Fintech Lending, Pinjam Meminjam Uang secara Online
https://www.naviri.org/2018/03/fintech-lending.html
Naviri.Org - Sewaktu-waktu, orang butuh uang karena kebutuhan mendadak. Ke mana biasanya mereka mencari utang atau pinjaman ketika terdesak oleh kebutuhan? Sebagian orang pergi ke bank, atau ke rentenir, atau berusaha meminjam sanak saudara.
Sayang, dalam proses tersebut, kadang terdapat kendala. Meminjam ke bank, orang harus menyiapkan setumpuk persyaratan, dari jaminan sampai survei, dan lain-lain, itu pun kadang masih harus menunggu beberapa hari untuk proses pencairan uang. Meminjam uang ke rentenir mungkin lebih cepat prosesnya dibanding meminjam uang ke bank, namun rentenir umumnya menetapkan bunga yang sangat tinggi. Sementara meminjam uang ke sanak saudara tidak terjamin berhasil, karena bisa jadi sanak saudara yang akan dipinjami juga sedang menghadapi masalah mereka sendiri.
Di tengah-tengah masalah semacam itu, kini muncul cara lain untuk meminjam uang dengan lebih mudah, yaitu meminjam uang secara online. Platform semacam itu merupakan salah satu bagian dari layanan jasa keuangan berbasis digital atau financial technology (fintech), untuk kategori lending atau jasa pinjaman.
Perusahaan FinTech di Indonesia memiliki banyak jenis pelayanan, selain lending, ada juga layanan kemudahan pembayaran, perencanaan keuangan, riset keuangan, dan lain-lain.
Lending, salah satu layanan dari Fintech yang tengah populer saat ini, sering juga disebut Peer-to-Peer (P2P) Lending, atau perusahaan yang mempertemukan para pemberi pinjaman dengan para pencari pinjaman dalam satu wadah. Jasa P2P Lending tidak melibatkan lembaga jasa keuangan pada umumnya seperti perbankan, koperasi, jasa kredit, pemerintah dan lainnya, sebagai perantara.
Masyarakat bisa mengajukan pinjaman karena didukung oleh sesama pengguna sistem P2P Lending, yakni dari masyarakat itu sendiri, atau dalam hal ini pemberi pinjaman. Oleh karena itu, jasa pembiayaan ini disebut peer to peer.
Layanan pinjam meminjam yang berbasis teknologi tersebut juga sudah diatur oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 77/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, yang mengatur tentang badan hukum, permodalan, batas maksimum pinjaman, bentuk perjanjian yang digunakan, hingga mengatur peminjam dan pemberi pinjaman dari perorangan hingga badan usaha. Intinya untuk memayungi penyelenggaraan bisnis yang sehat dan mampu melindungi konsumen dan pelaku usaha.
Sejak aturan itu terbit pada 28 Desember 2016, jumlah perusahaan P2P Fintech Lending kian menjamur. Data dari OJK menyebutkan sebanyak 30 perusahaan P2P Lending sudah terdaftar hingga akhir 2017. Beberapa nama dalam daftar OJK antara lain Modalku, UangTeman, Dompet Kilat, Cicil, Dana Mapan, dan lain-lain.
Jumlah itu juga sepertinya tidak bertahan lama, dan terus bertambah. Sebanyak 37 perusahaan tengah dalam proses pendaftaran. Sementara yang berminat mendaftar sebanyak 29 perusahaan. Jadi, total perusahaan P2P Lending diperkirakan mencapai 96 perusahaan dalam waktu dekat.
Bagaimana kinerja Fintech Lending?
Berdasarkan data OJK, perkembangan Fintech Lending sepanjang tahun lalu tumbuh sangat signifikan. Peminat pengguna jasa P2P Fintech Lending, baik dari pemberi pinjaman maupun pencari pinjaman, sangat besar.
Hingga akhir 2017, total jumlah pemberi pinjaman mencapai 100.940 orang, naik 603 persen dari Desember 2016 sebanyak 14.364 orang. Dari total tersebut, sekitar 75 persen atau 75.769 orang berasal dari Pulau Jawa.
Sementara itu, pemberi pinjaman dari luar Pulau Jawa menyumbang sekitar 24 persen atau sebanyak 24.028 orang. Pemberi pinjaman juga ternyata ada yang berasal dari luar negeri, yakni sekitar 1 persen atau sebanyak 1.143 orang.
Jumlah pencari pinjaman juga tumbuh sangat signifikan. OJK mencatat total jumlah pencari pinjaman mencapai 259.635 orang per Desember 2017, naik 581 persen dari Desember 2016 sebanyak 38.105 orang.
Dari total jumlah pencari pinjaman itu, sebanyak 237.159 orang, atau 91 persen berasal dari Pulau Jawa. Sementara sisanya, yakni 9 persen atau sebanyak 22.316 orang berasal dari luar Pulau Jawa.
Seiring dengan jumlah pemberi dan pencari pinjaman yang meningkat, nilai pinjaman yang dikucurkan pun tumbuh signifikan, yakni mencapai Rp2,56 triliun atau melesat 800 persen dari Desember 2016 sebesar Rp284,15 miliar.
Diperkirakan, kontribusi P2P Lending dalam penyaluran pinjaman di Indonesia akan semakin besar ke depannya, terutama dari pelaku UMKM. Apalagi, pelayanan P2P Lending secara online ini mudah diakses hingga ke pelosok daerah. Artinya layanan keuangan ini tak hanya menyasar untuk kebutuhan konsumsi saja tapi juga dunia usaha.
Menurut data OJK, kebutuhan kredit bagi UMKM di Indonesia sedikitnya mencapai Rp1.700 triliun per tahun. Namun, lembaga keuangan yang ada saat ini hanya dapat memenuhi sekitar 41 persen atau Rp700 triliun dari total kebutuhan itu. Ini sama saja ada celah peluang penyaluran kredit untuk UMKM sekitar Rp1.000 triliun di setiap tahun yang belum tersentuh perbankan.
Studi terkait hal ini juga menemukan kurangnya akses terhadap pinjaman bagi UMKM Indonesia yang ingin berkembang menyebabkan kerugian sebesar 14 persen dari total PDB nasional di 2015. Sehingga kehadiran P2P Lending yang sudah punya payung hukum, tak hanya menjadi peluang usaha baru di Indonesia, tapi sekaligus menjadi sumber pendanaan alternatif bagi UMKM.
Menjamurnya bisnis fintech lending memang menjadi berkah. Namun, badan pengawas seperti OJK perlu juga mengatur hal-hal mendasar seperti besaran bunga pinjaman, agar tak mengulang pada masalah perbankan konvensional yang terlalu menikmati bunga yang tinggi. Persoalan kredit macet, hingga peluang-peluang bisnis ini jadi ajang pencucian uang juga harus tetap jadi pengawasan.
Baca juga: Persaingan Keras di Bisnis Fintech (Financial Technology)