Hubungan Antara Jodoh, Karier, dan Keuangan
https://www.naviri.org/2018/03/jodoh-karier-dan-keuangan.html
Naviri.Org - Rata-rata, orang tidak tahu siapa jodohnya di masa depan. Begitu pun dengan Anda. Kalau saat ini Anda masih sendirian atau masih lajang dan belum memiliki pasangan, kemungkinan Anda juga tidak atau belum bisa menentukan siapa yang kelak akan menjadi jodoh Anda di masa depan. Namun, ada kemungkinan, Anda punya bayangan bahwa jodoh Anda di masa depan adalah orang yang memiliki karier atau profesi tertentu.
Andaikan saja Anda saat ini bekerja sebagai karyawan di sebuah kantor. Anda tidak atau belum tahu siapa yang kelak akan menjadi jodoh Anda. Namun, Anda membayangkan jodoh Anda kelak adalah seorang penulis, misalnya. Karenanya, dalam hal ini, meski Anda belum tahu siapa jodoh Anda, namun Anda sudah bisa membayangkan pekerjaan atau profesinya.
Kenyataannya, berdasarkan studi, jodoh memang memiliki kaitan tertentu dengan profesi orang per orang. Bahkan, profesi seseorang akan memiliki pengaruh dalam suatu hubungan. Selain profesi, langgengnya suatu hubungan juga ikut ditentukan oleh faktor keuangan.
Para psikolog memberi nasehat agar orang yang mencari perbaikan dalam kehidupan percintaan menilai bagaimana pilihan karir dan filosofi dalam pengeluaran bisa berpengaruh terhadap hubungan. Banyak pasangan paham kalau masalah uang kadang menjadi akar pertikaian, tapi sering tak memperhitungkan soal keuangan dan jalur karir ketika memilih jodoh.
Kenyataannya, keputusan yang Anda ambil dalam bagian terbesar dari hidup Anda dapat memainkan peran terbesar untuk membangun perjodohan yang langgeng.
“Dalam beberapa contoh, pengkhianatan dalam soal keuangan sama artinya dengan perselingkuhan,” kata Fran Davis, seorang psikolog dan penasehat karir, yang bekerja dengan mahasiswa dan alumni dari Harvard Business School.
Berikut lima strategi tentang bagaimana keputusan karier dan keuangan yang akan meningkatkan kehidupan percintaan Anda:
Hindari kecocokan karir yang sempurna
Punya pasangan yang kariernya cocok agaknya sesuatu yang ideal, karena Anda akan punya banyak hal yang bisa Anda bicarakan dengan pasangan.
Ini akan bagus di awal kisah cinta, tapi bisa berbalik dalam jangka panjang. Pasangan yang profesinya sama—bahkan ketika mereka tidak secara langsung bersaing satu sama lain—kemungkinan besar berpisah, khususnya berhenti mengejar kepentingan bersama di waktu senggang.
Soalnya, mereka sudah punya hal terbesar untuk dihabiskan bersama: pekerjaan. Pengacara, peternak, dan profesi di bidang pendidikan, cenderung untuk memilih pasangan yang seprofesi, sedangkan mereka yang bekerja di bidang keuangan, pertambangan, dan konstruksi, cenderung tidak. Begitulah hasil penelitian dari Priceonomics, sebuah perusahaan data yang menggunakan data sensus Amerika Serikat.
Namun akhirnya, pasangan yang profesinya sama bisa memiliki waktu yang lebih sulit untuk mencapai keseimbangan antara hidup dan pekerjaan, kata Gail Kinman, guru besar di bidang kesehatan psikolgi di University of Bedfordshire, Inggris, yang melakukan penelitian terhadap pasangan yang berprofesi sejenis.
“Pekerjaan bisa menjadi hal besar dalam hubungan, memperkeruh percakapan," kata Kinman. “Maka, pertimbangkan profesi yang saling melengkapi.”
Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti mulai melacak profesi apa yang baik jika berpasangan. Contohnya, profesi di bidang periklanan sering tertarik kepada musisi, sementata polisi cenderung tertarik kepada bankir investasi, menurut penelitian dari The Grade, sebuah apilkasi perjodohan yang melacak 450.000 pengguna, berdasarkan suka tidaknya mereka pada para pengguna lain.
Dan situs perjodohan lain seperti eHarmony, yang lebih berhati-hati dalam memasangkan pengguna menurut berbagai kecenderungan dan ketertarikan, berhasil menemukan bahwa orang di bidang tertentu tertarik dengan mereka bidang-bidang tertentu.
Contohnya, data dari eHarmony menemukan 10 pasangan paling cocok adalah pengacara laki-laki dengan arsitek perempuan, pengacara perempuan dengan pilot laki-laki, peneliti laki-laki dengan ahli farmasi perempuan, namun—agak bertentangan dengan data lainnya—pebisnis laki-laki tertarik dengan pebisnis perempuan.
Apakah jam kerja yang tak pasti mempersingkat kelanggengan perjodohan?
Ulama, ahli mata, dan insinyur, cenderung untuk tetap menikah, apapun karier pasangannya, menurut Michael Aamodt, professor emeritus di Radford University, yang meggunakan data sensus Amerika Serikat tahun 2000.
Rencanakan jauh-jauh hari
Kita sudah mendengar keluhan mengenai pasangan yang ‘kabur’, yang ‘menikah dengan pekerjaan mereka’. Bekerja keras secara rutin adalah satu hal, tapi tambahan waktu kerja yang tidak diperkirakan bisa mengakhiri kehidupan pibadi.
Ketidakpastian waktu kerja sering membawa dampak buruk terhadap hubungan, ketimbang waktu kerja panjang yang rutin. Coba bayangkan, sebuah pekerjaan yang membuat Anda pulang sekitar jam delapan malam setiap hari, dibanding pekerjaan yang tiba-tiba meminta Anda harus membatalkan makan malam ulang tahun pernikahan, hanya satu jam sebelum rencana makan malam itu, karena tiba-tiba harus bekerja sampai tengah malam.
Mengubah jadwal kerja Anda terus menerus sampai menit terakhir bisa membuat hidup lebih sengsara dan stres, karena kehilangan waktu bersama keluarga, menurut Davis. Hal itu juga bisa berarti memberi pesan buruk kepada pasangan bahwa pekerjaan selalu lebih utama.
Pekerja di sektor perbankan atau firma profesional, biasanya bisa merasa tak berdaya kalau harus membuat perencanaan jauh-jauh hari sebelumnya.
Untuk memelihara hubungan agar tidak terlalu stres, Davis menyarankan agar memberitahu pasangan secepat mungkin jika terjadi bentrokan antara kerja, dan segera mengambil prakarsa ketika harus ada perubahan rencana.
Baca juga: Mengapa Orang yang Pedekate Senang Merayu?