Sejarah dan Asal Usul Mi Instan di Indonesia
https://www.naviri.org/2018/02/sejarah-mi-instan.html
Naviri.Org - Hampir bisa dipastikan, setiap orang pernah mengonsumsi mi instan. Sebagian orang ada yang menggunakan mi instan sebagai sekadar “pengganjal perut” saat kelaparan, sementara sebagian lain ada yang memang sangat menyukai mi instan sehingga setiap hari mengonsumsinya. Kenyataannya, mi instan telah menjadi makanan populer di Indonesia, selain nasi tentu saja.
Perkenalan masyarakat Indonesia dengan mi instan bukan hal baru, karena mi instan telah hadir sekian puluh tahun lalu. Dari tahun ke tahun, konsumsi mi instan di Indonesia terus meningkat, khususnya karena muncul produk-produk baru dengan merek-merek baru, dengan aneka rasa baru, yang makin memanjakan lidah para penggemar mi instan.
Saat ini, Indonesia adalah negara kedua yang paling banyak mengonsumsi mi instan. Menurut situs Instant Noodles, pada 2016 Indonesia mengonsumsi 13 miliar bungkus mi instan. Indonesia hanya kalah dari Cina dan Hong Kong yang mengonsumsi 38,5 miliar bungkus per 2016. Indonesia bahkan mengalahkan Jepang, negara pencipta mi instan yang mengonsumsi 5 miliar bungkus pada 2016.
Produk mi instan bermunculan di Indonesia. Selain Indomie yang reputasinya sudah mendunia dan menjelma jadi makanan identitas Indonesia, ada pula Mie Sedaap produksi Wings Group. Saat ini pemimpin pasar mi instan di Indonesia adalah Grup Salim melalui PT Indofood CBP Sukses Makmur.
Sekarang nyaris tak ada yang menyangkal kalau mi instan adalah bagian penting dari dunia boga di Indonesia. Menariknya, fanatisme orang Indonesia pada mi instan ini punya kaitan politik sejak masa lalu, dan ada kaitannya dengan kebijakan luar negeri.
Di pertengahan dekade 1960-an, terjadi pergolakan politik. Soekarno lengser, Soeharto naik. Masa ini menandai terbukanya Indonesia terhadap bantuan dari negara Barat, terutama Amerika Serikat dan Australia. Di masa ini, Indonesia mulai mengimpor gandum, terutama dari AS.
Dari halaman situs Soeharto.co, ada kisah yang dinukil dari buku Jejak Langkah Pak Harto 28 Maret 1968-23 Maret 1973. Dijelaskan bahwa pada 9 Oktober 1968, Soeharto dan kabinetnya melakukan rapat terkait kebutuhan sandang pangan jelang lebaran. Hasil rapat itu adalah: pemerintah Indonesia akan mengimpor 390.000 ton terigu dari Amerika Serikat.
Kemudian, pada 1970, ada tiga pabrik olahan gandum yang dibangun di Indonesia. Impor terigu berganti menjadi impor gandum. Menurut situs Index Mundi, impor gandung Indonesia pada 1970 adalah 455.000 ton. Angka itu terus meningkat setiap tahun. Saat ini, Indonesia adalah pengimpor gandum terbesar nomor dua di dunia. Pada 2016, impor gandum Indonesia mencapai angka 8,5 juta ton, sekitar 700.000 ton di antaranya berasal dari AS.
Era kedua yang jadi penanda meningkatnya popularitas mi instan di Indonesia, adalah saat Era Bulog. Saat itu, terjadi monopoli impor gandum, juga di pasar. Yang disebut melahirkan monopoli ini adalah Bulog, dan grup Salim yang memiliki PT Bogasari dan PT Indofood.
Setelah perjalanan panjang, masuklah Indonesia ke gelombang ketiga babad mi instan: Era Liberalisasi. Periode ini terjadi setelah Soeharto lengser, membuat pasar jadi lebih dinamis. Di masa yang terjadi sejak 1998 hingga sekarang, mi instan sudah jadi bagian penting dari kultur makanan Indonesia. Karena pasar menghendaki kebebasan, hadir pula berbagai merek mi instan.
Menurut situs Indonesia Investments, penguasa pasar mi instan tetap pemain lama: Indofood. Perusahaan ini menguasai 72 persen pangsa pasar mi instan di Indonesia. Sedangkan Wings Group, yang punya produk Mie Sedaap, ada di posisi kedua dengan pangsa pasar 14,9 persen.
Saat ini, mi instan sudah terlanjur menempati posisi penting di masyarakat Indonesia. Tak hanya itu, Indonesia juga punya ketergantungan tinggi terhadap tepung terigu yang jadi bahan baku penting untuk berbagai macam pangan. Ini merepotkan. Sebab gandum bukanlah tanaman asli Indonesia, pun ia adalah tanaman subtropis yang sulit dibudidayakan di Indonesia.
Untuk saat ini, sulit menghentikan kebiasaan orang Indonesia makan mi instan. Juga amat sukar tiba-tiba menghentikan impor gandum. Yang bisa dilakukan saat ini antara lain, mencari bahan pengganti gandum untuk mi instan. Ini pernah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Fajrin Hal Lala, juga Ginanjar Putra Jatmiko, yang membuat mi instan dari campuran tepung terigu dan mocaf, ataupun dari umbi kimpul (Xanthosoma sagittifolium). Selain itu, sedang berlangsung penelitian yang bertujuan membudidayakan gandum di Indonesia.
Jalan Indonesia untuk lepas dari mi instan, atau impor gandum, memang masih amat panjang. Untuk sementara, harus diakui kita masih merupakan bangsa pecandu mi instan.
Baca juga: Sejarah dan Asal Usul Cokelat SilverQueen