Evoware, Pengganti Plastik yang Ramah Lingkungan
https://www.naviri.org/2018/03/evoware.html
Naviri.Org - Plastik sudah menjadi masalah klasik sekaligus masalah membingungkan. Masalah klasik, karena persoalan terkait sampah plastik telah dibahas sejak lama, tapi sampai saat ini belum juga ada jalan keluar yang bisa digunakan untuk menghentikan tambahan sampah yang ada. Karena bagaimana pun, plastik terus dibutuhkan untuk berbagai keperluan, dan menjadi sarana untuk melakukan pengemasan barang.
Masalah sampah plastik juga membingungkan, karena menjadikan kita terbentur pada persoalan yang sepertinya sulit diatasi. Jika plastik dilarang digunakan, lalu bagaimana orang-orang akan membungkus dan mengemas aneka barang? Bahkan peraturan plastik berbayar, seperti yang pernah dijalankan beberapa waktu lalu pun, nyatanya tak mampu menghentikan laju penggunaan plastik, dan sampah plastik terus saja menggungung.
Kini, tampaknya ada secercah harapan untuk bisa mengatasi masalah sampah plastik, dengan ditemukan Evoware, yaitu kemasan mirip plastik yang terbuat dari rumput laut. Pengganti kemasan plastik asal Indonesia ini cepat terurai, bahkan bisa dimakan.
''Bahannya rumput laut. Kaya serat dan tidak perlu dipupuk,'' ujar David Christian dari Evoware, sebuah bisnis rintisan Tanah Air yang berusaha mendekatkan krisis sampah plastik yang menggunung dengan jalan keluar. Mereka mengenalkan pengganti kemasan plastik yang larut saat diseduh, dapat terurai dengan mudah, bahkan aman untuk dimakan.
Selesai digunakan, kemasan 100% dari rumput laut itu juga boleh Anda telan atau limbahnya menjadi pupuk bagi lingkungan sekitar. Jika proses yang dilalui kemasan plastik butuh waktu hingga ribuan tahun, revolusi kemasan yang digagas oleh David, seorang lulusan sekolah bisnis, bisa memangkas daur hidupnya menjadi dua tahun saja.
Mirip dengan plastik, kata David, kemasan dari rumput laut ini juga cukup fleksibel diubah menjadi bermacam kemasan serta mudah terurai saat diseduh air panas. ''Sudah memperoleh sertifikat halal, aman dimakan, dan diproduksi sesuai standar HACCP.''
Standar HACCP berdasarkan definisi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merupakan pendekatan atau pedoman untuk kebersihan dan keamanan bahan pangan.
Walaupun baru diproduksi dengan skala rumah tangga, kemasan pengganti plastik yang brilian itu kini dilirik perusahaan besar seperti produsen mi instan, waralaba burger, dua perusahaan komestik besar asal Inggris, dan sebuah perusahaan kebutuhan rumah tangga internasional. Pencapaian langka buat produk dengan misi ramah lingkungan.
Tak cukup kesadaran lingkungan
Pengamat bisnis lingkungan, Agus Sari, mengatakan bahwa produk yang menawarkan solusi terhadap problem sampah plastik semacam ini selalu segar. ''Saya sendiri termasuk yang sangat tertarik, dan model seperti ini memang harus dilahirkan,'' kata dia. Sebab sampai saat ini, imbuh Agus, persoalan sampah plastik di tanah air sudah begitu merepotkan.
Jika akhirnya pemerintah akan keluar uang untuk menanggulangi masalah sampah yang luar biasa tersebut, ''kenapa tidak keluar uang untuk pencegahan, dan bukan penanggulangan?''
Bumi berubah menjadi 'Planet Plastik'
Untuk bisa bersaing di pasar, produk semacam itu menurutnya akan lekas gugur jika cuma menawarkan solusi. ''Buat pasar, solusi itu urusan secondary. Yang primer, seberapa murah?'' ujar Agus. ''Hanya mengedepankan environmental awareness saja tidak akan cukup untuk jualan.''
Sebab, kata Agus, kalau harganya terlalu mahal untuk produksi massal, maka produsen tetap akan membeli kemasan plastik, karena mereka tidak mau menambah biaya. ''Ini kan bukan produk yang tidak ada di pasar, tapi mengganti yang sudah ada di pasar.''
Dan hadirnya Evoware dengan bungkus kemasan rumput laut sesungguhnya bisa berperan besar menjawab tantangan teknologi untuk beralih ke kemasan bukan plastik. Tapi, kata Agus, lagi-lagi harganya harus ditekan supaya sebanding dan bisa digunakan sebagai pengganti, dan pas untuk skala ekonomi.
''Supaya mereka bisa berperan lebih banyak. Satu, harus ada insentif pajak supaya harga bisa bersaing. Kedua, perlu ada regulasi, sekalian saja larang plastik diedarkan.'' Selama ini, imbuh Agus, pemerintah masih belum serius menangani persoalan sampah plastik di tanah air. Padahal, masalah sampah kita sudah luar biasa.
Apakah proyek revolusioner ini dapat menyelamatkan lingkungan?
Pemerintah Indonesia menargetkan akan mengurangi sampah plastik di laut sampai 70% selama delapan tahun mendatang, dan mengatakan telah membuat tahapannya.
Menurut peneliti dari Universitas Georgia, Dr. Jenna Jambeck, yang dimuat dalam Jurnal Science, Indonesia membuang limbah plastik sebanyak 3,2 juta ton, dan berada di urutan kedua sebagai negara penyumbang sampah plastik ke laut setelah Cina. Sampah plastik yang mengalir ke laut itu kemudian dimakan oleh hewan laut, terutama penyu.
Baca juga: Fakta dan Masalah Sampah Plastik di Indonesia