Undang-undang Baru di Jepang Terkait Kedewasaan
https://www.naviri.org/2018/03/undang-undang-kedewasaan-di-jepang.html
Naviri.Org - Jepang, sebagaimana negara lain, memiliki undang-undang yang secara khusus mengatur kapan seseorang dapat disebut atau dianggap sudah dewasa atau belum. Dalam hal itu, undang-undang Jepang menganggap seseorang yang berusia di bawah 20 tahun belum dewasa, dan baru dianggap dewasa setelah menginjak usia 20 tahun. Terkait hal itu, ada perbedaan aturan yang ditetapkan untuk warga yang sudah dewasa dan yang belum dewasa.
Kini, muncul rancangan undang-undang yang bermaksud menurunkan usia kedewasaan tersebut. Jika sebelumnya orang baru dianggap dewasa setelah berusia 20 tahun, kini akan diturunkan menjadi 18 tahun.
Proposal menurunkan dimulainya usia dewasa didukung sejumlah pihak, termasuk pemerintah. Jika disetujui, mereka yang menginjak usia 18 tahun bisa menikah, menandatangani kontrak resmi, dan meminjam uang dari bank tanpa harus mendapatkan persetujuan dari orang tua.
Tentu tidak semuanya dibolehkan. Dalam proposal disebutkan, remaja Jepang tetap tak dibolehkan merokok, meminum alkohol, dan berjudi, sampai berusia setidaknya 20 tahun. Jika parlemen setuju, rancangan undang-undang tentang usia dewasa ini akan mulai berlaku pada 2022.
Dalam sejarah di Jepang, ini akan menjadi perubahan pertama sejak definisi tentang dewasa ditetapkan pada 1876.
Berdasarkan undang-undang yang berlaku saat ini, mereka yang berusia di bawah 20 tahun bisa menikah dengan syarat disetujui oleh orang tua. Usia minimal menikah dengan persetujuan orang tua bagi laki-laki adalah 18 tahun, sementara untuk perempuan 16 tahun.
Rancangan undang-undang (RUU) yang baru menaikkan usia minimal menikah bagi perempuan menjadi 18 tahun, sama dengan usia minimal bagi laki-laki.
Kekhawatiran dieksploitasi
Bedanya dengan UU lama, dalam RUU disebutkan baik laki-laki maupun perempuan sekarang bisa menikah ketika menginjak 18 tahun, dan tanpa harus mendapatkan izin atau persetujuan orang tua.
Pemerintah memutuskan untuk menyamakan usia minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan, karena tidak ada pembenaran atau justifikasi untuk menerapkan perlakuan yang berbeda, kata kantor berita Kyodo.
Kemudahan lain yang akan diterima oleh mereka yang menginjak usia 18 tahun adalah menandatangani kontrak layanan telepon genggam dan memiliki kartu kredit.
Ini memicu kekhawatiran bahwa perusahaan mungkin akan menggunakan taktik penjualan untuk mengeksploitasi anak-anak muda yang rentan.
Menjawab kekhawatiran ini, ada pasal dalam RUU yang menyebutkan bahwa suatu kontrak bisa dibatalkan jika tenaga penjualan secara sengaja melakukan manipulasi, penipuan, atau pemaksaan.
Kementerian Pendidikan dan Kementerian Kehakiman mengatakan mereka akan gencar melakukan edukasi tentang 'tanggung jawab orang dewasa' begitu perubahan ini diberlakukan.
Baca juga: Sejarah dan Asal Usul Film Porno di Jepang