam konteks digital. Aplikasi smartphone bernama Cooking dan Cross Word adalah contoh kesuksesan itu. Dua aplikasi itu sukses membawa konsumen berlangganan The New York Times versi digital.
Ada kemungkinan, kegagalan transformasi digital terjadi karena ketidakpahaman bagaimana transformasi digital harus dilakukan. Selain itu, transformasi digital memerlukan tindakan cepat, bukan sesuatu yang bisa dilakukan lambat.
Michael Gale, pendiri Strategic Oxygen, firma strategi digital mengatakan dalam wawancaranya dengan Forbes, bahwa banyak perusahaan yang mencoba melakukan transformasi digital tapi gagal.
“Hampir setiap perusahaan Forbes Global 2000 melakukan transformasi digital. Ada yang melakukannya dengan benar dan yang lainnya masih berjuang. Pada dasarnya, satu dari delapan berhasil melakukan transformasi digital [...] 50 persen (perusahaan yang melakukan transformasi digital) sama sekali tidak berjalan dengan benar,” ucapnya.
Cerita sukses juga datang dari bisnis yang berbeda, yaitu Domino’s Pizza, contoh perusahaan yang sukses melakukan transformasi digital dalam konteks pasar Amerika. CIO bahkan menempatkan Domino’s Pizza sebagai satu di antara 13 perusahaan yang sukses bertransformasi digital.
Salah satu alasan kesuksesan Domino's ialah peluncuran platform order online mereka, bernama AnyWhere. Menggunakan smartphone, jam tangan pintar, hingga TV pintar, pemesanan pizza di Domino bisa dilakukan. Bahkan, platform itu kemudian memungkinkan melakukan pemesanan melalui kicauan Twitter, emoji, hingga platform suara seperti Google Home maupun Amazon Alexa.
Tahun lalu, Domino’s Pizza mencatat kinerja yang cemerlang, saham mereka mampu menggeliat di atas pertumbuhan industri retail dan makanan di AS. Pada 2018, pendapatan Domino's ditaksir menembus $3,1 miliar, atau naik 10 persen dari 2017. Perusahaan jaringan terbesar kedua di dunia ini berada di atas pemain lainnya dalam hal kapitalisasi pasar, mengalahkan Papa John's International maupun Pizza Hut.
Baca juga: Indonesia di Antara Transformasi Digital dan Ekonomi