Belajar dari Skandal Bocornya Data di Facebook
https://www.naviri.org/2018/03/skandal-bocornya-data-di-facebook.html
Naviri.Org - Untuk kali kesekian, Facebook mendapat sorotan yang tidak mengenakkan. Sebelumnya, media sosial terbesar di dunia itu disorot secara negatif, karena dianggap menjadi tempat berkembang biaknya hoax serta berita bohong. Kini, Facebook kembali mendapat sorotan negatif akibat skandal kebocoran data penggunanya, yang diperkirakan dilakukan oleh Cambridge Analytica.
Perusahaan analisis data Cambridge Analytica—yang membantu kampanye Presiden Amerika Serikat, Donald Trump—mengambil data 50 juta pengguna Facebook secara tidak etis. Mereka menjaring data melalui aplikasi kepribadian yang dipasang di Facebook.
Dalam sebuah kampanye politik, memahami calon pemilih jadi hal penting. Data dari Facebook dapat membantu para pengatur strategi dalam merangkai pesan untuk materi kampanye.
Semua diatur sedemikian rupa hingga audiens yang tepat akan berhadapan dengan konten yang paling berpengaruh menurut mereka. Menurut investigasi yang dilakukan The New York Times dan The Observer, Cambridge Analytica melakukan praktik ini untuk kepentingan Trump.
Dituding mengetahui adanya "pencurian" data oleh Cambridge Analytics—tapi diam saja—Facebook mengelak. Mereka menulis bantahan lewat pernyataan resmi.
"Klaim bahwa ini adalah pencurian data tidak benar. Aleksandr Kogan meminta dan memperoleh akses informasi dari pengguna yang memilih untuk mendaftar ke aplikasinya, dan semua orang yang terlibat memberikan persetujuan mereka. Orang-orang dengan sadar memberikan informasi mereka, tidak ada sistem yang disusupi, dan tidak ada kata kunci atau potongan informasi sensitif yang dicuri atau diretas."
Terlepas dari unsur politis dan pelanggaran privasi, kasus ini memperjelas fakta bahwa data pengguna adalah komoditas berharga dari berbagai platform media sosial.
Berbagai platform media sosial—tak hanya Facebook—memanen dan "menjual" informasi tentang penggunanya melalui berbagai cara. Mereka mendapatkan keuntungan dengan memprofilkan pengguna, memasang target unggahan tertentu yang membuat pengguna betah berlama-lama.
Semakin lama pengguna berinteraksi di suatu platform media sosial, makin banyak data yang bisa dikumpulkan untuk membuat penargetan lebih tepat. Dengan demikian, datanya semakin berharga.
Tanpa disadari, mungkin Anda pernah merasakan atau mungkin mengalaminya.
Iklan promo tiket yang tiba-tiba bermunculan, saat Anda baru mengunggah status "Butuh liburan." Atau iklan baju bayi muncul di setiap situs yang Anda kunjungi, bahkan ketika Anda sendiri belum yakin benar hamil atau tidak.
Soal ini, pernah ada rumor bahwa Facebook menguping percakapan pengguna lewat ponsel pintar, bahkan ketika mereka sedang tidak menggunakannya. Tentu, hal ini dibantah.
Semakin banyak platform media sosial yang Anda gunakan, semakin tumpang tindih, data lintas-referensi yang Anda sediakan.
Apalagi mengingat platform yang lebih besar cenderung membeli atau mengembangkan platform lain yang lebih kecil. Seperti bagaimana Facebook membeli Instagram dan WhatsApp. Mereka semua menghubungkan data yang terkumpul dari masing-masing platform.
Celakanya, seperti yang terbukti kini, pihak yang tertarik dapat memperoleh akses ke data tersebut dengan relatif mudah. Itulah sebabnya media sosial bisa begitu mudah dieksploitasi oleh oknum yang menjadikan pengguna sebagai target.
Seperti ditulis Lifehacker, kasus ini bisa jadi momen yang tepat untuk memeriksa lagi aplikasi yang ada dalam akun Facebook Anda. Sebab, penting untuk tahu sejauh apa Anda memberi akses informasi pada sebuah aplikasi. Anda perlu memeriksanya secara rutin setiap beberapa bulan, untuk memastikan informasi apa saja yang bersedia Anda bagikan.
Hingga perubahan kebijakan yang lebih besar dilakukan, ada beberapa cara untuk melindungi diri. Berikut beberapa langkah dari Molly K. McKew, pakar perang informasi dan arsitek narasi di New Media Frontier:
Sebaiknya tak usah ikut kuis atau survei. Bisa jadi itu hanya bungkus ketika sebenarnya pembuat kuis mengakses dan mengumpulkan data.
Jangan klik halaman atau profil yang direkomendasikan. Ini berasal dari algoritme, dan memberikan umpan balik ke dalamnya.
Hindari menautkan profil data. Misal, jangan gunakan login Facebook Anda untuk masuk ke aplikasi atau layanan lain. Karena dengan melakukannya, Anda memberi mereka akses sekunder ke segala sesuatu di profil Facebook Anda, meski secara terbatas.
Terakhir, perlu diingat bahwa aplikasi yang berjalan di latar belakang ponsel pun sebenarnya bisa mengumpulkan data.
Baca juga: Seruan Hapus Akun Facebook Bergema di Internet