Kisah Timor, Mobil Indonesia yang Gagal Terkenal
https://www.naviri.org/2018/02/timor-mobil-indonesia.html?m=0
Naviri.Org - Saat ini, Indonesia mulai mengenal wacana mengenai mobil nasional, bahkan motor nasional. Jauh-jauh hari, ketika Indonesia masih dipimpin Presiden Soeharto, negeri ini juga pernah mengenal mobil nasional, bahkan telah mewujud dan dikendarai cukup banyak orang di jalan raya. Mobil itu bernama Timor.
Sayangnya, proyek mobil nasional Timor mengalami kendala akibat “disemprit” oleh WTO, karena dinilai melanggar kesepakatan perdagangan internasional.
World Trade Organization (WTO), atau organisasi perdagangan dunia, lahir 1 Januari 1995. Organisasi ini menjadi semacam wasit perdagangan di dunia, yang siap mengetuk palu bersalah bagi entitas bisnis atau negara yang dianggap menjalankan bisnis tak adil, seperti campur tangan dalam subsidi atau pemberian fasilitas khusus.
Indonesia termasuk negara yang kena semprit WTO. Ketika Indonesia melahirkan mobil Timor pada 1996, Uni Eropa, AS, dan Jepang secara bergiliran menyampaikan protes kepada WTO atas kebijakan Pemerintah Indonesia, yang terkait dengan Program Mobil Nasional (Mobnas) tersebut.
Protes pada wasit perdagangan dunia ini muncul, lantaran pemerintah Indonesia memberikan subsidi berupa pembebasan bea masuk barang mewah kepada PT Timor Putra Nasional—perusahaan yang dipimpin Tommy Soeharto—yang bermitra dengan KIA Motors dari Korea Selatan. Kebijakan Soeharto dianggap hanya menguntungkan salah satu negara, yaitu Korea Selatan.
Indonesia dianggap melanggar ketentuan General Agreements on Tariff and Trade (GATT) atau kaidah perdagangan bebas WTO. Pada 22 April 1998, Dispute Settlement Body WTO memutuskan bahwa program mobnas Indonesia melanggar asas perdagangan bebas.
Andaikan mobil Timor lahir jauh sebelum munculnya WTO, barangkali kisahnya akan berbeda. Jauh sebelum kehadiran WTO, para perusahaan besar dan multinasional tidak luput pernah "dibantu" oleh negara melalui subsidi. Tentunya, pemberian subsidi tidak lantas diberikan begitu saja, namun ada kriteria yang harus dipenuhi agar mendapatkan subsidi.
Ha-Joon Chang, dalam buku 23 Things They Don’t Tell You About Capitalism (2010), mengungkapkan negara kapitalis juga sering membantu perusahaan swasta dalam mendorong perkembangannya, melalui subsidi langsung maupun tidak langsung.
Untuk subsidi langsung, biasanya berupa dana segar yang dikucurkan ke pihak tertentu, baik kepada individu, kelompok, maupun industri. Misalnya berupa pinjaman pengadaan peralatan dan mesin, atau pelatihan SDM. Sebaliknya, subsidi tak langsung tidak berupa dana segar atau riil, namun tetap membantu perusahaan untuk berkembang. Contohnya, kebijakan pengurangan pajak (tax rebate) atau pemberian hak monopoli.
Subsidi pemerintah juga bisa berupa penebusan utang suatu perusahaan yang bangkrut atau hampir bangkrut (bailout). Contohnya antara lain Toyota pada 1949, Volkswagen pada 1974, dan General Motors pada 2009.
Tindakan bailout untuk entitas usaha biasanya menyangkut hajat hidup orang banyak. Selain itu, bailout juga untuk membenarkan argumen bahwa kegagalan pada entitas usaha akan menimbulkan kemandekan perekonomian yang harus dihindari, dan diselesaikan segera dalam jangka pendek.
Baca juga: Memahami Aturan Mengenai Parkir Kendaraan