Memahami Tren Pemasaran di Dunia Digital
https://www.naviri.org/2018/02/pemasaran-di-dunia-digital.html
Naviri.Org - Perubahan gaya hidup dari dunia nyata (offline) ke dunia maya (online) telah mengubah banyak hal, termasuk dalam upaya pemasaran yang dilakukan perusahaan-perusahaan yang menyediakan produk atau layanan jasa. Jika sebelumnya pemasaran dilakukan atau bahkan difokuskan di dunia nyata, kini tampaknya mereka harus mengubahnya atau setidaknya membaginya ke dunia maya.
Diakui atau tidak, pertumbuhan e-commerce akhir-akhir ini, khususnya di Indonesia, terus mengalami peningkatan. Hal itu jelas berdampak pada metode pemasaran yang tidak lagi konvensional, tapi menggunakan teknologi sehingga lebih efisien. Untuk itu, dibutuhkan inovasi dalam dunia pemasaran digital agar dapat terus bersaing.
Menurut perusahaan konten marketplace Get CRAFT, para pelaku e-commerce Indonesia perlu mulai menanam investasi dalam native advertising dan konten bersponsor untuk mendiferensiasikan diri dengan kompetitor yang terus bertumbuh di jaringan ritel.
"Di saat e-commerce menjadi semakin lazim, sekadar membangun sebuah situs dagang tidak akan cukup. Perusahaan perlu membuat strategi konten baru yang lebih seru dan mampu menarik para calon pelanggan di luar target pemasaran mereka," jelas Founder and CEO of Get CRAFT, Anthony Reza, dalam acara Jakarta E-Commerce Night di Jakarta.
Berdasarkan riset Macquarie, April 2017, kata Reza, memproyeksikan kontribusi penjualan ritel digital pada 2020 akan mengalami peningkatan hingga 9% dari total ritel di Indonesia. Angka itu cukup jauh jika dibandingkan dengan peningkatan yang hanya mencapai 1,6% di 2016.
Tidak hanya itu, menurut survei White Paper yang dilakukan Get CRAFT, yang berjudul Indonesia Native Advertising and Influencer Marketing Report 2018, menjelaskan para pemasar di Indonesia kini lebih memilih menggunakan format native ads daripada cara pemasaran konvensional seperti display, meskipun sebagian besar anggaran digital mereka dialokasikan untuk iklan display pada 2018.
"Native ads, terutama konten bersponsor, akan sangat efektif baik untuk konversi maupun pembentukan identitas brand, memberi ruang untuk brand dalam membangun kredibilitas di antara para calon pembeli potensial, sekaligus mampu menjangkau kredibilitas sumber yang dipercaya konsumen," tambah Reza.
Survei itu juga menunjukkan iklan media sosial berbayar juga muncul sebagai jenis iklan paling populer dan efektif bagi para pemasar.
Jenis iklan lainnya yang juga populer ialah iklan yang menggandeng influencer marketing dan konten bersponsor lewat media daring.
"Konten promosi unggahan influencer, misalnya, bisa dilihat seseorang yang sebelumnya tidak pernah mengenal produk tersebut. Kecenderungan mereka akan membeli barang tersebut sangatlah tinggi, karena 8 dari 10 konsumen terbukti sangat memercayai rekomendasi dari orang-orang yang mereka kenal (maupun orang terkenal). Ini menjadi bukti kesadaran terhadap konversi bisa terjadi secara instan," jelas Reza.
Reza mencontohkan kampanye influencer yang telah dilakukan perusahaannya untuk sebuah platform e-commerce terkemuka. Dirinya bekerja dengan sekitar 200 influencer untuk menciptakan rangkaian konten yang sukses menghasilkan total 1,8 juta pemirsa dan setengah juta engagement dalam sehari.
"Konten bersponsor juga merupakan salah satu cara yang efisien dari segi biaya untuk membuat sebuah brand dikenal dan populer di mata publik, tentu saja karena cara ini mencakup pembuatan konten penerbitan," ujar Reza.
Inovasi
Dalam kesempatan tersebut, Cofounder and Country Head Shopback Indonesia, Indra Yonathan, menjelaskan inovasi marketing akan selalu berkembang, dan perlu selalu ditingkatkan untuk menghadapi perilaku dinamis konsumen. Indra merangkum setidaknya ada empat tren pemasaran e-commerce yang akan semakin gencar di 2018.
Pertama, Performance Marketing 2.0. Maksud istilah tersebut ialah penargetan audiens dan membangun database. Dalam hal itu, pengiklan akan semakin memiliki kemampuan untuk memahami pelanggan mereka, tidak hanya berdasarkan pada penelusuran daring yang biasa-biasa saja, tetapi juga penelusuran yang lebih detail berdasarkan data demografis yang didapat.
"Kedua, yang harus diperhatikan, Micro Moments Expert. Di Indonesia masih belum ada yang tahu. Jadi, ini suatu momen ketika calon pembeli, ketika mau beli sesuatu, mereka riset dulu. Di 2018 ini, yang juga banyak dilakukan ialah bagaimana caranya menjadi adviser to target your customers," papar Indra.
Selanjutnya, yang akan menjadi tren di 2018, ialah Loyalty Points Era. Loyalty Points itu ditunjukkan dengan fenomena semakin banyaknya uang marketing yang dimasukkan ke loyalty points. Hal tersebut dilakukan guna menjaga relasi dengan pelanggan lama.
"Jadi, kita tidak hanya fokus mencari pelanggan baru, tapi juga merawat hubungan dengan para pelanggan lama kita, because the beauty of loyalty points is cost efficient," imbuh Indra.
Merawat relasi dengan pelanggan lama penting dilakukan daripada hanya fokus mencari pelanggan baru. Sebabnya, pelanggan baru belum tentu akan terus menerus berbelanja.
Terakhir, meningkatkan customer experience saat berbelanja. Cara ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pelayanan dalam berbagai hal. Misalnya, kemudahan metode pembayaran, kecepatan dan ketepatan dalam hal logistik, maupun kecepatan respons dalam memberikan solusi pada pelanggan-pelanggan yang bermasalah.
"Pelanggan yang pertama mencoba platform baru, cenderung mencari platform yang mereka percaya ataupun memiliki deals atau promo. Selain itu, fitur 'rekomendasi produk' dan 'fitur perbandingan' menjadi daya tarik tersendiri untuk banyak konsumen," pungkas Country Manager Priceza Indonesia, Bayu Irawan, dalam kesempatan yang sama.
Baca juga: Mengenal Fintech, Bisnis Keuangan Berbasis Teknologi