Dunia di Bawah Ancaman Maut Bom Hidrogen
https://www.naviri.org/2018/03/dunia-di-bawah-ancaman-maut-bom-hidrogen.html
Naviri.Org - Jepang pernah menjadi saksi kehancuran dua kotanya, Hiroshima dan Nagasaki, ketika dua kota itu dihancurkan oleh Sekutu menggunakan bom atom. Kehancuran Jepang pada waktu itu mengakhiri kecamuk Perang Dunia II. Selama waktu itu pula, dunia pun menyadari bahwa senjata yang paling mematikan adalah bom atom, karena memiliki daya ledak sekaligus daya rusak yang sangat menakutkan.
Kini, ternyata ada senjata yang jauh lebih mengerikan dibandingkan bom atom, yaitu bom hidrogen. Kabar buruknya, dunia saat ini sedang terancam oleh perang yang bisa jadi akan menggunakan bom hidrogen. Jika itu benar-benar terjadi, maka kehancuran Hiroshima dan Nagasaki akan terulang, namun dalam skala jauh lebih besar.
Apa itu bom hidrogen?
Bom hidrogen biasa disebut dengan bom termonuklir. Bom ini dipercaya sebagai senjata penghancur yang jauh lebih mematikan dibandingkan bom atom. Bom hidrogen menggunakan fusi atau penggabungan atom untuk menghasilkan ledakan, berbeda dengan bom atom reguler yang menggunakan fisi atau pemisahan atom untuk menghasilkan ledakan.
Penggabungan beberapa atom (fusi) ini yang menyebabkan ledakan yang jauh lebih besar, jika dibandingkan dengan ledakan yang dihasilkan bom atom. Bom hidrogen dapat 1.000 kali lebih kuat jika dibandingkan dengan bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat di Jepang, 72 tahun lalu.
Sedangkan bom hidrogen yang dikembangkan Korea Utara, menurut ahli, menggabungkan proses fisi dan fusi. Tahap pertama atom pada bagian depan akan memicu fisi nuklir, lalu pada bagian belakang tahap kedua mulai berlangsung yaitu fusi nuklir.
“Ini berarti ledakan bisa terjadi dua kali lipat dan tiga kali lipat, dan karena itulah kekuatannya bagus. Bahkan jika ukuran dan beratnya seimbang, jika itu bom hidrogen, kekuatannya bisa puluhan atau ratusan kali lebih besar,” kata Chang Young-keun, ahli roket dari Korea Aerospace University.
Ketika bom hidrogen ditembakkan, lebih dari sepertiga energi yang dilepaskan dalam bentuk panas, cahaya, dan beberapa radiasi seperti ultraviolet dan sinar-X. Selain itu, suhu panas yang dihasilkan dari bom hidrogen lebih panas daripada suhu permukaan matahari. Panas yang luar biasa ini mampu melelehkan materi yang berada di pusat ledakan. Selain gelombang panas dan daya ledak yang besar, bom hidrogen juga menghasilkan radiasi tinggi.
Dampak radiasi ini bisa berkaca dari kejadian beberapa dekade lalu. Ratusan ribu penduduk Hiroshima meninggal dunia sebulan setelah ledakan nuklir akibat kanker dan perubahan hormon serta kromosom karena radiasi nuklir. Sehingga radiasi yang diakibatkan bom hidrogen juga mematikan.
Bom ini juga tergolong lebih canggih dan dapat dibuat sesuai ukuran intercontinental ballistic missile (ICBM) atau rudal balistik antarbenua. Itu artinya bom hidrogen dapat menjangkau wilayah dengan radius lebih dari 10.000 km, jika mengacu pada ICBM Korea Utara yang diklaim mampu menjangkau 11.000 km, atau bisa menjangkau Amerika Serikat.
“Perangkat semacam bom hidrogen akan mampu menguapkan seluruh kota New York—tidak ada yang akan tetap hidup,” kata Andrei Lankov, Profesor Studi Korea dari Universitas Kookmin di Seoul, kepada Al Jazeera.
“Dengan bom atom, Anda hanya bisa membunuh paling banyak separuh dari Manhattan (luas Manhattan sekitar 10 persen dari luas New York),” sambungnya.
Kemampuan bom hidrogen yang ditaksir sangat dahsyat, tentu tak hanya jadi ancaman bagi rival Korea Utara seperti AS. Senjata ini juga menebar ketakutan negara-negara lain. Traktat larangan uji coba nuklir sudah didiskusikan sejak 1990-an.
Namun, kesepakatan bersama, yaitu Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty (CTBT), masih belum dapat diterapkan karena belum mendapat kesepakatan penuh. Masih ada delapan negara dari Annex II yang belum meratifikasi ketentuan ini, antara lain Cina, India, Pakistan, Iran, AS, Korea Utara, Mesir, dan Israel.
Secara regulasi, sudah ada Treaty on the Non-Poliferation of Nuclear Weapon (NPT) yang mengajak negara-negara di dunia untuk meminimalisir penggunaan nuklir dan hanya digunakan untuk tujuan perdamaian, misalnya untuk tujuan kesehatan. Agar tujuannya tercapai, traktat ini berada dalam tanggung jawab Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk melakukan inspeksi ke semua negara.
Namun, berkaca dari beberapa kasus senjata Korea Utara, meski dianggap melanggar aturan internasional, dikecam banyak negara dan diembargo pada berbagai sektor, Kim Jong-un tetap tak mempedulikan tanggapan dunia internasional.
Sikap Korea Utara tetap mempertahankan pengembangan bom hidrogen tentu berpotensi membangkitkan negara-negara lain yang jelas-jelas sudah punya pengalaman menguji coba dan memiliki bom hidrogen.
Baca juga: Korea Utara di Tengah Konflik Senjata Mematikan